19. SALAH PAHAM

25 22 3
                                    

Jantung Gladys berdetak lebih cepat dari biasanya, ia lebih memilih untuk diam dan hening menguasai keadaan dalam mobil saat ini.

Vano tadi sempat menjemputnya kerumah dan mengajaknya untuk pergi kerumahnya menjelaskan sebuah kesalah pahaman yang ada didalam hubungan mereka.

sebenarnya Gladys menolak ajakan Vano, tapi Vano malah mengancamnya akan membunuhnya kala itu dengan pisau lipat yang selalu ada di dalam saku celana maupun jaket. mau tidak mau ia menuruti keinginan Vano untuk membawanya kerumah laki-laki itu.

sebuah rumah mewah dengan desain minimalis terpampang di hadapannya, simpel namun masih terkesan glamor dengan warma grey dan putih di sekeliling rumah. didominasi dengan fased berwarna putih tulang dan juga grey sebagai bagian atas rumah. dan juga beberapa tanaman hias yang tertanam di pojok rumah.

Vano memarkirkan mobilnya di garasi mobil, membukakan pintu untuk Gladys. mereka berjalan berdua menuju pintu masuk, saat vano menggenggam gagang pintu...

jleb!

sebuah pisau melayang mengenai sisi pintu yang lainnya membuat Gladys seketika menegang dan mempererat genggaman tangannya pada tangan Vano.

semua mata tertuju pada dua mahluk yang masih diam di ambang pintu, terlihat tiga orang yang tadinya saling adu berhenti dan menatap bingung ke arah Vano dan Gladys.

Vano menghela nafas, ia menyadari rasa ketakutan Gladys dan menuntun gadis itu memasuki rumah setelah meyakinkan bahwa tidak akan terjadi apa-apa.

Reydal yang bingung menunjuk kerah Gladys menggunakan dagunya. Vano yang melihat mengikuti arah pandang Reydal dan menghembuskan nafas ringan. "dia pacar gue, Gladys." jawab Vano santai.

Owh, sekarang Gladys baru mengerti siapa dan mengapa dirinya dipaksa datang kemari dengan mengatakan semua jawaban dari kesalah pahaman kemarin ada disini.

yups, terlihat seorang laki-laki duduk di singgel sofa yang terlihat mirip dengan Vano.

laki-laki yang ditatap Gladys menyadari dirinya ditatap agak risih dan balik menatap Gladys membuat gadis itu salah tingkah.

"Gue tau gue cakep, liatin'nya gak usah kek gitu juga. ngeri gue kalo sampe bola mata Lo copot disini," kekeh laki-laki yang mirip dengan Vano. Gladys langsung gelagapan karena tertangkap menatap laki-laki di seberangnya.

"Dia Stefan adik gue yang tinggal di LA dan baru pulang ke Indonesia seminggu kemarin." ucap Vano menjelaskan semuanya. ia menarik nafas dan menatap Gladys dan Stefan bergantian, "kemarin yang Lo liat di taman itu Stefan, dan bukan gue Gladys," imbuh Vano dengan nada lembut menggenggam tangan Gladys lembut.

Gladys menunduk dilanda rasa bersalah, tak seharusnya ia memaki laki-laki disampingnya dengan berbagai macam hinaan dan juga sumpah serapah yang ada dalam otaknya.

"Wah, calon kakak ipar gue nih ya!" pekik Stefan yang memang lebih bobrok daripada kakak nya Vano.

plak!

sebuah botol kosong sukses mengenai kepala Stefan sehingga membuatnya meringis dan mengusap kepalanya yang terasa berdenyut, "dasar setan, calon kakak ipar gue juga njir!" maki Stefan pada Vano.

tanpa mereka sadari, sedari tadi Reyan terus saja memperhatikan Gladys dari ujung ke ujung seakan menilai gadis di hadapannya.

"Glad, kok lu mau sih sama orang gila ini. kemana mana juga masih bagusan gue dari pada dia," ucap Reyan sambil menunjuk Vano dengan dagunya.

srek!

prang!

"KYAAAAAAAA!"

satu lemparan pisau sukses memberikan goresan pada leher Reydal. pekikan Gladys membuat semuanya menoleh, ia tak menyangka akan melihat adegan seperti ini. mainan para psikopat emang paling beda dari yang paling beda.

mereka baru menyadari bahwa Gladys belum mengetahui jika mereka semua adalah keluarga psikopat.

"Kita semua psikopat Glad, seharusnya Lo udah tau itu," ucap Reydal yang sedari tadi diam menyimak. Gladys bungkam, ia semakin ketakutan bercampur bingung.

sedangkan Vano dan juga Reyan kini sama-sama melayangkan tatapan membunuh, aura menyeramkan menyeruak keluar dari dalam diri mereka.

"berani Lo rebut Gladys, satu tangan Lo ada di gue!"

---000---

bukan rahasia lagi jika jalanan akan selalu macet pada sore hari di daerah pusat kota. seakan akan semuanya berlomba lomba pulang ke rumah mereka masing masing.

Gladys dan Vano sedari tadi sudah dilanda kebosanan yang cukup tinggi, sudah hampir satu jam mereka terjebak dalam keadaan macet tanpa bergerak sedikit pun.

"Gak ada jalan lain lagi kah?" tanya Gladys yang sudah mulai gelisah karena pengap.

Vano tampak berfikir sebentar kemudian memutar balikkan stir mobilnya ke jalanan yang sedikit lenggang dan melajukan nya menuju arah lain.

mereka memutar arah, melewati sebuah jalanan yang sedikit lebih kecil dari jalan raya biasanya. sedikit bisa menghela nafas karena jalanan disini tidak cukup padat seperti sebelumnya sehingga perjalanan mereka bisa dibilang cepat sampai.

"Langsung pulang atau kemana?" tanya Vano yang tetap menatap lurus ke jalan. Gladys tampak berfikir terlebih dahulu, masih terlalu sore sebenarnya dan matahari juga belum terlalu terbenam di arah barat. "kita ke taman dulu mau?"ajak Gladys yang di angguki Vano.

"Maaf," lirih Gladys sambil menunduk.

Vano menoleh, "untuk?"tanya Vano yang masih sedikit bingung sepertinya.

"Maaf, gue udah maki Lo kemarin," jelas Gladys kembali.

Vano memberhentikan mobilnya di pinggir jalan, tak baik pikirnya jika mereka membicarakan hal ini sambil mengemudi.

"Hei, jangan nunduk. jangan buat mahkota lo jatuh," ucap Vano yang sudah berbalik menghadap Gladys. ia menyentuh dagu Gladys dan membuat matanya menatap mata elang Vano.

"Jangan minta maaf, gue yang salah disini. seharusnya gue jelasin lebih awal lagi, tapi justru gue terkesan menyembunyikan semuanya," ucap Vano sambil tersenyum.

Gladys semakin di buat terkesima dengan senyum manis yang Vano berikan. ah, rasanya ia ingin meleleh saat ini juga. pantas saja gula di rumah Gladys habis, ternyata gula pemanisnya ada pada Vano semua.

"Thanks," hanya kata itu yang keluar dari mulut Gladys, dirinya tak bisa lagi menahan rasa panas yang seketika menjalar di tubuhnya saat tangan hangat Vano menangkup kedua pipi chubby miliknya.

cup!

satu kecupan hangat mendarat di kening Gladys dengan cepat. Vano kembali menyalakan mesin mobilnya setelah menggunakan kembali seltbel miliknya lalu dengan perlahan menjalankan mobil kembali menembus hiruk pikuk jalanan.

Vano masih serius menatap jalanan didepannya, sedangkan Gladys lebih memilih serius bermain game dan mengutak Atik benda pipih nan ajaib yang berada di genggamannya. sesekali dirinya berdecak geram saat kalah dalam permainan game yang sukses membuat Vano tertawa geli melihat Gladys yang menurutnya seperti anak kecil.

sebuah ide muncul di otak Vano, ia mengerem mendadak membuat ponsel yang berada di tangan Gladys terjatuh, untung saja dirinya menggunakan sabuk pengaman. jadi tubuhnya kembali terpental ke belakang.

Gladys memungut ponselnya yang jatuh, Vano menggunakan kesempatan itu untuk menggas mobilnya dalam sekejap.

brak!

Gladys menyadari sesuatu, seperti ada yang menabrakkan diri ke arah mobil. tapi saat ia menoleh kebelakang dan kedepan tak ada satupun hewan atau manusia yang ada.

"Gue ngerasain ada yang ketabrak deh Van,"ucap Gladys yang terus menoleh kedepan dan belakang.

"Gak ada apa-apa Glad, perasaan lu aja kali,"ucap Vano meyakinkan. Gladys hanya menurut saja dan kembali memainkan ponselnya.

tanpa di sadar Vano tersenyum miring, selamat tinggal kucing jalanan. ucapnya dalam hati

terlihat tubuh seseorang menggelinding masuk kedalam selokan setelah tertabrak mobil yang melaju di belakangnya.

ABSTRACT # [COMPLETED] [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang