7

1.1K 58 4
                                    

Keesokan harinya, semua aktifitas kembali seperti biasanya. Faiz yang bangun jam 4 subuh demi berjualan dan akan membuka warung makannya. Dia telaten sudah mencuci beras. Memotong ayam, memotong daging sapi, dan melakukan seabrek pekerjaan lainnya, lalu memasak bahan makanan itu.

Bu Narti  menyusul bangun jam 4 an lebih. Perempuan tua itu sholat subuh sebentar, kemudian  membantu Faiz memasak-meski sebelumnya Bu Narti harus mengurus Ara lebih dahulu.

Jam setengah 6, setelah sebagian pekerjaan beres, Bu Narti kembali ke lantai dua, guna mengurusi Fathan juga Ara lagi. Bu Narti menyuruh Fathan  agar cepat mandi karena harus sekolah, juga memberi Ara sarapan pagi karena bocah kecil itu harus minum obat.

Lagi-lagi saat melihat anak-anaknya dirawat oleh neneknya seperti itu, Faiz sungguh amat berterima kasih pada Tuhan, karena terus memberikan kesehatan pada ibunya. Faiz tidak tahu apa yang akan terjadi jika tubuh ibunya yang sudah tua, juga ikut ambruk.

Pukul tujuh kurang 10 menit, Ningsih sudah sampai di warung makan. Dia mulai menyapu ruangan depan. Mengepel lantai. Membersihkan etalase. Menata meja tempat pengunjung akan menyantap makanan, juga mengerjakan segala pekerjaan lain. Kadang Ningsih bantu-bantu sebentar di dapur. Dan hari ini, Ningsih melihat Faiz yang wajahnya telah semringah. Mungkin karena kondisi Ara sudah mendingan jadi Faiz tidak perlu merisaukan semuanya.

"Ning, aku titip kuah santan ya. Tolong diaduk-aduk, jangan sampai pecah santan. Karena aku harus mengantar Fathan sekolah dulu?"

"Ya mas,"

Faiz langsung ke depan. Sekonyong-konyong Fathan muncul ke dapur dan mendekati Ningsih.

"Tante Ning, pamit sekolah dulu ya?"
Fathan lantas menyalami Ningsih, dan anak kecil itu mencium punggung tangan Ningsih.

"Baik-baik di sekolah ya, hati-hati."

"Ya Tante, titip adik Ara ya,"

"Ya," dan Ningsih mengguratkan senyum. Anak itu sangat santun. Selalu menghormati orang tua. Selama bekerja disini, Ningsih hampir tidak pernah mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari Fathan. Fathan selalu menghormatinya, sebagai pekerja ayahnya. Terkadang sore hari Fathan minta bantuan Ningsih jika dia akan membuat PR. Atau...kadang Fathan bermain bersama Ningsih dan Ara jika di sore hari, saat kebetulan Ningsih belum pulang dari warung makan.

Ningsih masih menatap Fathan yang kini berada dalam boncengan motor ayahnya. Dan Ningsih masih tersenyum melihat hal itu, hingga dia sadar, bahwa dia harus mengaduk-aduk santan.

***

Seperti biasa, warung makan Faiz tidak pernah sepi pengunjung. Selalu membludak. Terlebih jika mencapai puncaknya, yaitu pukul 12 siang.

Dan hari ini entah apa yang dirasakan Ningsih. Ketika pengunjung sudah mulai berkurang, dan saat itu pukul setengah 2 siang, dia merasa perutnya mual.

"Mas, aku permisi ke kamar mandi dulu ya?"

"Ya,"

Faiz lalu sibuk melayani pengunjung yang masih datang satu dua. Dan terlihat Bu Narti yang juga sedang sibuk membantu.

Ningsih lalu ke kamar mandi. Begitu menutup pintunya, dia lalu memuntahkan isi perutnya.

Huek!

Huek!

Entah kenapa tiba-tiba Ningsih merasakan pusing. Kepalanya  berputar-putar. Padahal tadi pagi kondisinya masih baik-baik saja.

"Ning," panggil Faiz dari luar pintu kamar mandi.

Tok!

Tok!

"Ningsih, kamu nggak kenapa-napa kan?"

Dikejar Mantan Suami(Ada Di KBM App) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang