Megan berjalan menyusuri perkomplekan rumah Gladys saat sudah turun dari taxi di sebuah taman yang dekat dengan rumah sahabatnya. Sebenarnya bisa saja sang supir taxi mengantarkan Megan sampai di depan rumah Gladys, tetapi gadis itu lebih memilih untuk melanjutkannya dengan berjalan kaki beberapa meter hingga sampai rumah Gladys. Kalo kata Megan biar sehat katanya.
Kakinya melangkah dengan ringan menyusuri jalanan ber-kafling beton dan dihiasi dengan tiang listrik besar di setiap sisinya.
Tadinya Megan ingin berpergian bersama dengan Resa, tetapi gadis itu berhalangan sehingga Megan harus pergi sendiri.
Sebuah pagar besi menjulang tinggi di hadapan Megan, ia membuka pintu pagar sendiri sebab tak ada satpam yang berjaga saat ini.
Tok! Tok! Tok!
Tiga kali suara ketukan pintu tapi tak ada tanda-tanda dari pemilik rumah akan muncul, Megan berusaha menunggu sambil melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
"Gladys, mana sih bangke. Gue udah mau jamuran ini!" Gerutu Megan kesal sebab tak ada tanda tanda dari sang pemilik rumah.
Click!
Megan membuka sendiri pintu rumah Gladys yang ternyata tak di kunci.
"Ni anak kebiasaan bat dah, kemalingan tau rasa tuh."
Kakinya melangkah menapaki tangga menuju ke lantai dua dimana kamar Gladys berada, dirinya tidak kesulitan lagi untuk mencari persemayaman sang sahabat, sebab ini bukan kali pertama dirinya berkunjung.
Saat sudah berada didepan pintu putih yang diyakini kamar Gladys, Megan memegang hendel pintu lalu membukanya dengan perlahan.
Klik!
Matanya menyapu tiap sudut kamar tetapi nihil, Gladys tak ada disana. Sayup-sayup terdengar suara candaan dari arah balkon. Megan yang penasaran langsung melangkahkan kakinya menuju sumber suara.
"Nah gini kek, jadi psikopat tuh jangan kerjaannya ngebunuh doang. Sekali kali baik dikit bawain cewenya makanan,"
"kalian ngomong apa?"
Semua mata seketika tertuju pada
Megan, kecuali Vano yang terlihat santai dengan gayanya sendiri. Terlihat Gladys yang hendak menguapi mulutnya mendadak diam dengan sendok di tangannya melayang disertai dengan mulut yang terbuka lebar."woi, budek?" tanya Megan melangkah mendekati mereka berdua yang masih menatapnya.
Vano bangkit dari duduknya, "gue pamit," ucapnya berlalu keluar dari rumah Gladys lewat jendela tanpa menunggu balasan dari sang kekasih.
"Meg, ini gak seperti yang lo lihat," kilah Gladys berusaha membuat Megan melupakan semua perkataannya barusan.
"Emang kenapa Glad?" tanya Megan menatap Gladys lamat.
"Gak papa," jawab Gladys akhirnya.
Keduanya memilih untuk masuk kedalam kamar, pilihannya jatuh pada laptop dan juga drakor impian.
Brak!
"hello guys! Jumpa lagi dengan gue Resa yg cantik, imut bin kiyut!"
Megan dan gladys yang dengan tegangnya menatap laptop di depannya hingga terperanjat kaget mendengar suara Resa yang spontan.
Gladys berkali-kali dirinya mengusap dada dan menetralkan degup jantung, sedangkan Megan sudah mati matikan menahan emosi agar tidak membunuh sahabat laknatnya saat ini juga.
"Lo berdua kenapa?" tanya Resa saat sudah duduk di hadapan para sahabatnya. Kepalanya meneleng menatap satu persatu makhluk yang kini tetap tidak merespon.
"Kalian sakit?" ulangnya lagi.
Plak!
"Bangke sakit!"
Satu jitakan mutlak mendarat di kepala Resa. Siapa lagi pelakunya jika bukan Megan. Dirinya sudah tak sanggup lagi menahan amarah sebab rasa kaget yang masih tak bisa dihilangkan. Bayangkan saja jika di dalam rumah kalian hanya tinggal berdua dan tiba-tiba terdengar dobrakan pintu disertai dengan suara yang menggelar secara spontan. Bukankah akan mengerikan.
"Lo kalo ke rumah orang bisa gak sih salam dulu atau apa gitu hah?!" sembur Megan yang sudah tak tahan lagi.
"Tau tuh, main asal buka pintu orang sembarangan aja, masih untung jantung gue gak copot, kalo copot lu mau tanggung jawab bah?!" timpal Gladys yang sudah ikut kesal.
"Ya kalo copot tinggal ganti sama jantung sapi kan bisa," jawab Resa dengan santai.
"Ga ada otak lu!" ucap Megan serta Gladys berbarengan.
"Ngapain lu kesini, bukannya ada janji sama cowok baru lo?" tanya Megan yang kembali merapikan posisi duduknya menghadap ke arah laptop.
"Dahlah, gosah di bahas. Eneg gue, tu cowok dah ada bini."
"Bwahahahahah," tawa Megan dan Gladys pecah saat itu jga, Resa mencibir kesal. Rugi dirinya menceritakan kepada sahabatnya jika ujungnya hanya mendapatkan hinaan seperti ini.
"Rugi gue ngomong!"
"Anjay, brojol lagi Res," sindir Gladys.
- - - 000---
"Ini gimana Van, kita biarin aja atau habisin aja langsung?"
"Biar gue urus," ucap Vano pada seseorang yang duduk di hadapannya.
Vano mengangkat kakinya lalu menyandarkannya di atas meja yang berada di depan sofa tempat ia duduk, tangannya menyilang di depan dada dengan badan yang ia rebahan ke kepala sofa.
"Tapi, gimana kalau beritanya nyebar Van," ucap seseorang yang masih betah duduk di hadapan Vano.
"Lo urus sendiri masalah lo, gue udah muak terus-terusan nutupin semua kekacauan yang lo buat," ucap Vano dengan mata terpejam.
Diam, orang tersebut diam menatap Vano. Dirinya beranjak pergi melangkahkan kakinya meninggalkan Vano yang masih senantiasa dengan posisinya.
Dirasa orang tersebut sudah pergi, vano membuka matanya merogoh saku celana mengambil sebuah benda pipih nan ajaib lalu mendial beberapa nomor di dalamnya.
"Gue mau, buat dia lenyap secepatnya," ucap Vano pada seseorang di sebrang sana ketika telpon sudah tersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABSTRACT # [COMPLETED] [SUDAH TERBIT]
Teen FictionSUDAH REVISI [FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!] #romantis and misteri Bertemu denganmu adalah sebuah kesalahan. Namun, menjauh dari mu adalah sebuah penyesalan juga bagi ku. Ini kisah tentang Gladys, memiliki nama panjang Gladys Oldianova. Gadis tengil...