Tok, Tok, Tok... Mendengar suara pintu diketuk Lila bangkit dari sofa ruang tengah. Ceklekk!.. membinarkan pupilnya, "Dalinda!"
"Lila!" sahut Dalinda tak kalah ria.
Mereka saling merengkuh, setelah sekian lama tak pernah bertatap muka.
"Aku kangen banget sama kamu, Nda."
"Aku juga kangen sama kamu, La."
"Ayo masuk!" pintah Lila membebaskan rengkuhan. "Silahkan duduk, Nda! aku mau minta tolong Bi Ami buat bikinin minum dulu."
Dalinda mengangguk dan mendudukkan diri di kursi tamu.
Sampai di ruang dapur Lila memerintah, "Bi Ami, ada Dalinda di depan. Tolong buatin minum ya!"
"Iya, Non."
"Tolong buatin kopi juga buat saya ya!"
"Iya, Non. Tapi, Non Lila kan lagi hamil, nggak baik kalau terlalu sering minum kopi."
"Iya, Bi Lila tau. Em... Lila kan cuma pas lagi pengen aja minum. Tapi pengennya tiap hari hehehe..." menggaruk tengkuk. "Sekali ini aja, Bi!"
Menghela nafas, "Hem... ya sudah, Non. Tapi besok-besok saya sarankan jangan keseringan minum kopi, nggak baik buat Ibu hamil."
"Iya, Bi."
Sesudah meminta Bi Ami untuk membuatkan minuman di belakang, kembali Lila menemui sahabat masa SMA nya yang tengah menunggu di ruang depan.
"Loh, bukannya kemarin papa bilang kamu lagi kuliah di Australi?" Lila membuka percakapan.
"Bener, La kan udah lulus delapan semester."
Sejak saat Lila pergi ke Singapura 4 tahun lalu. Tak lama setelahnya, Dalinda juga memberangkatkan diri untuk menimba ilmu di negeri benua. Tepatnya, di salah satu kampus bekas Mega dulu.
"Oh... gitu. Ngomong-ngomong, tumben banget kamu ke sini?"
"Iya nih, Kak Rendra yang minta aku buat dateng nemenin kamu."
"Mas Rendra?" membeo.
Mengangguk-angguk cepat. "Iya. Katanya, dia nggak mau kamu bosen di rumah, jadi aku disuruh kesini. Kemarin sih, dia suruh Kak Mega buat nemenin kamu. Tapi, Kak Mega nya nggak mau."
"Mega..." lirih Lila menggigit bibir.
Dalinda tak pernah paham bahwa sebenarnya Mega tengah menaruh amarah pada Lila. Karena semengerti keluarga Pratama, keadaan Rendra baik-baik saja selama Lila pergi. Namun kenyataan tidak, hanya Mega dan Bi Ami yang tau.
"Eh... ya ampun, udah besar banget perut kamu, La," Dalinda mengusap perut gendut Lila.
Lila tersenyum. "Iya nih, Nda."
"Sudah berapa bulan? Cowok atau cewek?"
"Udah masuk bulan-bulan akhir kok. Tinggal tunggu waktu kelahiran aja. Kemarin waktu USG sih, kata Dokternya cowok," terang Lila mengelus perut.
"Wah... jadi bentar lagi aku bakal dipanggil Aunty nih. Semoga lancar ya persalinannya."
Mengangguk. "Makasih, Nda."
Selanjutnya, dari ruah obrolan kecil itu mereka melenyapkan waktu seharian dirumah Rendra.
Mall
Hari ini masuk hari Ahad, waktu kelahiran Lila hanya tinggal menunggu tempo tanggalnya saja. Sebab belum ada persiapan apa-apa dirumah. Jadi, hari ini kedua pasangan calon orang tua yaitu, Lila dan Rendra mensegerakan diri untuk berbelanja keperluan bayi yang akan dibutuhkan oleh anak mereka nanti.
Memindahkan selipat handuk kecil ke dalam troli. "Nah... handuknya sudah. Terus apa lagi?" Lila mengecek isi daftar kertas yang ia cekal. "Gedong," lanjut melangkah sembari memindai maniknya ke kanan dan ke kiri.
"Stop, stop! Bener yang ini kan, Mas?" tafsir Lila pada Rendra yang berada di sampingnya. "Kamu suka yang mana? gantian kamu yang pilih!"
"Terserah kamu!"
Ck, Lila berdecak malas. Lalu di ambil satu dari beberapa lipatan kain gedong di sana. Gendong berwarna hijau motif geometris. "Bagus nggak, Mas?" menunjukkannya pada Rendra.
"Bagus."
Kembali Lila mengambil satu kain gedong dengan motif sama, namun warnanya berbeda. "Bagus yang hijau atau yang biru, Mas?"
"Bagus semua."
Mulai kesal. "Jangan gitu dong, Mas! Ini kan buat anak kamu juga. Masa dari tadi yang pilih aku doang. Manalagi anak kita, kan cowok pasti seleranya lebih cocok kalau kamu yang pilihin. Udah deh.. giliran Mas Rendra sekarang, terserah pilih yang Mas mau!" celoteh Lila merengut.
Cafe
Pulang berbelanja dari Mall, mereka masuk sebentar ke salah sebuah Cafe yang ada di sekitar situ. Yah... Apa lagi, kalau itu bukan kemauan dari janin yang menetap dalam rahim Lila.
Di satu meja Rendra dan Lila saling termenung dengan secangkir kopinya masing-masing. Tak ada suara, jadi Lila putuskan untuk buka lisan duluan, "Mas Ren."
Rendra membisu.
Memanggil lagi, "Mas Rendra."
"Kenapa?" sengitnya.
Lila tersentak.
"Mau kata-kata romantis lagi? Mau suruh pilihin gedong lagi?"
"Loh, kok Mas kasar sih? Aku cuma panggil Mas aja, kenapa mesti marah-marah?"
Menurunkan volume bicaranya, "Mas capek, La."
"Capek? Aku mau ini lah, itu lah. Itu juga demi anak kita," membalas keruh. Lila pun merudukkan kepala menatap sendu perut buncitnya, berkata lirih, "Apa kamu tidak suka punya anak, Mas?"
"Huh..." sesal Rendra menghembuskan nafas panjang, menunduk dan memijit keningnya.
Sementara Lila, sebisa mungkin ia menahan genangan air yang semakin terasa buram di indra penglihatannya.
***
Terimakasih bagi para pembaca yang sudah membaca part ini.
Maaf kalau ceritanya kurang bagus. Tapi kalau kalian suka, jangan lupa tinggalin vote dan komen ya! Jadi, kalau author tau kalian suka sama ceritanya. Nanti author bisa up sampai tamat.
#Salam untuk para readerku🌹🧡🧡
KAMU SEDANG MEMBACA
Rendra & Lila [END]
RomanceGanti judul dari Cinta Tanpa Jarak -Rendra Atha Pratama Dijodohkan? Itu bukan keinginanku. Apalagi, mengingat akan masa laluku yang kelam. -Lila Avanda Kristanto Dijodohkan? Itu bukan keinginanku. Apalagi, mengingat akan usiaku yang masih sangat bel...