CH08: A Reason

533 84 44
                                    

"Lantas apa yang kau inginkan?" Jisoo bertanya.

Aku menggeleng singkat. "Aku tidak tahu."

"Jika demikian, temui aku setelah kau membicarakan hal ini pada Suzy. Maafkan aku semua percakapan tadi di dengar oleh Suzy melalui sambungan telepon."

"A—apa?"

"Ya, ini buktinya." Jisoo mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Nama Bae Suzy terlihat dengan sangat jelas oleh mataku yang sejak tadi ingin menyerah. Kehabisan kata-kata. Suaraku tenggelam seiring detik di layar ponsel Jisoo bergantian angka. "Maafkan aku. Jika tidak seperti ini kau tidak bisa menarik benang merahnya. Temuilah Suzy. Dia berusaha sebisa mungkin untuk memahamimu. Aku pamit, sampai jumpa!"

*****

Usai bergulat semalaman, aku meminta manajerku mengirimkan supir menuju lokasi interview film Josee hari ini. Empat puluh delapan jam tidak tidur, aku tidak ingin mengambil resiko besar mengendarai mobil. Selepas Jisoo pulang pagi tadi tidak ada waktu bagiku untuk meratapi betapa menyedihkannya diriku saat ini.

Mungkin karena aku selalu menghindar setiap kali Jisoo dan Suzy menanyakan hal serupa padaku hingga mereka memutuskan melakukan hal gila tersebut. Tanpa aku duga sama sekali. Aku bahkan tidak menyangka Jisoo akan berkhianat padaku seperti itu. Ia bilang percakapan kami akan berlangsung sangat rahasia. Namun, rahasia macam apa yang di dengar oleh orang lain selain kami berdua?

Setiap kali aku mengingat Jisoo, pikiranku secara otomatis langsung memakinya. Bebedah. Bajingan. Keparat. Sialan. Semua makian itu tidak cukup mewakili rasa sakit hatiku padanya.

"Kau ingin minum kopi?" tanya asisten pribadiku.

Aku mengangguk. "Ice Americano."

Selang dua puluh menit kemudian, asisten pribadiku datang dengan kopi yang aku pesan. Beruntungnya ia kembali bersama dua potong roti. Perutku belum diisi apa-apa sejak kemarin malam. Memerlukan banyak energi hari ini. Aku tidak ingin penampilanku buruk di depan kamera.

"Apa kau punya vitamin?" tanyaku usai memakan dua potong roti dan setengah gelas ice Americano.

"Ini." Ia memberiku vitamin.

Tanpa bertanya aku langsung meminumnya. Tidak jauh lebih baik, cukup untuk bertahan hari ini saja aku sangat bersyukur.

"Matamu terlihat lelah sekali, Joo Hyuk. Kau tidak istirahat dengan cukup? Bukankah kemarin kau pulang sebelum tengah malam?"

Tersenyum getir, aku membalas, "Aku sedang melalui hal berat. Tidur menjadi bagian terakhir yang dilakukan oleh mataku."

"Apa kau perlu satu hari istirahat penuh?"

"Tidak perlu," aku menggeleng, "sebentar lagi libur akhir tahun. Aku bisa menggunakan libur akhir tahun untuk beristirahat penuh nantinya."

"Tapi aku sangat khawatir kau jatuh sakit."

Aku menggeleng. "Tidak apa-apa. Jangan khawatirkan aku."

Asisten pribadiku menyerah. Ia hanya menghela napas dan kembali duduk menikmati kopi miliknya di kursi depan. Di perjalanan menuju lokasi interview film Josee, aku berusaha memejamkan mata. Namun, gagal. Setiap kali mataku terpejam ada bayang-bayang Suzy di sana. Kepalaku tidak berhenti memikirkan perasaan Suzy saat mendengar kalimat demi kalimat yang aku ucapakan.

Suzy bisa saja membenciku setelah ini. Jika ia gadis yang sangat sabar, maka ia berusaha sebisa mungkin bersitatap denganku seperti tidak terjadi apa-apa. Mengenalnya selama delapan bulan terakhir, aku berusaha mempercayakan pikirkanku Suzy ada diopsi kedua.

Life After Start Up PR StuntTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang