Part 2

1.4K 125 22
                                    

Cit, cit, cuitt... suara nyanyian burung bersautan dari balik cendela kamar yang masih tertutup rapat.

Lila membuka cendela kamarnya. "Ba... !" berteriak. Burung yang tadi berkicauan diatas ranting basah karena tertimpa hujan itu pun beterbangan tak berarah. "Hahahaha......." Lila tergelak puas melihat tingkah burung-burung itu.

Tapi tak lama, tersengal-sengal ia menghentikan aktivitas tertawa. "Haduh... maaf. Kalian jadi kaget begitu, habisnya sih, suaranya sampai kedengeran ke dalam kamar." Menculas sembari menggaruk pelipis yang tidak gatal.

"Hemm... hari ini hari pertama aku masuk ke sekolah baruku. Rasanya bagaimana, ya?" Berangan-angan. "Aku jadi khawatir. kira-kira aku bisa akrab nggak ya sama anak-anak disana? mereka beda nggak ya sama temen-temen waktu aku di Surabaya dulu?" Lila berpikir sambil berpangku tangan di bibir cendela.

Terabai dari awang-awangan, ia meluruskan, "Ah! kenapa aku jadi berpikir begini? semua sekolah itu sama saja tempat menimba ilmu. Lebih baik sakarang aku lebih giat belajar lagi dari sebelumnya! mengingat ekonomi keluargaku sekarang yang begitu memprihatinkan, padahal keluarga kami dulu terkenal dengan keberadaannya. Aku sedih sekali jika mengingat hal itu."

Perlahan Lila menurunkan pangkuan tangan, menatap ranting-ranting pohon yang ada didepan jendela kamar. "Ya, aku harus belajar dengan giat sekarang! aku tidak ingin mengecewakan kedua orang tuaku. Lagipula, kan menjadi orang yang sukses dan hebat seperti ayah adalah impian ku sejak kecil." Ia tersenyum mengumpulkan semangat. Meraih tas sekolah, kemudian turun ke dapur untuk sarapan bersama dan pergi berangkat ke sekolah baru diantar oleh sang Ayah.

Memang seperti itu dibalik sikap yang lugu dan polos, tetapi jika memiliki suatu keinginan ia harus bisa mendapatkannya. Begitu kira-kira prinsip Lila, mengingat ia adalah seorang anak dari keluarga terpandang juga merupakan anak satu-satunya dari keluarga Kristanto. Itu sebabnya, kedua orang tuanya sering memanjakan dan memenuhi kamauan anak gadis semata wayan itu.

Sekolah
SMA Negeri II Bandung

"Makasih, Pa." Didepan pintu gerbang sekolah seorang anak perempuan mencium punggung tangan Papanya.

"Iya. Belajar yang pintar ya, sayang, jangan nakal!" tutur sang Papa.

"Ih... iya-iya, Pa! Papa setiap hari mengantar Dalinda ke sekolah selalu saja bicara begitu. Dalinda bukan anak yang nakal, Pa." Bergeliat manja.

"Hahaha... iya-iya, anak Papa ini memang anak yang pintar. Sudah kalau begitu, cepat masuk, nanti terlambat!"

"Iya, Pa. Dada Papa," pungkas anak perempuan itu masuk kedalam sekolah.

Bergeleng kepala, sang Papa tersenyum dari dalam mobil. Setelah memastikan anak perempuannya masuk ke dalam sekolah, hendak ia menaikkan kaca mobil. Akan tetapi, sekelebat ia melihat seseorang keluar dari gerbang sekolah. Laki-laki itu pun mengurungkan niat. "Kristanto!" Berteriak memanggil.

Kristanto melengos ke sumber suara, "Pratama!" kejut Kristanto balas berteriak.

Pratama pun segera turun dari kendaraannya. Tergopoh-gopoh merangkul Kristanto, "Kris, lama kita tidak berjumpa. Bagaimana bisa kau ada disini? Bukankah bertahun-tahun lalu kamu merantau ke Surabaya, dan ku dengar kau menikah disana." Pratama menyudahi rangkulan.

"Iya, Ma. Memang benar bertahun-tahun lalu aku merantau ke Surabaya dan menikah disana. Tapi sekarang aku pulang, aku akan tinggal di sini," jelas Kristanto.

"Memangnya kenapa? Kenapa kamu pulang dan tidak kembali ke Surabaya?"

"Hem... ceritanya panjang, Ma."

"Kris, kamu sibuk tidak pagi ini?"

"Kurasa tidak, Ma."

"Kalau begitu, bagaimana jika kita berbincang sebentar saja? mengingat sudah lama kita tak bertemu. Ada banyak hal yang ingin ku bicarakan padamu," tawar Pratama.

"Aku oke saja jika kamu juga tidak ada pekerjaan," Kristanto menyetujui.

Selepasnya, kedua Pria itu memutuskan masuk ke sebuah Cafe yang berada didekat sekolah. Mereka asik berbincang ria di sana. Membicarakan tentang banyak hal, mulai dari kehidupan Pratama dan Kristanto setelah lulus dari SMA sampai dari kehidupan mereka saat ini.

Kelas XII IPS 1

"Selamat pagi, anak-anak," sambut seorang Ibu Guru kepada murid-murid di kelas.

"Selamat pagi, Bu," serentak seluruh siswa yang ada di dalam kelas menjawab. Tak hanya menjawab, tetapi murid-murid itu juga memerhatikan seorang anak perempuan yang mengekori di belakang Ibu Guru mereka.

"Anak-anak, mulai sekarang kalian akan mempunyai seorang teman baru di kelas. Coba, Nak perkenalkan dirimu!" mempersilahkan.

"Iya, Bu." Dengan sedikit gugup, anak perempuan itu membuka lisan. "Em... Perkenalkan, nama saya Lila Avanda Kristanto, biasa dipanggil Lila. Alamat Jl. Cemara no 19 Sumedang, Bandung. Umur saya 17 tahun. Hobi saya menari, menyanyi, dan bermain alat musik." Menganggukkan kepala lalu menatap Ibu Guru.

"Sudah, Lila?" Ibu guru bertanya.

"Sudah, Bu."

"Apa ada yang ingin ditanyakan lagi, anak-anak?" Ibu guru beralih bertanya kembali pada murid-murid.

Salah satu dari anak laki-laki yang duduk dimeja paling belakang berteriak. "Nomor rumah aja! Nomor telepon atau WA nggak ada, nih?"

"Huuuuuuuu............" Murid yang lain menyoraki dan yang lain lagi tertawa kecil.

Astaga... ini benar-benar membuat malu Lila saja. Lila hanya tertunduk menahan rasa malunya.

Geleng-geleng kepala. "Sudah-sudah, Irpan! kamu ini, nanti saja pribadi kalau tanya nomor telepon atau WA," jawab Ibu Guru menenangkan suasana kelas. Tapi yang ada bukan tenang, tapi malah tambah ramai dengan gelak tawa dan suara sorakan yang tidak jelas.

"Aduh... apa-apaan ini! kenapa Ibu Guru jadi ikut-ikutan begini, sih?" batin Lila jadi sedikit sebal.

"Sudah, Lila. Sekarang kamu boleh duduk! Itu ada beberapa bangku yang kosong disana, terserah kamu ingin duduk disebelah mana." Ibu Guru memberi tahu sembari menunjuk bangku yang memang terlihat kosong dibelakang.

"Iya, Bu. Terima kasih." Mengangguk lalu berjalan menghampiri salah satu bangku kosong yang terletak dibelakang. Ya... memang tidak terlalu dibelakang sih, tepatnya dihitung dua bangku dari belakang.

Krriiiiiinnnggg........... Bel istirahat sekolah berbunyi.
Lila merapikan buku-bukunya yang berserakan di atas meja.

Tiba-tiba, datang seorang anak perempuan menyapanya hangat. "Hay..." gadis itu tersenyum mengulurkan tangan.

Lila yang mendengar pun menghentikan kegiatan merapikan bukunya. Mengangkat kepala, "Hay..." Lila balik tersenyum mengambil uluran tangan.

"Boleh berteman dengan mu? Namaku Dalinda."

"Iya, Dalinda. Aku Lila," kata Lila.

"Hahaha... aku sudah tahu nama mu Lila, kamu baru saja berkenalan didepan kelas tadi."

"Oh, iya yah! Hehehe..." tertawa kecil menanggapi ucapan Dalinda.

***

Terimakasih bagi para pembaca yang sudah membaca part ini.

Maaf kalau ceritanya kurang bagus. Tapi kalau kalian suka, jangan lupa tinggalin vote dan komen ya! Jadi, kalau author tau kalian suka sama ceritanya. Nanti author bisa up sampai tamat.

#Salam untuk para readerku🌹🧡🧡

Rendra & Lila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang