46. CUP! ☁️

53 13 0
                                    

“Musuh terbesarku bukanlah manusia melainkan pikiranku sendiri.”

******

Hari yang ditunggu-tunggu sudah datang, ajang bergengsi meraih piala tahunan untuk juara terbaik. Setiap lomba sudah diisi oleh peserta, bukan hanya basket melainkan futsal, volly, renang, bulutangkis, dan lomba selain olahraga seperti memasak, mading ceria, musik, tari, pidato, dan puisi.

Lomba yang diselenggarakan bukan untuk merayakan hari HUT kemerdekaan, melainkan untuk merayakan hari ulang tahun sekolah. Ya, SMA Melati merayakan ulang tahun ke-20. Dan hari ini mereka mempersiapkan segala kebutuhan dan keperluan untuk perayaan besok malam.

Pagi ini selain mempersiapkan acara, para pengisi lomba juga melakukan latihan terakhir atau sering disebut gladi bersih. Tetapi ada juga yang memulai lombanya pada hari ini, demi menyingkat waktu.

Gadis itu berdiri di dalam kelas, ia terlihat gelisah karena mondar mandir tak jelas. Sesekali dia mengintip dari jendela, untuk melihat seseorang yang berhasil membuatnya jantungan karena ajakan yang tiba-tiba.

Seorang perempuan yang sedang duduk di atas meja dengan kaki yang menginjak sandaran kursi, mengunyah dengan baik mie instan dalam mangkuk itu. Ia hanya diam dan makan sembari melihat sahabatnya yang gelisah tak karuan itu.

"Udah Za, dari pada gelisah mending makan ama gue," ujar Prissa lalu menyeruput es teh dua ribuan.

Zalza berdecak dan memalingkan wajahnya ke arah Prissa, berjalan dengan kaki yang dihentakkan.

"Gimana mau tenang, Prissa." Zalza mengangkat kedua tangannya. "Gak ada latihan, gak ada kesepakatan tiba-tiba aja nama gue tercantum dalam peserta lomba nyanyi dan duet bareng si siluman itu."

Prissa mengangguk. "Ya itu juga gue gak tau, kan dia maksa kemarin."

"Trus gimana?"

"Bi—"

"Zalza dimintai ke kelas dua belas IPA tiga," potong seseorang dari depan kelas.

Zalza dan Prissa saling pandang, mereka berdua menoleh secara bersamaan ke arah suara itu.

"Siapa suruh?" tanya Zalza.

Lelaki itu tersenyum kecil, ia seperti agak ragu untuk memberitahu. "Rayn," jawabnya. "Dia minta sekarang dan gak ada alasan buat gak datang."

Zalza menghela nafasnya berat. Lagi-lagi si siluman es itu yang kembali mengganggu hari-harinya. Zalza mengangguk paham dan berjalan lamban mengikuti langkah laki-laki yang ada di depannya.

Ia kenal dengan pemuda itu, karena dulunya pemuda itu yang membawanya dan beberapa teman sekelasnya untuk pergi keruangan guru dan mendapatkan les privat matematika dan fisika.

Ngomong-ngomong soal les privat, gadis itu menepuk dahinya dan merutuk pelan. Karena ia sudah sering bolos les bahkan tidak pernah hadir saat jadwal les.

"Astaga gimana nilai gue!" batin Zalza.

Pintu kelas tidak terbuka lebar, dan didalam terlihat sangat sepi. Setelah dipersilahkan masuk dan ditinggal oleh Novan, gadis itu hanya diam berdiri di depan pintu.

Ia tak mau masuk tapi takut jika dirinya akan di bentak lagi oleh siluman es itu karena tak mengikuti perkataannya. Gadis dengan poni yang dijepit dan rambut terurai itu, melangkah masuk dengan ragu.

Secret and Promise [Tamat✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang