Ep 12 - Hilang

35 12 2
                                    

"Cuy," tegur Sheza ketika panggilannya dengan Arlene terhubung.


"Oiy?"

"Lu weekend ngapain?"

"Hm? Di rumah aja."

"Jalan yu! Gue mau jalan sama Rafi nih, lo ajak Zen."

"Lo jalan sama Rafi? Pacar lo kemana?"

"Ada kok, dia tau gue mau jalan ama Rafi, tadi udah gue ajakin, dia ga bisa katanya udah ada janji sama temen nya."

"Ooh."

"Ya udah, lo jadi ga?"

"Bentar gue liat Zen dulu lagi ngapain."

"Oke, nanti kabarin ya!" Dan setelah itu panggilan keduanya pun terputus.

Arlene beranjak dari sofa sembari membersihkan makanan ringan yang berserakan di atas meja. Tadi setelah sarapan Zenan langsung pamit ke kamar, sementara Arlene menetap di ruang tv sembari mengunyah.

Selesai bebenah, Arlene langsung menghampiri Zenan di kamarnya. Undakan demi undakan tangga Arlene pijak, ia rapihkan kaosnya yang sedikit berantakan sehabis rebahan di sofa. Tiba di depan pintu kamar Zenan, ia menarik napas mencoba menenangkan detak jantungnya yang berpacu tidak normal.

Karena sikap Zenan yang selama ini bila menghampiri kamar Arlene selalu mengetuk pintu terlebih dahulu, Arlene pun mengikuti, ia rasa kakaknya sangat menghargai privasinya, maka ia pun harus bersikap seperti itu juga kepada Zenan.

Tiga kali Arlene mengetuk pintu tapi tidak ada sahutan dari dalam. Ia ketuk lagi sambil menyerukan nama Zenan. Tetap tidak ada sahutan, alhasil ia ketuk pelan sembari meminta izin membuka pintu yang tentunya tidak di dengar siapa pun kecuali dirinya.

Arlene mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar Zenan, kemudian ia berdecak kagum. Kamar Zenan sangat tertata rapih dan wangi, tentunya juga bersih. Ia sampai tidak sadar malah membandingkan kamar Zenan dengan kamar milik Rafi, tentu perbandingannya jauh. Jika Sheza dan Arlene sedang berkunjung ke rumah pria tersebut, mereka harus membersihkan kamar sang pemilik rumah terlebih dahulu agar terdapat tempat untuk duduk. Kamar Rafi padat dengan buku, dan ia membiarkan buku bukunya berserakan di dalam kamarnya.

Kembali ke Arlene, ia masih mencari dimana keberadaan Zenan. Ia hampiri kamar mandi dan hasilnya kosong, ketika Arlene menoleh ke arah balkon di sana lah Zenan, dengan ponsel yang berada di depan wajahnya dihiasi senyum yang membuat ketampanannya bertambah.

Untuk sesaat Arlene terpaku di tempat, hingga suara tawa Zenan menyadarkannya. Arlene berjalan mendekat diiringi senyum, ia berharap Zenan hari ini tidak memiliki jadwal khusus. Ketika tiba di depan pintu yang memisahkan antara kamar dengan balkon, barulah terlihat apa yang sedang Zenan lakukan, ia sedang melakukan video call dengan seorang perempuan.

Arlene melihat jelas penampakan perempuan tersebut, seketika dadanya kembang kempis dan pernapasannya berantakan. Arlene tidak berniat untuk menguping apa yang dua orang itu bicarakan, tapi keberadaan jendela yang terbuka di samping pintu membuatnya bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan.

"Bilangin Mama, Zen sayang Mama."

"Aku?"

"Hahaha, kamu perlu aku ungkapin juga?"

"Iyalah! Masa Mama doang."

"Okay, Zen sayang Gatha. Cepet sembuh ya."

"Siap, Bye Zen!"

Arlene mendengar itu, buru buru ia berjalan keluar pergi dari kamar Zenan. Tiba di kamarnya ia jatuhkan tubuhnya di atas kasur. Arlene berusaha agar air mata yang menggenang tidak terjatuh, ia taruh lengannya menutupi wajah lalu menghela napas panjang.

•°•°•

"Arlene gimana?" tanya Rafi sembari merapihkan tatanan rambutnya ketika lampu merah memberhentikan mobil mereka.

Sheza menghela napas kasar. "Ga ada kabar, kita jalan ke rumahnya aja." Langsung saja Rafi memutar balik arah menuju rumah Arlene. Sepanjang jalan Sheza nampak gelisah, terlihat dari cara duduknya yang tidak tenang. Rafi yang mulai jengah melihat kegelisahan Sheza pun berdecak kesal. "Santai Za, Arlene ga bakal diculik."

"Tapi telpon gue ga diangkat, Fi."

"Mungkin dia lagi siap siap, nih bentar lagi nyampe." Dan benar saja, tidak sampai 5 menit kendaraan yang mereka tumpangi sudah terparkir rapih di halaman Rumah Arlene. Setelah menekan bel beberapa kali, akhirnya pintu terbuka, tapi sayangnya bukan Arlene yang muncul.

"Eh kalian," sapa Zenan sembari membuka pintu lebih lebar.

"Yoi, Arlene ada bro?" tanya Rafi lalu melangkah masuk di iringi Sheza ketika Zenan menyuruh keduanya masuk lewat tatapan mata.

"Ada kayaknya, duduk dulu gue panggilin bentar."

Sembari menunggu, Rafi mulai sibuk dengan ponselnya. Sementara Sheza masih merasa tidak tenang, ia sendiri pun bingung ada apa dengannya.

"Arlene ga ada," sahut Zenan sambil tergesa menuruni anak tangga, lalu ia berlari menuju pintu rumah. Sheza langsung bangkit dari duduknya, ia menyambar lengan Rafi dan menyusul Zenan yang berada di depan rumah.

"Dia ga bilang mau kemana sama lo emang?"

"Kalo gue tau, gue ga akan panik."

"Lo mau kemana?" tanya Rafi menghadang Zenan yang akan menaiki motornya.

"Cari Arlene lah!" bentak Zenan marah.

"Mau nyari kemana bego?!"

"Kemana aja, gue ga bisa cuman duduk diem nunggu dia pulang!" Rafi menghela napas gusar, ia menyugar rambutnya ke belakang lalu mencengkramnya di ujung.

"Lo cari dari arah Jalan Baba Ali, gue sama Sheza ke Jalan Remaja." Zenan menganguk, segera ia memakai helm dan mulai melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah.

Disusul Rafi dan Sheza yang berlari menuju mobil mereka. Sheza masih mencoba menghubungi Arlene, tapi tetap saja panggilannya tak kunjung terhubung.

"Lo liat kiri kanan, Za, kali ada Arlene." Sheza mengangguk mengiyakan. Ia berusaha memperhatikan orang dan kendaraan yang berlalu lalang sepanjang jalan, dan terus berdoa semoga tidak terjadi apa apa dengan Arlene.






23/01/21

ZENARLENE (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang