14 • call me

205 40 8
                                    

"Nomor Hyunjin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nomor Hyunjin.... ah! Ini dia!"

Jeongin sudah pasti. Ia akan menelpon Hyunjin. Ia akan menanyakan apa yang salah. Ia akan mendapatkan closure yang dia butuh, bahkan jika ini adalah hal paling terakhir yang ia lakukan.

Tenang, ini bukan chapter terakhir. Itu bukan foreshadowing.

Namun, tetap saja ia takut. Kalau Hyunjin ketus dengannya gimana ya? Hyunjin emang bakal angkat? Ah, tiba-tiba ia pesimis lagi.

Tidak! Dia harus lakukan ini. Sudah, tak boleh sakit lagi. Jika ibu dan ayahnya melihatnya seperti ini, mereka akan sedih juga. Felix apalagi, pasti akan menghajar Hyunjin untuknya. Apapun alasannya, Jeongin harus menerimanya. Ia tak boleh terus bergantung pada manusia itu.

Jadi, pada akhirnya, ia menelpon Hyunjin.

Jeongin hanya memiliki satu permintaan untuk ini. Ia mohon, kepada siapapun itu, semoga ini berjalan baik.

Deringan hanya terjadi dua kali, setelah itu langsung diangkat.

Eh, diangkat-?

"Halo?"

Langsung saja kata itu keluar dari mulutnya. Ia tak percaya Hyunjin langsung mengangkatnya, ini bukan mimpi kan-?

"M-manis? I-ini kamu?"

Hening.

Ini Hyunjin, ini suaranya Hyunjin. Hyunjin mengangkat telponnya.

"Ini Jeongin, Hyun."

Kegembiraan. Itulah yang dirasakan Jeongin. Hyunjin mengangkat telponnya, untungnya. Ia pun masih menggunakan manis untuk memanggilnya. Jeongin masih peri manisnya Hyunjin, Hyunjin masih belum meninggalkannya.

"Ada apa, manis?"

"Gak apa apa kok....Jeongin rindu Hyunjin aja.... Hyunjin kapan kesini lagi?"

Haruskah ia menanyakan itu? Bagaimana kalau Hyunjin berkata dia tak akan pernah datang ke hutan lagi? Ia suka Hyunjin, ia tak mau pemuda itu meninggalkannya. Jeongin tak siap untuk itu, tapi ia harus siap untuk apapun.

"Besok, ya? Aku akan kesitu."

Jeongin bersenandung. Hatinya senang, ia akan ketemu Hyunjin besok!

"Mmm, ya. Rumah Jeongin ya?" Entah kenapa, ia memikirkan Hyunjin mengangguk kepalanya. Memang Jeongin tak dapat melihatnya, tapi Jeongin berpikir Hyunjin pasti melakukan itu sekarang. "Jeongin gak gangguin, kan? Maaf kalau Jeongin ganggu- Jeongin rindu Hyunjin bangetan."

"Tidak kok, manis. Kamu gak gangguin sama sekali. Kamu... kamu marah sama aku gak?"

Hening lagi.

Jeongin mencoba untuk mencari kata-kata yang dapat ia gunakan tanpa berbohong. Marah memang tidak. Tapi kecewa? Sedih? Putus asa? Semua itu, ia rasakan selama Hyunjin pergi.

fairy • hyunin / hyunjeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang