13. Truth

113 52 12
                                    

Vian makin mendekatkan wajahnya mengikis jarak diantara mereka.

*****

Ara memalingkan wajah, "Lo--lo tadi ngomong apa ?"

Situasi menjadi canggung, Vian tertolak. Ara pasti merasa tidak nyaman sekarang.

"Lupakan," Vian menatap ke arah lain.

"Sial otak mesum !!! lo tadi mau ngapain heuh ?" umpat Vian dalam hati.

"Ka-kalau gitu gue pergi," Ara mengalungkan kembali tasnya berdiri gelagapan meninggalkan Vian.

"Sial ! Vian bodoh !" ia menampar pipinya sendiri.

"Bagaimana bisa lo ngelakuin hal bodoh kek gitu didepan Ara, bodoh ! Bodoh !" Vian terus mengumpat sambil menjambak - jambak rambutnya frustasi.

"Dia kelihatan manis banget, gue gak kuat."

Kedua telinganya memerah.

.

.

.

Bisa lo dengerin gue, sekali aja.

Perkataan dan ekspresi wajah Vian tadi begitu terngiang di otak dan kedua telinga Ara.

"Aishh jebal, pergilah pergilah," monolog Ara memukuli kepalanya.

"Nona Choi ada masalah ? Jika kau tidak ingin mengikuti kelasku kau bisa keluar sekarang," tegas Profesor Min Joo yang melihat Ara tidak fokus mendengarkannya.

"Andwae, cheosonghamnida Gyosunim."

.

.

.

.

.

Semenjak kejadian tempo lalu, situasi makin absurd. Ara yang biasanya menempel pada Vian sekarang memilih menghindarinya baik dikantin, taman, kelas , bahkan ditempat biasa mereka berkumpul. Tiap Vian mencarinya Ara gak pernah ada, Vian merasa dihindari.

"Gue harus minta maaf sama dia."

.

.

.

"Banana milk, dua kotak tisu oke dah semua," Vian mengecek belanjaan yang dibeli dari 7eleven dekat taman Hangang, sekitar pukul tiga sore

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Banana milk, dua kotak tisu oke dah semua," Vian mengecek belanjaan yang dibeli dari 7eleven dekat taman Hangang, sekitar pukul tiga sore. Ia juga baru selesai belanja beberapa sayuran di pasar terdekat.

"Ara ? ngapain dia disana ?" Vian menyipitkan mata memastikan apa benar cewek yang duduk di dekat sungai itu Ara.

"Benar itu dia, gue harus minta maaf sekarang," baru saja Vian hendak menghampirinya ada cowok berbadan lebih tinggi datang merangkul bahunya dari belakang.

Vian terdiam.

"Eoh ? dia siapa ?" tatap Vian walau ia mengenakan masker terlihat jelas kekesalan dari sorot matanya, kantong plastik saja ia remas kuat - kuat.
.

I'm Not You II KTH [END]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang