TYPO TANDAIN YAA❗❗
happy reading!!
.
.
.
.
.
."Zen mana?"
Semua hening, saling lirik dan senggol lengan.
Arlene mengedarkan pandangannya menyapu seisi kelas bersih. Pandangannya jatuh kepada kursi yang terdapat tas berwarna biru tua tetapi tidak ada pemiliknya disana, itu tas Zenan.
Diliriknya sebelah bangku tersebut, terdapat Athalla yang sedang menopang dagu di telapak tangan dan menghadap ke arah luar jendela dengan earphone yang di sumpal di kedua telinganya.
Arlene melangkah lebar mendekati si pria yang tidak sadar akan kehadirannya.
Arlene tarik paksa earphone tersebut, tetapi si empunya tidak juga menoleh. Baru saja Arlene hendak bersuara, tetapi suara berat pria didepannya ini menghentikan mulutnya.
"Liat ke luar jendela," ucapnya datar.
Arlene mengernyitkan dahinya, tapi ia turuti juga permintaan pria ini, ia jinjit agar dapat melihat lebih jelas apa yang terdapat di luar sana.
Itu Zenan. Sedang melamun di deretan tribun, tidak ada siapa siapa disana, apa yang ia lakukan disana pikir Arlene.
Buru buru Arlene melangkah ke luar kelas, ketika sampai di pintu ia bertabrakan dengan seseorang, ia tidak peduli menonggak pun tidak, lalu kembali berjalan dengan sedikit menyingkir. Tetapi tangannya sudah lebih dulu ditahan oleh orang yang tadi di tabraknya.
Arlene tolehkan kepalanya kebelakang, ternyata Rafi. Ia naikkan sebelah alisnya bermaksud menanyakan maksud Rafi menghentikan langkahnya.
"Zenan tau...." ucap Rafi menggantung.
"Perasaan lo ke dia," lanjutnya.
Arlene mendesis kesal, ia layangkan tangannya hendak memukul Rafi tetapi Sheza tiba tiba datang dan menghalanginya.
"Stop Arlene!! Cara Rafi emang salah, tapi apa yang dia itu lakuin bener, Zenan harus tau perasaan lo."
Arlene memandang Sheza sinis, apa apaan ini, kenapa sekarang Sheza ikut menghakiminya.
"Gue punya cara sendiri buat nyelesain apa yang gue buat, dengan adanya kalian yang ikut campur semuanya berantakan. Gue ga habis pikir, selama ini gue kira cuman Rafi yang ga berguna, tapi ternyata lo juga sama."
Sheza tercengang, ucapan Arlene menyakiti hatinya. Tapi ia tidak ingin kalah, ia tidak boleh menangis sekarang.
"Gue—"
Arlene langsung melenggang pergi dari hadapan Rafi dan Sheza, ia tidak peduli lagi apa yang akan mereka ucapkan, jadi lebih baik ia segera menyusul Zenan.
•°•°•
Zenan merenung di tribun lapangan, tidak ada siapa siapa disana, ia sedang melamun memikirkan sesuatu yang sudah mengganjal di pikirannya lalu ditambah ucapan Rafi yang membuat pikirannya berkelit.
Terdengar ia berguman kecil menyebutkan nama Agatha. "Kapan kamu sembuh, aku rasa Arlene...." Lalu ia menghembuskan napas kasar tidak melanjutkan kata katanya.
"Zen!"
Zenan menonggakkan kepalanya, ia melihat Arlene di tengah lapangan sedang berlari menghampirinya.
"Ngapain di sini?" tanya Arlene dengan napas ngos ngosan.
Sudah Arlene putuskan, ia tidak akan menanyakan apa pun yang Rafi katakan kepada Zenan. Ia harap Zenan juga tidak menanyakan hal serupa, ia belum siap untuk jujur sekarang.
"Duduk dulu coba, kan cape abis lari lari," ajak Zenan lalu menarik pelan lengan Arlene agar duduk disampingnya.
Setelah berusaha menetralkan deru napasnya yang mengebu, Arlene menoleh ke arah Zenan.
"Ngapain disini?" tanya Arlene lagi.
"Hm? Menenangkan pikiran." Lalu Zenan tertawa tanpa suara, terdengar seperti tawa yang pedih.
Arlene dibuat panas dingin sendiri mendengar penuturan Zenan, apa maksudnya menenangkan pikiran? Apa ada sesuatu yang membebani pikiran Zenan, apa jangan jangan karena ucapan Rafi, atau—
"Rafi tadi bilang sesuatu."
Zenan memutar badannya menghadap Arlene. Ia raih kedua tangan Arlene dalam genggamanya, lalu ia berucap lirih.
"Sesuatu yang bener bener ga aku sangka."
Rasanya Arlene ingin menghilang saja sekarang, ini benar benar membuat jantungnya berolahraga. Semua yang Zenan ucapkan itu seperti mimpi buruk baginya.
"Kasih tau aku apa aja yang udah kamu ingat."
Dahi Arlene mengkerut, apa saja yang sudah ia ingat? Memangnya ada yang terlupakan atau sesuatu yang harus diingat olehnya?
Melihat respon Arlene yang bingung Zenan melanjutkan perkataannya.
"Kamu... kenal Ferrel?"
Arlene diam, ia tidak paham arah percakapan ini. Tapi ia berusaha mengingat ingat apakah nama Ferrel pernah hadir dalam hidupnya, sayangnya tak ada satu pun ingatannya yang terlintas.
"Kamu ga ingat?" tanya Zenan lagi.
Arlene menggeleng, ia rasa bukan tidak ingat tetapi tidak tahu, karena nama Ferrel benar benar asing baginya.
"Gapapa, semua akan terungkap pada waktunya," ucap Zenan sambil tersenyum lalu meraih tubuh Arlene menuju dekapannya.
Arlene punya firasat buruk akan hal ini.
.
.
.
.
.
.
.Pendek
Maaf ya all :<Sebenernya mah ga ada yang baca, tapi—, huft dhlh💜
KAMU SEDANG MEMBACA
ZENARLENE (On Going)
Teen Fiction🚫Siscom Area🚫 CERITA INI HANYA FIKSI❗ _________________________________________________ Mencintai kakak kandung sendiri?? Ia tahu ini salah, tapi bukan kehendaknya menentukan kepada siapa ia akan mencintai. Ini bukan kisah remaja kasmaran yang ha...