Part 33

557 35 17
                                    

Krip, Krip, Krip, Krip... Rendra memicit pelipisnya yang masih sedikit pening. Jauh terasa lebih baik daripada kemarin malam.

Teringat kembali akan kejadian, ia benar-benar merasa bersalah pada Lila. "Aku membuatnya sangat marah."

Namun disamping itu, terdapat pula kepuasan tersendiri dibenak Rendra. "Benarkah! Dia sampai menangis. Apa dia cemburu?" terkekeh. "Sepertinya, aku harus minta maaf padanya." Rendra bangkit, kemudian turun ke lantai bawah.

Rendra menghadang Bi Ami yang kebetulan lewat di depannya, "Bi, Lila dimana?"

"Oh, Non Lila tidur di kamar bawah, Tuan." Menunjuk ruang kamar.

"Makasih, Bi."

Ceklekk!.. Rendra membuka pintu kamar bawah, pandangannya menyapu ke seluruh ruangan, "La..?"

Senyap, tak ada jawaban.

Terdengar bunyi gemericik air. Rendra menggemingkan kaki menghampiri muasal suara.

Kreeek...! Celingukan, ia menerabas ke dalam kamar mandi ruangan untuk memastikan. Tersendat, Rendra membulatkan mata.

Tap..! Dibawah shower Lila menghentikan gelagat membasuh tubuhnya. Tercengang, dari balik kaca tempered, didapati Rendra yang tengah berdiri memandanginya.

"Mas Rendra," lirih Lila menutupi tubuh bagian atasnya.

Sontak saja Rendra melepas kemeja, ditautkannya keatas wastafel. Perlahan ia berjalan mendekati Lila.

Tak berpaling kornea Lila mengawasi pergerakan kaki Rendra.

Sampai akhirnya, berhenti langkah itu tepat dihadapan Lila. Lila menengadahkan kepala, ditatap mata rindang yang teduh-teduh terguyur cucuran air shower.

Rendra menangkup pipi Lila, membidik mata bulat indah itu dalam. Tanpa aba-aba, telak Rendra menyambar bibir manis Lila, memeluk dan mengelus punggung mulus gadis tersebut.

Ya, ada kehangatan disana, refleks Lila mengalungkan tangan dan membalas lembut ciuman Rendra.

Selepas itu, babak selanjutnya Rendra kembali menggagahi Lila untuk yang kedua kalinya. Namun kali ini lokasinya berbeda dan lagi, Rendra melakukannya dengan tanpa paksaan. Berbeda dari 3 tahun lalu saat malam pertama mereka.

Kantor pusat perusahaan Pratama

Sebab jam dinding sudah mepet menunjukkan waktu masuk kerja. Sepakat, Rendra dan Lila memutuskan untuk berangkat ke kantor bersama.

Bim!.. Bim!.. Rendra mematikan mesin di area parkir gedung perusahaan. Berbarengan Rendra dan Lila timbul dari dalam mobil. Di pintu utama Lila membiarkan Rendra masuk mendahului. Sementara ia mengekori pria itu dari belakang.

Dari tempat parkir sampai terselam lift tak henti-hentinya seluruh pasang netra menyoroti mereka. Lebih-lebih Lila dibuat risi oleh tatapan itu.

Ting..! Pintu lift menganga. Dari kaca ruangannya, Pandu mengamati. "Kenapa mereka datang terlambat ya, apa mereka masih bertengkar? Tapi mereka terlihat sumringah. Sepertinya Tuan Bos juga banyak tersenyum pagi ini."

Lila masuk dan duduk dikursi mejanya. Sedangkan Rendra terus berlalu menuju ke ruangannya.

Pandu menundukkan kepala, pura-pura tak peduli saat ditatap Lila.

"Pandu."

Pandu mengangkat kepala.

"Maaf ya, semalam aku langsung ninggalin kamu aja. Aku terlanjur emosi. Makasih juga ya, Ndu," Lila tersenyum.

"Oh... iya, La. Nggak pa-pa kok."

Ruang kantin

"Lihat deh matanya!"

"Lihat deh dada bidangnya, senyumnya juga! Aduh... ndak kuat aku."

"Iya... ganteng banget!" bisik sekelompok karyawanita dari seberang meja kantin tengah mengamati sosok atasan mereka.

Sementara Lila yang sedari tadi berada dalam kelompok itu pun memicingkan mata, memasang wajah tak suka.

"Lila!" panggil salah seorang karyawanita.

"Eh, iya?"

"Ngomong-ngomong, tadi pagi kok kamu bisa semobil sama tuan Rendra sih?"

"Bener, kok bisa satu mobil sama tuan Rendra?" tanya salah karyawanita lain menimpali.

Gelagapan. "E... em. Itu, tadi kebetulan. Kebetulan mobil aku tadi mogok dijalan. Terus ada tuan Rendra lewat, ditawarin tumpangan. Makanya, kami tadi datang sedikit terlambat karena, mampir taruh mobil ke bengkel dulu. Nggak sengaja, iya nggak sengaja," kagok Lila dengan senyum yang dibuat-buat.

"Oh... nggak sengaja," mangut-mangut. "Kamu beruntung banget, La! Coba aja kalau aku yang ketemu tuan Rendra, bisa semobil, berduaan lagi," canda salah seorang karyawanita cengengesan.

"Iya, lihat tuh! lagi makan aja keliatan ganteng."

"Emang dasarnya udah ganteng Mbak," lanjut mereka kembali mengagumi sesosok pria yang sedang melakukan aktivitas makan siang.

Lila yang mendengar bisikan mereka pun sudah tak kuat. Bangkit dari kursi meja kantin. "Aku balik ke ruangan dulu, ada pekerjaan yang harus buru-buru aku selesaikan," ujarnya, lalu pergi dari ruang kantin.

Ruang sekretariat

"Huh, apa-apaan mereka itu? Membicarakan orang lain dibelakang, dasar tidak sopan! Membuat telinga panas saja," gumam Lila sembari merapikan meja kerja.

Beberapa menit kemudian, dengan santai Pandu memasuki ruangan duduk di kursi meja kerjanya.

"Pandu."

"Iya, La?"

"Apa para karyawan disini suka diam-diam ngomongin Mas Rendra?"

"Maksudnya?" tanya Pandu tak mengerti.

"Tadi pas di kantin, karyawati-karyawati itu pada muji-muji Mas Rendra dibelakang gitu," terang Lila mulai naik darah.

"Oh... perempuan kalau tau orang ganteng emang kayak gitu, La kayak nggak tau aja kamu."

"Tapi nyebelin banget, kan?"

"Kenapa? Kamu cemburu."

Lila nampak berpikir. "Ya... nggak sopan aja gitu."

"Nah, iya," gumam Pandu mengulum senyum.

Selain tampan, kepala atasan dari kantor perusahaan Pratama memang terkenal baik dan ramah. Oleh karena itu, banyak yang menyenangi baik dari kalangan karyawan maupun perusahaan lain yang berminat untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan ternama dalam dunia pebisnis tersebut.

***

Terimakasih bagi para pembaca yang sudah membaca part ini.

Maaf kalau ceritanya kurang bagus. Tapi kalau kalian suka, jangan lupa tinggalin vote dan komen ya! Jadi, kalau author tau kalian suka sama ceritanya. Nanti author bisa up sampai tamat.

#Salam untuk para readerku🌹🧡🧡

Rendra & Lila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang