13

135 6 0
                                    

Sesuatu yang tidak diduga-duga pun terjadi. Tergesa-gesa Faiz melangkah di koridor rumah sakit. Rasa cemas mulai menghampirinya. Dia takut terjadi apa-apa dengan anak perempuannya lagi. Tadi pagi semuanya berjalan seperti biasa. Faiz membuka warung makan. Bu Narti dan Ningsih yang membantunya.

Tapi, sore ini, tepat setelah Faizmeng-antarkan Ningsih, Bu Narti meneleponnya dan memberitahukan Ara yang mendadak muntah-muntah lagi. Warung makan langsung ditutup oleh Bu Narti, dan dia langsung membawa cucunya ke rumah sakit.
Faiz lantas menuju resepsionis. Resepsionis mem-beritahukan kamar perawatan Ara. Dengan cepat Faiz melangkah menuju kamar yang tadi disebutkan. Dan betapa leganya dia begitu sampai dan melihat Ara baik-baik saja. Faiz hanya sedikit miris ketika gadis kecilnya harus diinfus lagi, dan menatap wajah anaknya membuat kesedihan mulai menerpanya.

Faiz mengusap rambut Ara. Ara menatap wajah sang ayah.

"Kok bisa begitu ya, Bu?" Faiz tiba-tiba bersuara. Ibunya tengah merapikan pakaian-pakaian Ara. Mendadak tadi Bu Narti memang menyiapkan semuanya.Takut kalau-kalau Ara di-opname hingga lama di rumah sakit ini.

"Ibu juga nggak tahu. Tiba-tiba Ara muntah-muntah lagi. Ibu cemas. Ibu sampai ...." Bu Narti terdiam sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. "Ibu menelepon Ratna, meminta dia datang. Ibu juga takut, bila kamu di rumah sakit, Fathan nanti bagaimana?"

"Seharusnya nggak perlu beri tahu dia. Dia juga nggak bakalan peduli sama anak-anaknya."

"Paling nggak dia harus tahu soal ini, Iz. Nanti kesalahan pula jika terjadi apa-apa pada Ara. Ibu juga nggak mau dibilang jadi nenek yang nggak becus mengurus cucunya."

"Seharusnya dia yang introspeksi, Bu, bukan dia yang nuntut Ibu harus ini itu."

Akhirnya yang dibicarakan datang. Perempuan itu hadir ke kamar perawatan Ara.

"Ara?" pekiknya. "Anakku ...." Ratna menghambur memeluk anaknya. Ara terlihat senang karena telah melihat ibunya.

"Seharusnya kamu cekatan mengurus anak. Kenapa malah sampai begini?" pungkas Ratna di depan Faiz.

"Ada apa-apa dengan anakku, aku juga nggak perlu memberitahukan kamu!" balas Faiz sengit.

"Oh, itu biar kamu yakin bisa mengurusnya sendiri?" tambah Ratna. "Sekarang kamu pikir bisa mengurus anak-anak. Mereka anak-anakku juga. Aku ibu yang melahirkan mereka!"

"Ibu macam apa yang datang hanya dua bulan sekali, yang lebih senang mengurus pacarnya dibanding anak-anaknya? Aku bersyukur hak asuh anak akhirnya jatuh padaku!"

"Sudah, sudah!" Bu Narti tak tahan mendengar ucapan yang keras dari anak dan mantan menantunya. "Apa kalian tidak lihat kondisi Ara belum sehat begitu? Kesampingkan urusan kalian. Dan yang terpenting anak kalian sehat!"

"Dia yang tak becus jadi seorang ibu, Bu! Jangan harap setelah kejadian ini dia akan membawa anakku!"

Ratna diam setelah Faiz berkata demikian.

"Ya sudah, kalau begitu Ibu mau pulang, sebentar Fathan pulang dari pengajian. Takut Fathan cemas karena ruko kosong." Bu Narti pun melangkah keluar dari ruang perawatan itu.
Setelah ibu mertuanya itu pergi, Ratna langsung mengambil lap untuk memandikan anaknya.

"Ingat. Kejadian Ara ini jangan dijadikan alasan untuk mengambil kedua anakku dariku. Fathan dan Ara sudah hidup nyaman bersamaku!"

"Setelah kamu merasa sukses sekarang, kamu bisa berkata demikian?"

"Aku sukses berkat kerja kerasku. Dan aku hanya menyesali kamu yang tak sabar menunggu. Sampai akhirnya tega berselingkuh dariku. Bahkan, sampai sekarang kamu tidak juga menikah dengan laki-laki itu."

"Itu bukan urusanmu, Faiz. Itu urusanku!"

"Itu menjadi urusanku juga, karena namaku juga nama anak-anak ikut terseret karena ulahmu!"

Setelah berkata seperti itu, Faiz melangkah keluar. Dia berdiri di luar kamar dengan pandangan kosong dan perasaan kebas.

Ratna diam sejenak sebelum kembali mengelap tubuh Ara yang kini masih terlihat lemah.

***

Melihat kondisi Ara yang semakin baik, akhirnya dokter mengizinkannya untuk pulang. Ningsih yang ingin menengoknya seketika terkejut saat melihat Ara bersama seorang perempuan. Tadi, maksud hati Ningsih, dia ke lantai dua ruko ingin melihat Ara dan ingin menggendongnya. Namun, jangankan melakukan itu, bibir Ningsih rasanya terkunci ketika melihat perempuan di hadapannya itu.

"Jadi, kamu ternyata perempuan yang sudah membuat Faiz berubah. Aku bahkan sudah menduganya!"

"Maaf, Mbak. Mbaknya ngomong apa?"

"Nggak usah berlagak lugu di depanku. Aku tahu setiap perempuan yang mendekati Faiz, pasti punya maksud tertentu. Dan aku tidak ingin kamu ataupun dia meraih anak-anakku!"

"Mbak, aku hanya ingin melihat Ara. Bukan yang lain-lain. Hanya sebentar karena aku harus bekerja di lantai bawah."

"Rasanya nggak perlu karena kamu bukan siapa-siapa di sini. Kamu boleh turun ke bawah. Jangan ganggu anak-anakku!"

Ucapan itu terdengar sinis, membuat Ningsih bergidik ngeri. Ningsih bukan merasa takut. Namun, dia hanya tidak ingin nanti emosi bercampur dalam dirinya, dan mengakibatkan hal yang fatal.

Mengambil sisi aman dan tidak ingin hal-hal lain muncul, Ningsih mengalah. Dia langsung turun ke lantai bawah ruko, dengan hati tercabik karena ucapan perempuan itu. Dan tak ada yang dipikirkannya lagi selain harus kembali bekerja seperti biasanya.

***

Perhatian dan segenap rasa yang tertumpah dalam benak Faiz pada Ningsih rupanya terbaca oleh mantan istrinya. Dia pun mendekat pada Faiz, tepat setelah Faiz mengantarkan Ningsih pulang.

"Rupanya ini yang membuat kamu tidak memperhatikan anak-anak lagi. Rupanya, ada perempuan-"

"Kamu nggak perlu membahas ini lagi, Ratna. Aku bukan lagi suamimu. Camkan itu!"

"Aku hanya tidak ingin anak kita jadi korban!"

"Korban apa? Selama ini ibuku yang berjuang keras mengurus cucunya. Ibunya bahkan tak peduli dan tak sadar diri!" kata Faiz. "Jangan bilang kamu mulai cemburu ketika ada perempuan yang dekat denganku. Karena sedari dulu kamu yang memang meng-inginkannya!"

Faiz lalu menambahkan. "Kamu memutuskan lari, menjadi simpanan laki-laki itu. Sungguh, hal itu sangat memuakkan!"

"Kamu tak bisa menghinaku dengan cara seperti ini, Faiz," bela Ratna.

"Aku tidak ingin berkata apa-apa jika perceraian kita dulu bukan karena kamu meninggalkanku hanya demi laki-laki lain yang lebih dariku!" ucap Faiz. "Intinya sekarang, setelah Ara sudah sehat, kamu boleh pergi. Kamu tidak bisa membawa anak-anakku tanpa seizinku!"

Ratna diam. Faiz sudah berkata dengan emosi mendalam. Dia tidak lagi dapat berbicara lemah seperti dulu. Barangkali Faiz juga sudah punya kekuatan untuk membela dirinya sendiri.

"Kalian sudah punya kehidupan masing-masing. Ibu tidak ingin-"

"Ternyata ibu dan anak sama saja!" pungkas Ratna kesal. Dia mengatakan itu di depan Bu Narti yang tiba-tiba datang. "Kalian seolah-olah sudah tidak mem-butuhkanku!"

"Karena kamu sendiri yang memilih tidak membutuhkanku lagi. Jadi, kamu tidak perlu mencari-cari alasan lagi," kata Faiz seraya menahan geram.
Bu Narti diam saja. Dan Ratna hanya bisa memandang wajah mantan suaminya dengan raut masam.

***

Dikejar Mantan Suami(Ada Di KBM App) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang