Malam itu sebelum tidur, Haechan mencuci wajahnya di kamar mandi.
Sementara Taeyong tengah melakukan pekerjaannya, lelaki itu terus berkutat dengan laptopnya.
Haechan keluar dari kamar mandi dan naik ke tempat tidurnya. Dia melirik Taeyong yang masih sibuk dengan pekerjaannya itu.
Tak mau mendapat masalah, Haechan lantas menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Lantas dia tertidur.
Sementara itu, Jaemin dan Jeno sedng ber telepon satu sama lain. Mereka membicarakan Haechan yang semakin hari semakin tertutup pada mereka.
Jaemin tengah terduduk di kamarnya. Sambil mendengar ucapan Jeno.
"Jaemin~ah, apapun itu, masalah apapun yang Haechan alami, semuanya adalah privasi anak itu sendiri. Aku tahu kau mencemaskannya. Tapi, meskipun kita sahabatnya, setidaknya Haechan harus punya privasi tersendiri...."
"Tapi aku tak ingin Haechan menutupi semua dari kita...."
"Haechan akan datang sendiri pada kita nantinya. Tugas kita adalah mendengarkan semua keluh kesahnya. Jika dia masih bisa mengatasinya sendiri, pantas kenapa kita harus ikut campur?"
"Aku tahu. Tapi memangnya apa yang pernah Haechan ceritakan pada kita?! Kita tahu dia dipukuli hyung nya saja karena tak sengaja melihatnya!"
"Aish jinjja... Na Jaemin! Jangan keras kepala, kau mau Haechan menjadi tak nyaman jika sifatmu seperti ini?"
"Ya aku tidak mau!"
"Lantas? Aku harus bagaimana?"
"Aku tidak tahu, kau ada saran?"
"Tunggu saja. Tunggu sampai Haechan mau menceritakan semuanya..."
Sebaiknya kau mati saja....
Jangan buat hyung mu lebih menderita...
Mereka sudah lelah dengan adik tuli sepertimu...
Dasar tuli!
Kau tuli, dan bahkan tak bisa mendengar dengan baik. Mau jadi apa kau?
Mati saja!
Haechan terbangun dari tidurnya karena mendengar suara suara itu.
Nafasnya terengah engah dan keringat dingin bercucuran melewati pelipisnya.
Sementara itu, Taeyong yang berkutat dengan laptop disebelahnya cukup kaget melihat Haechan terbangun tiba tiba.
Taeyong menaikkan sebelah alisnya ketika melihat tingkah adik bungsunya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Hyung || NCT 127 [END]
Fanfiction"Pembunuh tetaplah pembunuh. Maka sebagai gantinya, kau juga harus mati." "Harusnya kau yang mati, lantas kenapa harus dia?" "Semua ini karena kau!" "Ingat baik baik. Kau sudah melenyapkan satu nyawa, tolong berikan nyawamu sebagai gantinya." Suara...