10

962 51 2
                                    

Begitu Haris melihat sosok Ningsih yang sudah berjalan ke rumah kontrakannya, Haris bergerak cepat berjalan menuju kesana. Haris masih memandang kendaraan yang kini berjalan menjauh, yang telah mengantarkan Ningsih tak jauh dari rumah kontrakan.

Ningsih telah membuka pintu rumah, dan sangat terkejut, ketika pria itu muncul di belakangnya.

"Mas Haris," kata Ningsih menjawab panggilan Haris tadi. "Bikin kaget saja. Sudah malam ini mas, belum pulang?"

"Lho, kamu sendiri yang bilang tadi nggak keberatan jika aku mengulang lagi menemuimu disini."

Ningsih menatap Haris. "Ya sudah, masuk mas. Tapi jangan lama-lama ya, atau larut malam. Aku nggak ingin warga sekitar membicarakanku. Tahu sendiri statusku. Janda mas. Aku nggak mau orang-orang bicara buruk tentangku."

Tanpa menjawab Haris hanya menghela napas. Dia lalu masuk ke dalam rumah itu.

Ningsih dengan cepat ke belakang, lalu muncul kembali ke depan Haris dengan segelas air putih.

"Nggak ada apa-apa yang bisa aku suguhin mas. Hanya air putih," ujar Ningsih.

Haris lalu menatap bungkusan putih yang dibawanya tadi. Dan Ningsih baru sadar kalau ternyata pria itu memang menenteng bungkusan sejak tadi.

"Mas, beli martabak Bangka kesukaan kamu, yang di jalan Kolonel Atmo."

Ningsih menatap bungkusan itu. "Nggak usah repot-repot Mas, lagipula martabak disana-"

"Walaupun berharga mahal, mas masih sanggup membelikannya untukmu," ujar Haris.

"Potong-potong Ning. Kita makan sama-sama."

Lalu Ningsih kembali ke belakang lagi seraya membawa bungkusan itu, dan kembali dengan membawa nampan berisi piring martabak Bangka yang sudah dipotong-potong.

"Ning, mas boleh bicara pada kamu,"

"Bicara apa mas,"

Ningsih mencubit sedikit martabak itu dan mengunyahnya pelan.

"Mas, nggak suka liat kedekatan kamu sama bosmu itu."

"Lho, kenapa?" tanya Ningsih. "Ada yang salah. Atau-"

"Pokoknya nggak suka. Terlebih dia duda kan?"

"Kalau duda lalu kenapa. Mas juga pernah jadi duda kan. Sampai akhirnya nikah lagi," cerca Ningsih.

"Pokoknya mas nggak suka saja lihat kamu sama dia."

"Mas nggak berhak ngatur hidup Ningsih lagi," Ningsih mulai tersulut emosi.

"Mas tahu kan betapa begitu beratnya hidupku setelah aku minta cerai dari mas. Semua karena...aku nggak tahan dengan tekanan mertuaku."

"Lho, kok malah bahas ibuku,"

"Agar mas tahu. Bahwa mas tak bisa semena-mena denganku sekarang. Aku mau dekat sama siapa. Duda atau bujangan. Terus ada laki-laki yang dekat denganku dan mencintaiku. Tentunya mas nggak berhak mencampuri urusanku lagi,"

"Ning," panggil Haris dengan nada biasa, merdu dan merayu. "Aku..."

"Aku tahu mas cemburu. Aku tahu..." Ningsih diam Sebentar. "Dan aku tahu mas ingin kembali padaku. Apa mas sadar bahwa mas dulu seperti sudah membuangku."

Ningsih telah mengatakan itu dengan perasaan yang sesak. Tanpa sadar setitik air matanya tumpah.

"Aku sadar, aku bukan perempuan yang berharga. Bahkan di mata mertuaku."

Haris diam. Dia merasakan sakit yang tak terperi pada diri Ningsih manakala mantan istrinya berkata seperti itu.

"Sekali lagi, mas nggak perlu lagi mencampuri urusanku. Dan mas tidak dapat lagi mengacaukan apa yang sudah seharusnya menjadi kehidupanku. Jikalau mas tak rela, seharusnya mas dari dulu sudah mengambil tindakan."

"Ning..."

"Aku nggak bisa lagi termakan bujuk rayu mas Haris."

Haris menarik napas panjang. Lalu dia mendekat pada Ningsih. Obrolan ini membuat keduanya lupa akan martabak Bangka yang kini sudah tak berselera lagi buat disantap.

"Demi Tuhan dulu mas memang salah," dan tangan Haris meraih telapak tangan Ningsih. "Dan demi apapun juga mas mohon maaf kalau semuanya sudah membuat kamu sakit hati."

"Aku cuma menginginkan yang terbaik untuk hidup kita berdua mas. Kita sudah menjalani kehidupan kita masing-masing. Dan mas harusnya bersyukur, setelah lepas dari aku masnya menikah lagi,"

Lagi-lagi Haris menghela napas.

"Jikalau kau tahu pernikahan yang sudah aku lakukan. Ning, semua ini, apa yang Mas lakukan, semata-mata mas memang ingin mengharapkan kamu kembali."

"Jikalau aku sudah merasa tak berharga lagi sebagai seorang janda mas, baru...aku akan memikirkan semuanya," dengan halus Ningsih telah melepaskan genggaman tangan Haris.

"Untuk sekarang biarkan Ningsih seperti ini dulu. Maaf jika Ningsih belum ingin mengabulkan apa maunya mas Haris. Sebaliknya Ningsih mendoakan agar pernikahan masnya langgeng dengan Kamila Dewi,"

Haris terdiam.

Jeda sesaat. Haris diam lagi. Ningsih ikutan diam. Sampai akhirnya suara dering telpon dari saku Haris menyadarkan keduanya.

Haris melihat display. Dan sedikit terkejut saat menatap layar hp miliknya. Kamila Dewi yang menelponnya. Mungkin istrinya minta dijemput.

Haris menjauh dari Ningsih. Dia berjalan ke muka rumah. Lalu mengangkat telpon dan bicara disana.

Dari dalam rumah, Ningsih melihat mantan suaminya yang tengah menelpon dan dia hanya memerhatikan gerakan Haris. Sampai akhirnya pria itu kembali ke hadapannya.

"Dari siapa mas, istrimu?"

Haris cuma mengedikkan bahunya.

"Pulanglah mas. Sudah larut. Ningsih nggak mau jadi omongan orang-orang disini. Selama ini, walaupun janda, Ningsih melakukan yang terbaik untuk hidup Ningsih," ucap Ningsih. "Ningsih bukan mau ngusir mas. Mas tahu sendiri, istri mas nanti bagaimana jika tahu mas suka nyambangi rumah Ningsih ini."


"Baiklah, mas pulang." putus Haris menutup pembicaraan. "Kamila memang ingin minta dijemput."

Haris menatap Ningsih. "Mas tetap akan main ke rumah ini. Dan mohon tetap ijinkan mas bila ingin ke rumah ini,"

Ningsih hanya mengangguk-angguk.

"Jangan lupa untuk selalu jaga kesehatan kamu"

Setelah mengatakan itu Haris keluar dari rumah kontrakan Ningsih.

***

Malam sudah bertabur bintang. Ningsih tengah menatap rembulan dan bintang dari jendela kamarnya. Dan entah mengapa, malam ini ia malah tak dapat tidur.

Sudah tepat pukul 12 malam, namun matanya belum dapat terpejam juga.

Bayangan Haris dan Faiz sudah menari-nari di pelupuk matanya.

Entah mengapa memikirkan dua pria itu membuat Ningsih jadi sibuk dengan pikirannya sendiri.

Kini, Ningsih membuka lemari pakaiannya, dan dengan cepat membuka album Poto perkawinannya.

Dan air matanya mengalir pelan, saat ia mengusap poto pernikahannya dengan Haris.

***

Dikejar Mantan Suami(Ada Di KBM App) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang