EPILOG

9 3 1
                                    

Tak bisa dideskripsikan lagi bagaimana perasaan dari seorang Gladys Oldionova. Rasa senang, haru semua bercampur aduk menjadi satu dalam sehari. Hamparan pasir putih tempat kakinya berpijak menjadi saksi kebahagian dari seorang Gladys.

Vano, sang kekasih mengajaknya berlibur di sebuah tempat yang cukup estetik menurut Gladys. Pasir putih bersih, laut biru yang damai, serta tebing-tebing yang menjulang membuat siapapun pasti akan terbentuk hatinya, ditambah dengan bangkai kapal laut yang raksasa terdampar disisi pantai membuat kesan lebih romantis saat malam hari. Begitu juga Gladys, dirinya tak henti-henti berteriak girang sambil berlari-lari disepanjang bibir pantai. Ombak yang tak cukup deras seakan ikut andil bagian dalam kisah bahagia Gladys dan Vano.

Gladys berlari menghampiri Vano yang berdiam diri memperhatikannya di bibir pantai, "Van, sini deh. Cobain main air, jangan bengong woi!"ajak Gladys pada Vano yang dijawab dengan kedikan bahu olehnya. Gladys memutar bola matanya melihat respon Vano, sebuah ide jahil melintas di otak kecilnya.

"Gladys!"pekik Vano saat tiba-tiba Gladys mencipratkan air kearah Vano membuat kemeja putih yang dikenakannya sedikit basah.

"Rasain, makanya jangan bengong bego!"jawab Gladys sambil berlari menghindari Vano yang terus mengejarnya. "Ketangkep, gue ceburin Lo ke laut tau rasa Glad!"teriak Vano sambil berteriak pada Gladys. Mereka terus berlari larian saling kejar  sepanjang bibir pantai.

"Van, diem deh. Gue mau foto,"ucap Gladys saat berhenti jauh beberapa meter dari Vano. Ia mengeluarkan handphonenya yang ditaruh di saku  Hoodie putih yang dikenakan. "Bergaya dikit Van, biar cakep!"perintahnya meniru gaya para fotografer profesional.

Cekrek!

Satu jepretan foto berhasil diambil oleh Gladys. "Udah deh, gue capek Glad,"ucap Vano berjalan mendekat ke arah Gladys. "Sama, gue juga,"jawab Gladys lalu mereka berdua berjalan mendekat ke arah batu karang yang agak lebar untuk duduk disana.

"Hah, gue ga nyangka disini bisa ada tempat bagus kek gini,"ucap Gladys saat keduanya sudah duduk di atas batu karang. Vano menoleh ke arah Gladys,"gue, udah tau lama sejak SMA. Tapi males kesini sendiri,"ucapnya lalu memalingkan wajah menatap ke arah pantai.

"Lo, tau gak sih, gue dulu berharap punya pacar dan di saat gue menikah nanti honeymoon'nya backpacker'an di pantai,"ucap Gladys masih dengan posisi menatap pantai dengan kaki yang ia luruskan serta tangan yang dihadapkan kebelakang menyangga tubuhnya. Vano tampak terkejut dengan rencana honeymoon yang ada dipikiran Gladys. Setau dirinya, seorang perempuan lebih menyukai konsep honeymoon yang mewah serta glamor. Tetapi, ini berbeda dengan Gladys.

"Kenapa, Lo, lebih suka yang ekstrim?"tanya Vano menatap Gladys dari samping.

"Entah, suka aja,"jawabnya acuh.

Mereka kembali diam, menikmati suasana sore yang kian datang menjemput disertai dengan burung-burung yang seakan ikut menghantarkan sang Surya menuju tempatnya beristirahat.

"Glad, duduk atas bangkai kapal yuk,"ajak Vano meraih tangan Gladys untuk ikut berdiri mengikuti langkahnya.

Mereka duduk di atas bangkai kapal yang terbengkalai, menatap langit yang semakin kian berwarna gelap dan digantikan dengan cahaya bulan serta bintang yang bertaburan.

"Glad, bintang jatuh!"pekik Vano menunjuk ke arah langit membuat Gladys ikut menatap langit. "Buat permintaan gih,"ucap Vano menoleh pada Gladys. Gladys mengangguk sebagai respon lalu memejamkan matanya berdoa di dalam hati.

"Udah,"jawab Gladys ketika selesai membuat permintaan.

"Lo, gak buat harapan?"tanya Gladys.

"Buat,"

"Apa?"

"Adadeh."

Gladys mengembungkan pipinya bertanda kesal membuat Vano gemas untuk mencubit dua bakpao yang menggempul di sebelahnya.

"Lo, buat permintaan apa?"tanya Vano pada Gladys.

Gladys tampak berfikir dan tersenyum ke arah Vano, "gue, berharap laki-laki dihadapan gue nyium gue saat ini,"ucap Gladys dengan senyum manis di bibirnya.

"Selalu ada cara untuk itu,"ucap Vano lalu meraih dagu Gladys untuk mendekat.

Keduanya hanyut dalam ciuman malam kala itu, langit gelap dihiasi bintang dan cahaya bulan seakan ikut mengintip kemesraan keduanya, Serta suara ombak yang menggema juga seakan ikut berperan menyoraki mereka yang tengah bahagia.

"Gua pikir, hidup gue bakalan monoton dengan warna gelap. Tetapi gue salah, tuhan seakan enggan mengisi hari-hari gue dengan warna gelap terus sehingga ia turunkan laki-laki yaitu, Vano. Sebagai pembawa warna baru dalam kehidupan gue. Gue juga berfikir, akan menyedihkan hidup berdampingan dengan seorang psikopat, tapi gue salah lagi. Karena berkat dirinya hari gue jadi berwarna dengan lembaran-lembaran bab kehidupan yang baru, sebab psikopat yang gue kenal berbeda dengan yang lainnya." -Gladys Oldionova

"Catatan hidup gue yang mulanya kosong, hampa dengan lembaran-lembaran putih bersih akan terus berputar seperti itu. Tetapi, gue salah juga. Ketika seorang gadis datang ke dalam kehidupan gue dan mencoret-coret kertas tersebut dengan warna-warna yang baru. Gadis itu, Gladys. Seseorang yang mampu mengubah diri gue dari psikopat gila, yang dulunya selalu memikirkan cara untuk membunuh justru sekarang berubah jadi psikopat aneh yang hanya memikirkan perasaan perempuan yang hadir di hidupnya." -Devano Aldebaran

"Hidup terus berputar, sama seperti pikiran manusia. Terkadang sejahat-jahatnya seseorang dalam dirinya masih tersisa hati nurani. Seseorang berubah karena sikap orang lain terhadapnya. Begitu juga 'dia' yang bisa berubah karena sikap kamu padanya." -author

~~tamat~~

ABSTRACT # [COMPLETED] [SUDAH TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang