Bagian. 6 Mengenal Kembali

8 1 1
                                    

Raka terlihat cengar-cengir tak karuan ketika melihat Elang dan Willy menghampirinya. Di dalam hatinya ia bersorak menang sebab rencananya berhasil.

"Kemana aja lu?", tanya Willy kesal sembari memukul lengan Raka.

"Kejebak macet tadi, temen-temen gue juga lama", jawab Raka berdalih.

"Kalian juga kemana? Gue nyariin dibawah kagak ada siapa-siapa", tanyanya.

"Tadi keliling café, gue jelasin setiap sudut ke calon pegawai gue. Kayaknya dia pikun di usia muda, gampang lupa", jelas Elang.

"Yang dia maksud gue?", tanya Willy pada diri sendiri.

Raka dan Elang hanya tertawa sambil pergi ke lantai bawah. Willy mengikuti mereka dari belakang sambil ngedumel.

"Baru aja gue salut sama penjelasan dia, eh emang dasar udah nyebelin dari sono nya kali. Elang Elang lu jadi burung aja daripada jadi manusia!", ketusnya dalam hati.

Semenjak perbincangan itu dimulai, Willy banyak terdiam. Setiap pertanyaan yang dilontarkan padanya hanya ia jawab sekenanya. Bahkan ketika Raka melontarkan lelucon pun, ia hanya menanggapinya dengan senyuman ala kadarnya. Perbincangan itu seolah hanya di isi oleh dua manusia dan satu makhluk halus, tak terlihat juga tak terdengar.

"Adek lu diem mulu Rak", tanya Elang sekenanya.

Karena merasa dirinya yang dibicarakan, Willy pun sontak bangun dari dunianya.

"Ehh....gue gapapa. Gue disini jadi pendengar. Lanjutin aja obrolan masa kecil nya", ujar Willy.

Elang dan Raka beradu pandang kebingungan melihat perilaku Willy.

"Ngomong-ngomong masa kecil nih yaa, lu udah inget belum sama dia?", tanya Raka sembari menunjuk Elang dengan ekor matanya.

Willy terdiam sesaat, dia hanya berpikir kenapa hari ini pertanyaan mengenai Elang selalu datang kepada dirinya.

"Emm.ga tau Bang. Gue ga inget sama sekali", jawab Willy.

Elang hanya menggeleng-gelengkan kepala pertanda tak habis pikir dengan Willy.

"Hmm...bentar, bro foto kita bertiga yang di taman kanak-kanak masih ada ga?", tanya Raka pada Elang.

Elang berdiri dan beranjak ke sebelah meja di belakang mereka tanpa menjawab pertanyaan Raka. Ia membawa bingkai foto kecil yang nampaknya di simpan diatas meja itu. Tanpa bicara dia memberikan bingkai foto itu pada Willy. Potret itu membuat ia terperangah.

Di dalam potret itu terdapat tiga anak kecil, dua laki-laki dan satu perempuan. Anak perempuan sedang memegang permen kapas sambil digendong. Sedangkan anak laki-laki satunya merentangkan kedua tangan disamping badan anak perempuan itu. Terlihat seperti menjaga anak perempuan yang sedang digendong temannya. Ketiga anak kecil itu terlihat sangat bahagia.

Willy mengenali dua anak kecil yang ada didalam potret itu. Anak perempuan itu adalah dirinya. Dirinya yang berusia sekitar 3 tahun. Dan anak laki-laki yang merentangkan tangan disampingnya itu adalah Raka, kakak kandungnya. Lalu, siapa anak laki-laki yang menggendong dirinya ini?

"Apa ini Elang?", tanya nya dalam hati sambil menunjuk potret anak kecil itu.

"Iyaa, itu gue", jawab Elang spontan seolah tahu isi pikiran Willy.

Willy menatap Raka seolah mencari pembenaran dari jawaban Elang. Dan tatapan Raka sudah meyakinkan bahwa jawaban Elang adalah benar.

Willy mencoba mengingat lagi masa kecilnya. Menerobos ruang waktu untuk sampai ke masa lalunya. Beberapa cuplikan kenangan masa kecil muncul dipikirannya. Permen kapas, anak laki-laki itu, canda tawa, darah dan tangisan? Willy terdiam, kepalanya sedikit pusing mengingat masa kecilnya itu.

"Bang", ujarnya pada Raka.

"Iyaa", jawab nya.

"Dia ini Elang yang dulu nangis kejer pas liat gue jatoh dari gendongannya? Dan potret ini di ambil sama Om Bian kan? Papanya dia?", tanya nya lagi.

Elang dan Raka hanya tertawa mendengar pertanyaan Willy. Sepertinya jawaban Willy tepat pada sasaran. Willy juga ikut tertawa menertawakan dirinya. Nampaknya, jauh sekali masa kecil itu didalam ingatannya sehingga ia tak ingat dengan Elang.

"Kemana aja woii", ujar Elang sambil mengacak-acak rambut Willy.

"Wahh...ternyata cowo cengeng itu ada di depan gue sekarang", jawab Willy mengejek Elang.

"Lama tak bertemu wahai anak manja permen kapas", ujar Elang sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman.

"Yaa, lama tak berjumpa anak cengeng", jawab Willy sambil menyambut uluran tangan Elang.

"Dulu gue nangis karena takut lu kenapa-kenapa. Darah di lutut lu kan banyak banget waktu itu. Lagian udah berat, ga bisa diem lagi lu, yaa jatoh kan jadinya", jelasnya.

"Yee...lu aja yang lemah", ujar Willy.

"Nah, sekarang lu pada silahkan ribut dah. Gue diem jadi juru tulis", timpal Raka membuyarkan suasana.

Willy dan Elang pun spontan melemparkan bantal-bantal yang ada dikursi ke wajah Raka. Mereka terlihat bahagia seperti ketiga anak kecil dalam potret itu.

Potret itu diambil ketika keluarga mereka sedang berlibur bersama. Saat berusia 3 tahun Willy adalah anak kecil yang menggemaskan dengan badan dan pipi gembulnya. Sedangkan Elang dan Raka adalah anak kecil bertubuh tinggi dan kerempeng. Ketika Willy menangis maka Elang atau Raka akan menghiburnya dengan membelikan gumpalan permen kapas. Kemudian salah satu dari mereka akan menggendongnya seolah-olah Willy adalah seorang putri yang menunggangi Unicorn-nya. Karena Raka baru sembuh dari sakitnya, maka Elang terpaksa kebagian jatah menggendong Willy. Dan Raka bertugas untuk menangkap Willy jikalau ia terjatuh nanti. Tingkah laku ketiga anak kecil itu diabadikan oleh ayahnya Elang.

Setelah beberapa detik potret itu diambil, Willy dan Elang tersungkur mencium tanah. Kedua telapak tangan Elang sedikit tergores. Sedangkan Willy, lututnya terkena batu yang entah sejak kapan ada ditempat itu. Hal itu mengakibatkan luka yang cukup parah. Mungkin itu sebabnya, ketika Willy mencoba mengingat masa kecil nya bersama Elang yang terlintas dalam ingatannya juga ada darah dan tangisan. Mungkin karena itu pula Willy tidak langsung mengingatnya. Willy memang orang yang memilih mengubur kenangan menyedihkan, menyakitkan, dan pahit di dalam hidupnya.

Sampai Detik IniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang