Bagian. 5 Awal

20 4 0
                                    

Malam ini nampaknya begitu cerah. Bintang-bintang seakan menampakkan sinarnya dari kejauhan. Kedua saudara itu tengah bersiap dikamarnya masing-masing. Raka dengan setelan kaos hitam polos dan kemeja kotak berwarna cream dipadukan dengan jeans hitam dan sepatu sneaker putih kesukaannya. Sedangkan Willy dengan sweater rajut oversize berwarna abu tua dipadukan dengan celana jeans hitam dan sneaker abu, tak lupa tambahan sling bag imut berwarna hitam kesukaannya itu. Setelah menyelesaikan riasan natural diwajahnya, Willy tak lupa menyepol rambutnya, dan membiarkan rambut pendek didekat telinganya terurai sembarangan.

“Sempurna”, ucapnya sumringah menatap cermin.

Willy termasuk tipe orang yang tidak mau ribet. Willy lebih menyukai tampilan yang simple dan natural. Make-up sehari-harinya hanyalah bedak, liptint, maskara dan polesan blush on yang samar-samar. Karena kebiasaanya itu juga, Raka yang sudah mengenalnya sejak 21 tahun tidak perlu menunggu lama jika hangout bersama Willy.

Setelah berpamitan kepada kedua orangtuanya, mereka pun memutuskan untuk pergi ke Mall X yang tidak begitu jauh dari rumah. Sesampainya di parkiran mall.

“Kita mau makan dulu apa nonton?”, tanya Raka.

“Nonton dulu aja, ini masih jam 18.30”, jawab Willy.

Mereka memutuskan untuk menonton film bergenre action yang belum mereka tonton. Sebenarnya sejak memutuskan pergi ke tempat itu saja, mereka tidak tahu akan menonton film apa? Raka membeli tiket dan popcorn, tak lupa minuman soda yang wajib ada kalo nonton bareng Willy. Menunggu beberapa menit, akhirnya mereka masuk ke dalam teater sesuai film yang mereka pilih.

Setelah dua jam duduk menonton film. Mereka pergi untuk makan disebuah café yang berada diatap gedung mall ini. Café itu tempatnya terbuka sehingga bisa menikmati pemandangan langit malam sambil manyantap makanan.

“Lu mau makan apa?”, tanya Willy.

“Makanan kesukaan kita aja gimana?”, jawab Raka.

“Oke Deal”, sahut Willy yang kemudian mendatangi meja pemesanan.

20 menit kemudian makanan datang. Mereka langsung menikmatinya.

Setelah selesai makan mereka tidak langsung pulang. Jam menunjukkan pukul 21.03 p.m, mereka pun berbincang-bincang.

“Wah langitnya bagus banget Will. Lu suka banget kan sama langit dan awan”, ucap Raka sambil merebahkan dirinya di kursi dan menatap langit.

“Hmmm”, jawab Willy singkat sambil mengaduk-ngaduk minumannya.

“Kenapa? Sekarang gara-gara masa lalu kesukaan dan kebiasaan lu dari kecil jadi ilang?”, timpal Raka.

“Engga ko, gue cuma ga mood aja liat ke atas”, jawab Willy.

“Lu kira gue tinggal serumah selama 21 tahun bareng lu, gue ga kenal lu apa?,” ujar Raka kesal.

“Bukan gitu Bang, udah lah gue gamau bahas kayak gitu”, jawab Willy malas.

“Gue tahu lu masih kecewa, patah hati, sedih, dan apalah yang lu rasain pokoknya. Please Will, jangan cuma gara-gara cinta atau kenangan buruk lu di masa lalu, lu jadi ga bisa nikmatin kebiasaan lu. Kalo pun lu benci orangnya, lu ga harus benci kenangan manis lu juga kan? Lu pernah bilang ke gue, kalo liat langit sama awan bisa bikin perasaan lu tenang. Apa sekarang itu semua ga berhasil?”, ucap Raka panjang lebar.

Willy terdiam, perkataan kakaknya benar. Tidak seharusnya ia juga berhenti menyukai obat penenang nya itu. Obat penenang yang disiapkan semesta untuk dirinya. Tidak seharusnya ia melupakan segala kenangan manis karena satu kenangan buruk dalam hidupnya. Tapi hatinya begitu sesak. Baginya sekarang langit dan awan seperti sebuah layar di bioskop yang memutar kenangan menyakitkan bersama orang yang dia sayang kala itu.

“Obat lama-kelamaan juga bisa jadi racun kan”, jawab Wily tegas.

“Lu cuma belum berdamai aja sama diri lu sendiri. Coba lagi ya Will, please”, ucap Raka meyakinkan.

“Iya gue coba, Thanks abang gue yang katanya paling ganteng tapi bo’ong haha”, jawab Willy sembari mengejek Raka.

Raka pun tertawa mendengar ejekan Willy.

Terkadang pura-pura baik-baik saja agar orang-orang yang menyayangimu tidak merasa khawatir itu lebih baik. Daripada membuat satu keresahan dihati dan pikiran mereka yang bahkan tidak kita tahu ada berapa juta keresahan lain dalam pikiran nya.

Sampai Detik IniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang