37. Harapan Rasa (2) ☁️

45 11 0
                                    

“Sitoplasma merupakan materi yang mengisi antara inti dan selaput plasma. Waktu merupakan materi yang mengisi antara kita dan masalah ini.”

★★★★

Rayn menatap punggung Zalza dan mengelus pucuk kepalanya dengan lembut.

"Zalza," panggil Rayn lembut. "Makan yuk."

Zalza melek. Tubuhnya masih diam tak bergeming saat mendengar suara berat itu. Suara yang pernah membentaknya. Merasakan ada elusan di kepalanya, sontak Zalza memutar tubuhnya dan menatap retina hitam legam yang sudah menatapnya teduh.

Zalza bangkit dari baringnya dengan perlahan, walaupun masih terasa nyeri tapi ia usahakan untuk terlihat tegar di hadapan Rayn.

Rayn berhenti mengelus rambut Zalza, dia mengambil kursi lalu duduk di samping brankar. Memandangi lekat wajah perempuan yang sedang sakit dihadapannya.

"Makan," ujar Rayn datar sambil menyodorkan makanan yang tadi diletakkan di atas nakas.

Zalza memandangi makanan itu. Beberapa detik kemudian dia menggeleng.

"Gak mau."

Rayn angkat bahu. "Bodo amat, kalo gue suruh makan ya makan."

"Aku udah makan kok," jawab Zalza dengan mengalihkan pandangannya.

Rayn tersenyum smirk. Ngakunya sudah padahal pastinya gengsi buat bilang belum. Rayn merogoh sakunya mengambil hp, ia mengotak-atik hp tersebut sampai mendapatkan sebuah video.

Rayn menyodorkan hpnya ke hadapan Zalza, membiarkan perempuan itu menonton video tersebut.

Video itu berdurasi dua menit, berisi tentang Zalza yang menangis tak mau makan dan mencari Rayn. Bahkan bisa dilihat para sahabatnya kewalahan karena reaksi Zalza yang seperti itu.

Zalza memejamkan matanya saat sempat mencuri pandang kepada Rayn yang sedari tadi tersenyum smirk. Wajahnya memanas, menyemburatkan warna merah seperti kepiting rebus.

Astaga Zalza malu.

Zalza merutuki kebodohannya. Bagaimana bisa dia tak sadar jika ada yang memvideokan dirinya yang menangis bombay no cabe.

Rayn terkekeh. Dia menyimpan hpnya kembali di saku.

"Masih gak mau?" Rayn bersikap dada. "Ngapain cari Rayn?"

Zalza menghembuskan nafasnya kasar. Jadi, apakah Zalza harus mengaku iya dan menjawab pertanyaan Rayn itu.

Belum sempat Zalza berbicara, Rayn sudah lebih dahulu membungkam mulut Zalza. Dia menyerahkan makanan itu dihadapan Zalza dan menyuruhnya makan. Suap? Ah Rayn malas menyuapi manusia itu, lagipula dia sudah besar.

"Makan nanti Rayn tinggalin lagi," ujar Rayn membuat Zalza ingin menjadi bakteri.

Setelah selesai menghabiskan makanan dihadapan Rayn. Zalza melirik ke arah yang lain, ia melihat Rima masih berbincang di telpon, Prissa dan Melly yang bergibah, dan Alya yang hanya diam menatap Zalza tajam.

Duh, Zalza yakin akan terjadi perang sehabis ini.

Zalza mengalihkan pandangannya, retina coklat itu menatap Rayn penuh. Ingin membuka suara tapi masih sulit.

Rayn yang paham akan tatapan itu mengangguk. "Apa?"

Zalza mencondongkan tubuhnya lebih dekat dengan Rayn.
"Kakak gak balas perasaan kak Alya?"

Hening.

Rayn diam menatap Zalza dengan hal yang sulit di artikan. Rasa kesal mulai menjalar dihatinya. Bisakah Zalza tidak mengikutsertakan Alya dalam hal ini. Rayn tidak suka.

Secret and Promise [Tamat✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang