Bagian. 1 Lembaran Baru?

6 1 0
                                    

Ada banyak hal yang tidak dapat kita ketahui. Ada banyak hal yang tidak perlu kita ketahui. Dan ada banyak hal yang hanya cukup untuk disyukuri. Semesta memang selalu memberikan kejutan-kejutan. Toh, mungkin memang sudah tugas nya. Toh, mungkin memang sudah waktunya. Toh, mungkin memang harus kita orangnya. Hidup sudah cukup rumit, terlebih jika harus memikirkan alasan-alasan kenapa dan mengapa? Tapi yang pasti, jalani dan nikmati saja hari ini. Esok, lusa, dan seterusnya biarkan saja itu silih berganti. Jika beruntung, maka kita akan bertemu lagi. Jika tidak, mungkin kita bertemu dengan mati?

Hari ini adalah hari yang spesial bagi Willy. Kenapa? Karena hari ini adalah hari pertama dia magang di sebuah cafe. Ya, "Memoar Cafe". Sejak pagi tadi, ia sudah bersiap untuk memulai hari barunya. Baginya, hari ini adalah lembaran baru untuk dirinya. Ia terus bersenandung ria di kamar nya. Entahlah, rasanya hatinya begitu senang hari ini.

"Will, Willy, yuhuuuuu", teriak seseorang di depan kamar.

Willy membuka pintu kamarnya sambil membereskan rambut yang belum selesai. Seperti biasa, ia selalu menyepol rambutnya. Sederhana dan simpel. Itulah dia.

"Kenapaa Bang?", tanya nya.

Raka memberikan sebuah tote bag kepada Willy.

"Titip ya, kasih ke Elang", ujar Raka.

"Apaan nih?", tanya Willy sambil melihat isi tote bag.

"Jaket?", tanya nya kembali.

Willy memasang curiga kepada Raka. Ia mengekspresikan wajahnya seolah-olah isi kepalanya berpikir bahwa Raka dan Elang adalah dua sejoli yang sedang mabuk asmara. Dia sengaja mengekspresikan wajah seperti itu hanya untuk menggoda kakaknya.

"Bego", ujar Raka sambil menoyor jidat Willy.

Raka tahu bahwa adiknya ini sengaja memasang ekspresi seperti itu. Tetapi tetap saja, dia kesal.

"Itu jaketnya dia, kemarin pas main ke rumah ketinggalan. Makanya gue titipin sama lu", jelas Raka.

"Ooohhhhhhhhhhh", balas Willy dengan 'oh' yang panjang.

"Kasih ke Elang loh, bukan dijual", ujar Raka sambil pergi.

"Ga. Gue bakar dijalanan", saut Willy.

Setelah semuanya beres, Willy langsung berangkat ke tempat kerjanya. Di sepanjang perjalanan, guratan senyuman nya tidak pernah pudar. Wajah bahagia nya seperti seorang anak kecil yang akan pergi ke taman bermain.

Dua puluh menit, ia sampai di seberang jalan cafe itu. Setelah membayar angkot yang dia tumpangi, dia siap-siap untuk menyebrang.

Dari tempat parkir "Memoar Cafe" tampak seorang lelaki tengah memperhatikan Willy. Didepan mobilnya, ia berdiri dan bersandar sambil menyilangkan kedua lengan di dadanya. Bibirnya terus-terusan tersenyum seolah melihat sesuatu yang menggelitik perutnya. Lelaki itu adalah Sang pemilik cafe, ya, dia Elang.

"Happy banget neng", tanya Elang pada Willy.

Willy kaget dengan sapaan Elang. Tetapi, dia buru-buru mengubah lagi ekspresi wajahnya.

"Selamat pagi, Pak Elang", sapanya dengan penuh hormat.

"Tumben, ga nge-gas", timpal Elang.

Willy sudah yakin dengan jawaban Elang, karena dimata Willy Elang selalu menyebalkan. Tetapi, karena ini hari spesial baginya. Maka ia berusaha menahan amarahnya dan mencoba mengalihkan topik pembicaraan.

"Ahh, ini ada titipan dari Raka", ujarnya sambil memberikan tote bag.

Awalnya Elang heran, tapi setelah dia melihat isi tote bag tersebut ia ingat bahwa jaketnya kemarin tertinggal di rumah Raka.

Dan Willy pergi setelah memberikan tote bag, tanpa menunggu respon Elang.

Saat Elang hendak ingin mengucapkan terimakasih, ternyata Willy sudah pergi meninggalkan nya.

"Ckck, cewek aneh", ujar nya sambil tersenyum.

Elang kemudian masuk ke dalam cafe menyusul Willy. Ia terlihat sangat rapi pagi ini.  Baju kemeja berwarna hitam dengan lengan yang sengaja digulung sepanjang siku, celana jeans panjang warna hitam. Kemudian dipadukan dengan sepatu sneaker berwarna hitam. Ya, entah kenapa di hari yang spesial ini Sang pemilik cafe malah menggunakan setelan serba hitam. Tetapi, karena Elang yang memakainya. Dia tetap terlihat tampan dan keren.

"Selamat pagi", sapa Elang pada semua karyawan nya.

"Selamat pagi, Pak", sahut karyawan Elang bersamaan.

"Oke, karena ini hari pertama kita. Jadi saya harap kita semua bersemangat dalam mengawali hari ini. Tetap tenang, dan yaa fighting!", ujar Elang memberikan asupan pagi hari sebagai pemilik cafe itu.

"Yeeeee, prokk prokk prokk", suara semangat para karyawan.

Semua karyawan kembali ke tempat kerjanya masing-masing.

"Dreettt... Dreettt... Dreettt", handphone Elang bergetar.

"Selamat pagi Pak, saya ingin menginfokan bahwa meeting untuk hari ini dimajukan", ujar seseorang di seberang telpon.

"Jam berapa Nis?", tanya Elang.

"Jam 09.00, Pak", jawab Nisa.

"Oke, saya ke kantor sekarang", ujar Elang sambil menutup telpon nya.

Elang melihat jam di tangannya. Jam menunjukkan pukul 08.15 a.m. Masih banyak waktu untuk berangkat ke kantornya. Hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit dari cafe untuk sampai ke kantornya. Itu kenapa Elang memilih mendirikan cafe nya disana? Ya, karena agar tidak terlalu jauh dengan kantornya. Ia mengamati sekitar, karyawan nya tengah sibuk mempersiapkan segalanya. Ia tersenyum, hatinya sangat bahagia. Salah satu impian nya kini tengah terwujud. Cafe ini adalah tempat yang sangat ia nantikan.

Sampai Detik IniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang