CH07: Broken Hearted Man

500 84 27
                                    

Drrtttt.... drrttt....

Ponselku bergetar. Tak sampai setengah detik aku mengambilnya dari atas nakas. Lantas termenung membaca nama seseorang yang meneleponku. Bae Suzy.

Lengan kekarku kehabisan energi ketika membaca nama itu. Tidak menyangka Suzy yang akan meneleponku alih-alih Jisoo. Entah apa yang Suzy dan Jisoo bicarakan, tapi satu hal yang pasti. Aku tidak akan mengetahuinya jika aku tidak menjawab panggilan itu. Jemariku menekan layar. Suara sapaan canggung dari Suzy terdengar setelahnya.

"Halo?"

Aku memejamkan mata. Berusaha mengendalikan emosiku yang sejak tadi sudah aku persiapkan untuk memarahi Jisoo. Namun, sungguh plot twist  yang tak terduga. Justru Suzy yang kini meneleponku. Bedebah Jisoo!

"Kau mendengarku?" tanya Suzy lantaran aku belum menjawab sapaannya.

"Ah, ya, tentu saja aku mendengarmu," aku membalas dengan suara canggung. Sial. Aku belum mampu mengendalikan diriku seutuhnya. Menggelengkan kepala beberapa kali, aku berusaha mencari kesadaran penuh.

"Maaf mengganggu tidurmu, tapi aku harus menanyakan ini padamu."

Pasrah. Hanya itu yang bisa aku lakukan saat ini.

"Tanyakan saja apapun itu."

Terdapat jeda cukup lama sebelum Suzy kembali berbicara. "Apa benar kau tidak ingin melakukan PR stunt bersamaku karena kau tidak mau menyakitiku?"

"Jisoo bilang seperti itu padamu?" Mataku refleks terpejam. Menghirup dalam udara pukul empat pagi.

"Ya, kurang lebih begitu. Apakah itu benar?"

Aku bergeming. Bingung harus menjawab pertanyaan itu bagaimana. Menjawab jujur kurasa tidak akan memberikan efek apapun. Memejamkan mataku sekali lagi, menarik napas dalam. 

"Maafkan aku belum bisa menjawabnya." Jemariku memilih mematikan telepon. Sambungan terputus.

Kira-kira satu menit kemudian, seseorang membunyikan bel rumahku. Bergegas menuju pintu depan dan melihat siapa yang datang melalui mini screen yang terhubung dengan kamera dari depan. Dan wow. Aku tercengang melihat siapa yang berdiri di depan rumahku pukul empat pagi.

J-i-s-o-o.

Yap. Jisoo. Sengaja aku eja agar menjelaskan betapa terkejutnya diriku saat ini.

"HEI! Aku tahu kau di dalam sana sedang melihatku dari mini screen! Cepat buka pintunya!" Jisoo berteriak dari luar.

Aku membuka pintunya. Wajah Jisoo memerah, ia menahan marah. Melenggang masuk ke dalam rumahku seraya berkata, "Cepat tutup pintunya! Pembicaraan ini akan berlangsung sangat rahasia!"

Mengikuti perkataannya, aku menutup kembali pintu rumahku. Kemudian hanya berdiri di depan pintu tanpa ada niatan sedikit pun menghampiri Jisoo. Semua ini berlangsung amat cepat. Alur cerita yang sangat liar.  

"Apalagi yang kau tunggu, ha?" Jisoo tidak tahan lagi. Ia memutar balik tubuhnya menghadapku.

Aku tertunduk.

"Sampai kapan kau ingin terkekang pada masa lalu, Joo Hyuk?! Kau ingin terus menurus seperti ini? Menghindar dan terus menghindar? Apa susahnya berterus terang?!" Kesabaran Jisoo telah usai. Suaranya tidak lagi bersahabat.

"Pengecut macam apa yang hanya diam seperti ini, ha?!"

Jisoo menarik bajuku. Adegan ini sudah sering sekali ia praktekan saat filming drama. Mudah saja ia melakukannya. Aku dibuat tidak berdaya. 

"Sudah saatnya menaruh hati pada yang lain, Kawan! Ayolah, tunjukkan jika kau memang seorang pria sejati!"

Aku menggeleng, "Aku tidak ingin menyakitinya dikemudian hari. Rasa sakit hati itu akan terkenang di hati entah hingga kapan. Aku tidak ingin mengulang peristiwa menyakitkan itu lagi!"

"Kau hanya perlu menata ulang hatimu dan lupakan masa lalu itu, Joo Hyuk!" Jisoo melepaskan cengkraman tangannya. Mundur satu langkah demi melihat wajahku yang mungkin terlihat sangat bengis di hadapannya.

"Berbicara memang mudah. Kau tidak mengerti bagaimana perjuangku selama bertahun-tahun untuk melupakan masa lalu itu."

"Jiwamu terus terkekang jika kau tidak bergerak maju mencari cintamu yang baru."

Aku menggeleng, "Tidak semudah itu, Jisoo. Aku harus memikirkan kemungkinan terburuknya. Tidak ada yang menyenangkan menjalani hubungan dengan rasa takut. Lingkunganku tidak sebaik itu, berhentilah memaksaku."

"Lantas, terima saja permintaan manajemen. Lakukan dengan sepenuh hati selama tiga bulan dan selesai. Kau tidak perlu menata ulang hatimu atau melupakan masa lalu kelam itu karna kau hanya berpura-pura."

"A—apa?" Lidahku tercekat.

Jisoo menatapku, "Ya, aku baru saja mengatakannya."

Aku menggeleng. Tidak mungkin. Bukankah, ia yang menyarankan melakukan semua ini? Mengapa sekarang justru menjadi peluru mematikan yang mengarah padaku?

"Kau sudah gila. Dari awal aku mengikuti alur yang kau buat, lantas sekarang kau justru memintaku melakukan hal bodoh?" Aku tergelak, tidak percaya dengan apa yang ia katakan.

"Aku mengharapkan apa darimu? Kejujuran. Hanya itu yang aku inginkan. Satu minggu merancang pemberontakan, tetapi jiwamu tidak ada di sana, sama saja kau membunuh dirimu sendiri. Aku sedang memberimu kesempatan."

"Kesempatan macam apa? Kau justru sedang menembakkan peluru padaku!" Tatapanku berubah. Amarah yang aku simpan sejak tadi telah muncul kembali. "Menerima PR stunt artinya aku akan bersama Suzy selama tiga bulan. Dating. Gambar-gambar kami selamanya akan ada di internet! Padahal itu hanya bual-bualan. Tidak nyata. Sama seperti Dalmi dan Dosan. Apa bedanya? Tidak ada. Semua itu hanya karangan fiksi menggunakan nama asli yang menyakitkan. Karna kemudian dunia akan diberitahu bahwa kami PUTUS! Setelahnya, dunia tidak boleh tahu apa-apa. Kami harus menyimpan rapat-rapat, padahal aku bukan tahanan. Tidak sedang dalam masa pengasingan, tetapi harus mendapatkan perlakuan yang serupa dengan mereka yang diasingkan!"

Jika ini perkelahian adu otot, maka aku sedang menyerang balik Jisoo. Ia terdiam menatapku. Kepalanya mungkin sedang mencerna setiap kata yang aku ucapakan dengan sungguh-sungguh.

"PR stunt melibatkan dua orang dengan perasaan masing-masing. Mungkin aku bisa mengendalikan perasaanku, bagaimana dengan Suzy? Sakit hati yang akan ia alami apa kau bisa menahannya? Apa kau bisa mengontrolnya pada level tertentu?" Aku bertanya getir. Ya Tuhan. Kondisi ini sungguh sangat sulit dari apapun.

Sempurna empat puluh delapan jam aku tidak tidur. Satu-satunya hal yang aku inginkan saat ini memejamkan mata. Melupakan seluruh kesulitan ini sejenak.

****

AAAAAA! Poor my boy :( 

--------//------

Jangan jadi silent readers ya teman-teman. Kasih semangat supaya aku semangat terus buat nulis ceritanya sampe tamat HEHEHE. Maaciw <3 

Malem-malem enaknya ngapain? Yak, benar sekali. Ngedrakor WKWKWK.

Life After Start Up PR StuntTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang