Bagian. 4 Mengenal Kembali

13 2 2
                                    

Hallooo sahabat literasi :)
Maaf yaa baru bisa muncul lagi sekarang dan tidak jelas hehe
Tapi satu yang pasti, aku merindukan kalian. Aku rindu menulis untuk menemani waktu senggang kalian huhu.
Happy New Year ✨

...

Waktu terus berputar seumpama bianglala. Kadang terasa lambat, kadang begitu cepat. Pertemuan bukanlah suatu hal yang ambigu. Selalu ada sebab mengapa kita bertemu. Baik dengan seseorang yang baru atau pun dengan seseorang di masa lalu.

Seperti bianglala yang terus bergerak, keadaan Willy pun semakin membaik. Dia sudah tidak peduli dengan lukanya yang bahkan belum sempat kering. Dia terus melakukan segala kesibukan yang bisa dia lakukan.
Apa luka selalu bisa sembuh dengan lupa?

"Bang, gue mau magang di kantor lu yaa", ujar Willy pada Raka.

Raka tak memperdulikan ucapan Willy dan asyik menonton televisi.
Willy akhirnya menghampiri Raka, dan mematikan televisi.

"Ih apaan sih lu, ganggu aja!", teriak Raka sambil melempar bantal sofa pada Willy.

"Abis lu ga dengerin gue sih", ketus Willy.

"Hmm yaudah gimana gimana? Sini duduk deketan sama Abang", rayu Raka.

Willy pun akhirnya duduk disamping Raka dengan muka memelas.

"Bang, izinin gue magang dikantor lu yaa. 3 bulan aja. Suerr", ujar Willy sambil mengacungkan dua jari tanda peace.

"Engga. Ngapain? Ntar gue di kira KKN. Kantor Keluarga Nyed", timpal Raka.

"Please bang, gue mau cari pengalaman yang baru. Masa lu tega sih ke adek lu sendiri", ujar Willy memohon.

"Lu dipecat di kantor lu?", tanya Raka bingung.

"Engga, gue cuma mau nyari suasana baru aja. Gue mau resign sih, udah ga srek juga sama atasan gue. Please Bang Raka, jadi tukang fotokopi atau bantu-bantu juga gapapa dah gue", jelas Willy.

"Dasar bego!", celetuk Raka.

Willy hanya terdiam kesal karena kemauannya tidak dituruti oleh kakaknya.

"Eh Will, gue inget. Lu mau kerja dengan suasana yang berbeda kan yaa? Gue tau dimana tempatnya", ujar Raka sambil tersenyum aneh.

"Dimana? Serius lu yaa. Aneh-aneh gue bilangin bonyok. Awas aja lu!", ancam Willy.

"Engga lah, gilaa kali gue jual adek gue sendiri. Kalo pun iya, ga akan laku juga", timpal Raka.

"Bugh Bugh Bugh", suara hantaman Willy pada Raka.

"Iyaa ampun iyaa, becanda ya Allah. Becanda sayangggg. Will ampun, gue janji ga akan gitu lagi", teriak Raka pada Willy yang masih memukulinya dengan bantal sofa.

"Gimana?", tanya Willy ketus.

"Hmm, lu inget kan Minggu lalu gue sama Elang pergi ke cafe kesukaan kita? Nah pas waktu itu, Elang kepikiran mau bikin cafe juga di deket kantornya. Nah bulan depan, cafe nya udah mau buka. Jadi lu bisa kerja disana kalo mau", jelas Raka.

"Yang bener aja Rak, masa gue kerja sama si burung itu", celetuk Willy.

"Sembarangan lu. Mau apa engga? Gue nunggu jawabannya sekarang yaa. Kalo nanti, gue ga akan bantu lu. Jadi lu ngelamar kerja aja sendiri sono", ujar Raka kesal.

Willy tidak menerima langsung tawaran Raka. Ia berpikir keras, bahkan sangat keras. Ia benar-benar bingung. Di satu sisi, ia ingin punya pengalaman baru dan ingin resign dari kantornya itu. Tapi di sisi yang lainnya jika bertemu terus dengan seekor burung yang menjelma manusia alias Elang, hidupnya harus banyak-banyak bersabar. Karena dipertemuan pertama pun, Elang adalah makhluk dimuka bumi yang paling menyebalkan.
"Kenapa pilihan selalu menyudutkan pada hal yang bahkan tidak diharapkan sih?", pikir Willy.

"Gue tanya sekali lagi. Mau apa engga?", tanya Raka.

Willy masih diam mematung dan berkutat dengan pikirannya sendiri.

"Will...", ujar Raka.

"Iyaa mau, mauuu mauu", jawab Willy.

"Oke, nah sekarang nikmati dulu aja waktu lu ditempat kerja. Karena katanya, kadang sesuatu yang lu ga suka atau yang menyebalkan dihidup lu adalah sesuatu yang bisa lu becandain dihidup lu berikutnya", ujar Raka seolah-olah bijak.

"Sa ae sendal jepit", ujar Willy kemudian pergi ke kamar.

Sampai Detik IniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang