22. RUMAH SAKIT

22 19 1
                                    

Sebuah keajaiban atau sebuah anugrah, Gladys bangun lebih pagi dari biasanya. biasanya jika ia tidur di rumah ia akan bangun sekitar kurang lebih setengah tujuh pagi. itu juga yang membuat Gladys kadang terlambat ke sekolah dulu ditambah tidak ada orang yang membangunkannya dan hanya ada jam weker yang biasa ia banting jika membangunkan tidur cantiknya.

Gladys turun ke bawah setelah mengecek keadaan Vano yang masih bergelut dengan selimut dan kasur king size miliknya.

kakinya melangkah menapaki dapur melihat kulkas apa saja yang bisa ia masak hari ini sebagai sarapan?

tangannya mengambil beberapa sayur juga telur dan memutuskan untuk memasak nasi goreng untuk menu sarapan. Dengan lihai dirinya memotong sayur dan merendam beras lalu di masak.

bau harum dari masakan Gladys membuat dua mahluk terbangun dari tidur mereka dan segera mencari sumber bau yang menggiurkan.

nasi dan telur mata sapi sudah terhidang dengan rapi diatas meja, tadinya dirinya ingin membangunkan Vano dan Stefan. tapi ternyata kedua lelaki itu sudah terbangun duluan.

Vano mendudukkan pantatnya di kursi sebelah Gladys begitu juga dengan Stefan yang ikut duduk.

Stefan menciumi bau nasi goreng buatan Gladys, "wih, calon kakak ipar gue jago juga masaknya," goda Stefan dengan pujian.

Gladys hanya menanggapinya dengan senyuman, ia bisa melihat Vano kini sudah membaik. semalam juga tubuhnya sempat demam dan untungnya Gladys terbangun karena haus dan segera mengompres tubuh Vano dengan air dingin.

mereka makan dengan hikmat, suara dentingan sendok dan garpu yang dominan memenuhi Indra pendengaran mereka.

"Van, gue ijin kerumah sakit sebentar ya. ada yang harus gue urus dulu," ujar Gladys setelah makan pada Vano.

Vano menoleh kearah Gladys," mau gue anter?" tawarnya. Gladys menggeleng sebagai jawaban, "gue bisa sendiri kok, lagian gue juga bawa mobil," jelas Gladys. Vano tersenyum menanggapi dan mengangguk.

setelah makan tadi dan membersihkan sisa makanan, Gladys keluar rumah menuju mobilnya yang terparkir didepan rumah Vano sedari kemarin.

ia masuk ke dalam mobil dan melajukannya dengan kecepatan sedang membelah hiruk pikuk jalanan yang padat.

---000---

kakinya kini sudah menapaki tempat yang ingin dirinya tuju, rumah sakit OK. sebenarnya bukan dari pihak rumah sakit yang menyuruhnya datang kemari, tetapi ada suatu hal yang menurutnya janggal dan ia harus kemari untuk mendapatkan semua jawaban dari pertanyaan yang ada dikepalanya mengenai siapa lelaki yang menggunakan setelan kemeja yang terdapat pada vigura foto di kamar Vano?

dirinya melangkah mencari kepala dokter di rumah sakit. ia memasuki ruangan bercat putih tulang setelah mengetuk pintu sebanyak tiga kali.

"Gladys, ada keperluan apa?"tanya sang kepala dokter kala melihat Gladys memasuki ruangannya.

Gladys hanya tersenyum kemudian duduk di kursi yang berada di depan meja kepala dokter tersebut.

"Tidak ada keperluan yang khusus, saya hanya ingin mengetahui. siapa laki-laki ini, apa hubungannya dengan Devano Aldebaran?" tanya Gladys mengeluarkan selembar foto yang ia ambil kemari dari kamar Vano secara diam-diam.

kepala dokter tersebut berdiri diikuti Gladys dan mengantarnya keruangan pasien laki-laki yang dimaksud Gladys.

mereka menuju ke sebuah ruangan VIP, tampak dua orang perawat keluar dari dalam ruangan tersebut. sepertinya sehabis mengantarkan makanan bagi pasien. samar-samar Gladys mendengar percakapan dua perawatan tersebut.

"Hei, apa kau tau apa yang terjadi pada pasien kemarin?"

"Yang ku dengar, pasien mencekik putranya sendiri yang bernama Vano kemarin sore. tapi, sudahlah kita tidak boleh terlalu mengurusi kehidupan pribadi pasien." ucap perawat yang baru saja keluar dari ruang VIP sambil membawa nampan berisi mangkuk kosong.

mereka berhenti tepat didepan pintu berwarna hitam beberapa detik setelah para perawat itu menghilang di arah belokan.

"Ini adalah ruang rawat pasien yang kamu maksud, mengenai pernyataan yang kamu dengar. itu memang benar apa adanya, Vano dicekik oleh ayahnya sendiri, beliau menderita gangguan mental setelah enam tahun lalu membunuh istrinya sendiri didepan Vano yang masih belia sehingga meninggalkan bekas trauma yang sulit dihilangkan setiap bertemu ayahnya," jelas sang kepala dokter pada Gladys. sontak tangannya menutupi mulutnya saking kaget mendengar penuturan kepala dokter tadi. ia tak menyangka kisah Vano ternyata begitu kelam tetapi mampu ia tutupi hingga saat ini.

---000---

Gladys keluar dari rumah sakit, ia berjalan menuju parkiran mobil tetapi suara seseorang membuatnya tersentak.

"Gladys!"

yang dipanggil pun seketika berhenti dan menoleh kearah sumber suara. Vano, laki-laki itu berjalan ke arah Gladys dengan sedikit berlari. sejak kapan lelaki itu ada disini?

"Ngapain Lo disini?"tanya Gladys penasaran setelah Vano sampai didepannya.

Vano mencebikkan bibirnya, "gebetannya Dateng bukannya di cium atau di peluk kek. ini malah di interupsi kek gitu," sungut Vano dengan nada kesal yang justru terdengar menggelikan di telinga Gladys.

Gladys memutar bola matanya, "ini ngapain disini hm? bukanya tadi di rumah, Trus gak ke kantor?" tanya Gladys yang masih Keukeh dengan pertanyaannya.

sedikit informasi bahwa kini setelah mereka lulus beberapa bulan yang lalu, Vano, Gladys dan yang lainnya memilih untuk berkerja. Vano dan Stefan yang mengurus bisnis keluarga mereka, sedangkan Gladys memilih melanjutkan karier nya di dunia literasi dan juga Megan bersama Resa memilih mendirikan sebuah kafe yang dinaungi oleh keluarga mereka masing-masing.

back to topic....

Vano tak menjawab pertanyaan Gladys, ia menyeret tangan Gladys halus membuatnya mau tak mau menuruti keinginan lelaki di depannya. mau dibawa kemana dirinya saat ini?

Gladys memasuki mobil Vano dengan Vano yang sudah berada di balik kemudi, "Trus mobil gue gimana?"tanya Gladys panik dengan mobilnya yang ditinggal di rumah sakit. "mobil Lo aman, entar gue suruh sopir buat ambil," jelasnya dengan enteng lalu menjalankan mobilnya menembus jalanan.

"Kita mau kemana sih?"tanya Gladys yang sedari tadi sudah heran karena merasa tujuan mereka tidak sampai sampai.

"Tar juga Lo tau," ucap Vano dengan seringaian dibibir nya, Gladys memilih untuk diam Kembali.

mobil berhenti, sebuah taman dengan air mancur ditengahnya membuat mata Gladys berbinar. apalagi ditambah bunga-bunga tulip dan mawar yang tumbuh mengelilingi taman tersebut. Gladys berlari kearah air mancur meninggalkan Vano dibelakangnya seperti anak kecil. ia menengadah kan tangannya merasakan air yang dingin menyentuh tangan hingga membuatnya basah yang berasal dari patung air mancur yang berada di tengah taman.

Vano menuntun Gladys kesebuah bangku panjang berwarna putih, yang berada di bawah pohon yang rindang.

"Suka?" tanya Vano menatap Gladys.

"Banget,''jawab Gladys antusias dengan senyuman diwajahnya.

Vano mengeluarkan sebuah bunga tulip dari balik punggungnya, lelaki itu memberikannya pada Gladys.

Gladys menatap bunga itu dan melirik kearah samping Vano dimana ada setangkai bunga tulip yang sudah buntung dan hilang bunganya.

"Lo gak metik nih bunga secara ilegal kan?"tanya Gladys penuh selidik.

Vano terkekeh," tau aja Lo,"ucapnya diakhiri dengan tawa kecil. Gladys tetap mengambil bunga yang disodorkan Vano, walau gak modal tetapi niatnya perlu dihargai.

''Lo ngasih bunga tulip putih, pasti ada sesuatu di baliknya kan?"tanya Gladys yang masih menatap bunga tulip di tangannya.

"Yups, tulip putih berarti memiliki simbol ketulusan cinta yang mendalam dan suci," ucap Vano menjelaskan. Gladys tersenyum kearah Vano lalu...

cup!

satu kecupan mendarat di pipi Vano dengan cepat, Vano mengacak rambut Gladys dan membiarkan gadisnya bersandar di dada bidangnya.

ABSTRACT # [COMPLETED] [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang