Arlene bersidekap dada menatap heran kepada cowok yang sekarang sedang bermain ponsel di depannya.
Tiba tiba saja Athalla duduk di hadapannya, Arlene memang masih berada di kafe ini sejak tadi, jadi tidak perlu menanyakan dari mana Athalla menemukannya. Tapi yang dilakukan cowok itu hanya bermain ponsel seolah tidak ada yang perlu dijelaskan mengapa ia duduk disini.
Ntah hilang kemana sifat cueknya itu, Arlene benar benar heran dengan keberadaan Athalla sekarang. Ingin bertanya tapi gengsi, diam pun ia penasaran setengah mampus.
Arlene pergi kesini dengan tujuan ingin menenangkan pikirannya seorang diri, tapi kehadiran Athalla justru malah menambah beban pikirannya saja. Ia bersiap siap hendak bangkit dari duduknya, tapi Athalla mendongak mencuri perhatiannya agar menoleh ke arah cowok itu.
"Apa?" tanya Arlene pada akhirnya.
"Mau pulang?" Arlene menatap Athalla bingung, tapi tak kunjung ia tetap mengangguk.
"Gue anter," sambar Athalla lalu berjalan menuju kasir, setelah membayar seluruh pesanan mereka ia berjalan duluan keluar dari kafe meninggalkan Arlene yang kebingungan.
Arlene tidak menuruti ajakan Athalla, setelah keluar dari kafe ia langsung memberhentikan taksi yang kebetulan sedang lewat. Hampir saja Arlene masuk ke dalam taksi jika tangannya tidak di tahan oleh Athalla.
"Gue bilang gue anter."
"Gue ga mau." Athalla tidak mengucapkan apa apa lagi kepada Arlene. Ia langsung menutup pintu taksi setelah meminta maaf kepada sopirnya, lalu menuntun Arlene ke arah mobilnya.
Arlene menatap punggung Athalla jengah, ia sedang malas berdebat, jadi sekarang ia ikuti saja apa mau cowok itu. Belum sampai dimana mobil Athalla terparkir, tiba tiba saja cowok itu jatuh tersungkur karena pukulan seseorang.
Sontak Arlene mendongak dan terkejut mendapati keberadaan Zenan di hadapannya, dengan keadaan yang kacau.
Tanpa berkata apa apa Zenan langsung menarik lengan Arlene kasar hingga cewek itu berjalan terseok seok. Athalla yang melihat itu lantas berdiri lalu berlari berusaha menggapai lengan Arlene. Dan kini banyak mata yang mencuri curi pandang ke arah mereka, bahkan ada yang menatap secara terang terangan.
"Lepas," desis Zenan.
"Ga," jawab Athalla menatap Zenan tajam, ia masih tidak terima dengan sikap Zenan yang tadi memukulnya tanpa alasan.
Arlene yang melihat keadaan, paham bahwa tidak akan ada yang mengalah diantara keduanya. Lantas ia menyentakkan tangannya dari kedua cowok yang masih saling menatap sengit serta memancarkan aura permusuhan.
"Apa?" tanya Arlene menatap Athalla.
"Gue ga terima tiba tiba dipukul sama dia!" Arlene mengalihkan pandangannya pada Zenan, lalu ia menatap cowok itu dengan tatapan meminta jawaban.
Zenan berusaha mengatur napasnya yang memburu. "Dia narik narik kamu Arlene, aku liat dari tadi." Athalla berdecak kesal, alasan macam apa itu.
"Kalo gue narik dia emang kenapa? Arlene nya juga diem."
"Lo maksa Arlene," geram Zenan.
Baru saja Athalla ingin membalas ucapan Zenan, Arlene sudah memotongnya lebih dulu.
"Stop, gue minta maaf," tutur Arlene menatap Athalla, "dan sekarang ayo kita pulang," ajaknya kepada Zenan lalu berjalan mengaitkan jarinya dengan jari cowok itu.
Sementara di belakang mereka Athalla menggeram marah.
•°•°•
Hening, baik Arlene maupun Zenan tidak ada diantara mereka yang mencoba membuka suara. Dan Arlene tahu bahwa Zenan masih marah, terlihat dari tangannya yang masih mencengkram gas motor dengan kuat tidak melonggar sama sekali.
Kini motor cowok itu telah memasuki pekarangan rumah, setelah Zenan turun dari motornya Arlene langsung menyambar lengannya.
"Kamu kenapa?" Arlene tidak berpura pura, tapi ia benar benar tidak paham ada apa dengan Zenan.
Zenan menghela napas kasar, lalu melepaskan tangan Arlene dari lengannya dan berjalan meninggalkan cewek itu di depan rumah tanpa penjelasan.
Arlene menghampiri Zenan yang sedang berada di ruang tamu, hening sekali keadaan rumah itu sampai sampai telinga Arlene sakit.
"Zen," tegur Arlene, tapi Zenan tetap diam dengan keadaan bersandar dan tangan yang menutupi matanya. Arlene naikkan dan lipat kakinya ke atas sofa, lalu ia hadapkan badannya ke arah cowok itu.
"Zenan," jangan harap Arlene akan mengatakannya dengan nada memohon yang terkesan manja, nadanya sungguh datar, dan Arlene tidak akan memanggil siapapun menggunakan nada menjijikan itu.
Mungkin jika ia tidak kesal dengan Zenan ia akan bersabar. Tapi sekarang keadaannya berbeda, rasa kesalnya saat mengingat siapa yang tadi pagi berteleponan dengan Zenan membuatnya jengah.
Arlene mengambil ancang ancang untuk turun dari sofa, sebelum tangan cowok itu menahan bahunya dan menariknya kedalam dekapannya.
"Sebentar aja," bisik Zenan. Tidak tahukah ia, jika Arlene sedang berusaha menenangkan detak jantungnya yang berusaha keluar dari tempat seharusnya.
Tubuh Arlene menegang kaku saat ia merasakan Zenan mencium pucuk kepalanya. Lalu cowo itu menaruh dagunya diatas kepala Arlene.
"Kamu kenapa ga bilang mau keluar?" akhirnya Zenan mulai berbicara. Tapi sekarang Arlene bingung, jawaban apa yang harus ia lontarkan.
"Arlene."
"Aku bosen."
"Aku bukan nanya alasan kamu keluar, kenapa kamu ga bilang kalau mau keluar, setidaknya jangan buat aku khawatir, ka—"
"Kamu khawatir?" potong Arlene, lalu menjauhkan badan Zenan darinya dan menatap manik lelaki itu.
"Aku ga akan cari kamu kalau ga khawatir, Arlene," jawab Zenan menggeram marah.
"Kenapa kamu khawatir?" Zenan menatap Arlene tidak percaya, apa Arlene bodoh sehingga menanyakan pertanyaan aneh tersebut.
"Karena kamu adik aku, Arlene!" jawab Zenan sedikit menaikkan suaranya.
Arlene bergeming di tempatnya, ia menatap sayu sosok di hadapannya ini.
Adik haha.
Tiba tiba Arlene menarik tubuh Zenan agar mendekat ke arahnya, lalu ia mendekap tubuh tersebut.
"Begini sampe aku tidur."
Udah 2 bulan ga up ternyata ╥_╥, sorry.
Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan 1442 H bagi yang menjalankan, semoga amal ibadah kita semua diterima dibulan penuh berkah ini, aamiin🌙
KAMU SEDANG MEMBACA
ZENARLENE (On Going)
Teen Fiction🚫Siscom Area🚫 CERITA INI HANYA FIKSI❗ _________________________________________________ Mencintai kakak kandung sendiri?? Ia tahu ini salah, tapi bukan kehendaknya menentukan kepada siapa ia akan mencintai. Ini bukan kisah remaja kasmaran yang ha...