Ningsih bangun di pagi hari. Dengan cepat dia membangunkan Ara. Bocah kecil itu masih terlihat lemah. Ningsih teramat pilu melihatnya.
Ningsih mencoba tersenyum menatap Ara. "Ara badannya di lap dulu, ya?"
Ara diam saja. Namun tersirat di wajahnya bahwa dia mengerti apa yang dikatakan Ningsih.
"A..yah..." Ningsih terkesiap ketika dia mengucapkan kata itu.
"Ayah pulang sebentar, nanti ayah datang lagi kesini. Ara sabar ya?"
Gadis kecil itu mengerti dan dia menganggukkan kepalanya pelan.
Ningsih lalu mengambil air yang ada di kamar mandi. Meletakkannya di sebuah wadah kecil. Dia mengambil handuk kecil dan mulai mengelapi tubuh Ara.
"Sebentar lagi nenek datang ya. Nanti Ara sama nek Narti."
Lagi-lagi Ara hanya menatap Ningsih. Wajahnya sedikit menyiratkan rasa heran, sehingga tak pelak membuat Ningsih sedikit tersenyum. Namun senyum itu memudar manakala Ningsih melihat wajah Ara yang masih nampak pucat. Ningsih mengelap dahi dan rambut Ara. Sehingga setelah mengelap tubuh Ara, perempuan kecil itu terlihat bersih. Dengan telaten Ningsih pun memakaikan pakaian yang memang dibawa Faiz semalam.
Dalam hati Ningsih meringis. Teringat kalau anak perempuan kecil ini masih punya seorang ibu. Dimanakah Ratna? Mantan istri Faiz itu. Selama bekerja dengan Faiz, Ningsih hanya mendengar selentingan kabar tentang Ratna. Tidak pernah bertemu dengannya. Hanya pernah melihat sebuah poto keluarga di lantai 2 ruko saat Ningsih mengambil kotak untuk pesanan nasi kotak.
"Kok, ada ya seorang ibu yang nggak kangen pada anaknya. Atau...ia kangen tapi nggak pernah mau datang, lantaran tak mau bertemu Faiz. Perempuan boleh benci pada mantan suami. Tapi, adakah seorang ibu yang membenci seorang anak lantaran ulah mantan suami? Sebagian mungkin ada. Namun, betapa kejamnya perempuan itu, jika sampai melakukan itu."
Ningsih sibuk di alam pikirannya, sampai akhirnya seorang perempuan tua masuk ke ruangan.
"Ning, kamu harus cepat pulang ya. Biar ibu gantian yang jaga Ara," tukas Bu Narti, ibu Faiz. "Faiz kerepotan nggak ada kamu. Dia masih nunggu kamu karena harus mengantar Fathan nanti."
"Iya Bu," jawab Ningsih. "Bu, Ara sudah saya lap tadi badannya."
"Oh, sudah dibersihkan?"
"Sudah Bu."
"Iya, makasih." Dan Bu Narti lalu mendekat ke arah Ningsih. "Ning, ibu mengucapkan terima kasih atas kebaikan dan perhatian kamu pada kami."
"Bu, ibu ngomong apa?"
"Jujur Ning. Kamu anak yang baik. Kamu bukan sekedar karyawan bagi ibu. Tapi sudah seperti anak ibu. Tetap sehat ya nak."
Ningsih menatap mata perempuan tua itu. Hatinya basah. Tak menyangka jika Bu Narti akan mengatakan hal itu padanya.
"Ya sudah, kalau begitu Ningsih pamit ya Bu?"
"Iya, hati-hati pulangnya ya Ning. Naik ojol saja." Bu Narti langsung bergerak mengambil dompetnya dan memberikannya pada Ningsih. "Ini ongkosnya Ning."
"Nggak usah Bu, uang Ningsih ada."
"Jangan selalu merepotkan kamu Ning. Ibu makasih udah dibantu. Terima kasih dan hati-hati ya?"
***
Ningsih baru sampai ke ruko itu, ketika Faiz tengah menunggunya. Faiz terlihat ke dapur sebentar untuk melihat-lihat. Jam telah bergerak ke arah pukul tujuh kurang 15 menit.
"Tante Ning, bantuin Fathan pakaikan sepatu," ujar Fathan tiba-tiba.
"Ya," jawab Ningsih.
Ningsih lalu mengambil sepatu dan kaus kaki yang sepertinya sudah disiapkan Bu Narti sebelum ia ke rumah sakit.
Tatkala memakaikan kaus kaki. Faiz melihat semua itu. Faiz lantas menghidupkan motornya dan memanaskannya sebentar. Ningsih menepuk-nepuk pakaian sekolah Fathan, dan memakaikan anak itu topi di kepalanya.
"Ning, nanti nasi diaduk-aduk ya. Aduk rata, karena tadi baru saya siram air hangat. Terus...tolong pecahkan telur untuk membuat telur dadar sesuai resep yang saja ajarkan."
"Ya Mas," jawab Ningsih.
"Oke, saya tinggal ya Ning. Kerjanya hati-hati."
Ningsih mengangguk. Fathan langsung naik di boncengan motor lalu memeluk pinggang Faiz. Motor pun meluncur masuk ke jalan raya.
***
Seperti hari-hari sebelumnya, warung makan nampak ramai dengan pelanggan yang membludak. Kalau kemarin tak ada Faiz, kini hari ini tak ada Bu Narti yang membantu pekerjaan di warung makan. Alhasil Faiz dan Ningsih kerepotan. Namun karena keduanya lincah melayani pengunjung, semuanya masih terhandle dengan baik.
Sebetulnya Faiz sudah berpikir untuk menambah karyawan. Cuma Bu Narti keberatan. Karena dulu pernah menambah karyawan satu, namun karyawan yang bekerja nggak sesuai harapan. Hanya Ningsih bagi Bu Narti yang bekerja dengan amat baik. Janda tanpa anak itu sangat telaten bekerja, rajin dan disiplin. Ternyata Ningsih juga tak keberatan menghandle semua pekerjaan. Dari melayani pengunjung. Membungkus nasi. Mencuci piring. Membantu memasak di dapur. Jadi, atas keputusan bersama, Faiz tidak berpikir lagi untuk menambah satu karyawan lagi.
Ningsih terlihat lelah di siang harinya, dan seperti biasa Faiz membuatkannya segelas es teh manis.
"Minum Ning," ujar Faiz setelah meletakkan es teh di meja dekat Ningsih sedang makan siang.
"Terima kasih mas," jawab Ningsih seraya memerhatikan wajah laki-laki itu.
***
Sore harinya terdengar kabar kalau kondisi Ara sudah membaik. Bu Narti menelpon dari rumah sakit. Katanya dokter memberi tahukan bahwa Ara diperbolehkan pulang esok harinya.
"Jadi, Ara sudah diperbolehkan pulang."
"Iya, ibu barusan menelpon."
"Semoga keadaan anak mas baik-baik saja," kata Ningsih tulus.
"Iya Ning. Sungguh, aku kerepotan ngurus anak-anak. Aku tidak tahu lagi bagaimana ngurus anak-anak jika kondisi ibu tidak sebagaimana mestinya. Untunglah nenek Fathan dan Ara itu tetap sehat."
"Mas harus tetap berdoa untuk kesehatan keluarga mas Faiz."
"Iya Ning, dan saya berdoa kamunya juga tetap sehat. Biar kamu tetap bantu saya disini cari rejeki. Kalau kamu sakit kan sayanya juga yang susah."
"Ya Alhamdulillah tetap sehat mas." Dan saat itu ingin sekali Ningsih bertanya soal istri Faiz. Namun Ningsih tidak ingin menanyakannya. Lagipula untuk apa ia mengusik semuanya. Bukankah Faiz juga tidak pernah berkeluh kesah tentang istrinya.
Faiz sudah selesai menyiapkan nasi, sayur, dan lauk pauk untuk Ningsih bawa pulang.
"Ini..." ujar Faiz seraya menyodorkan bungkusan putih untuk Ningsih.
"Saya pulang dulu ya Mas, salam buat ibu. Oh iya, jadi mas Faiz jaga sampai malam?"
"Ya, seperti biasa,"
"Kan nggak ada ibu mas, nanti kerepotan. Bagaimana jika nanti habis magrib aku kembali lagi kesini, bantu-bantu sedikit."
"Nggak usah Ning. Biar kamu istirahat saja. Besok kan kita harus kerja lagi."
"Ya mas," jawab Ningsih. "Ningsih pamit pulang ya?"
Faiz mengangguk. "Hati-hati Ning."
Dan Faiz menatap punggung perempuan itu. Dadanya berdesir melihat ketulusan dan kebaikan perempuan itu. Tiba-tiba saja Faiz teringat akan mantan istrinya. Ratna sungguh sangat berbeda dengan Ningsih.
Dan lamunan Faiz buyar ketika ada pengunjung yang datang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dikejar Mantan Suami(Ada Di KBM App)
RomanceRank #1 kategori Ningsih-30 Maret 2021 Rank #1 kategori Ningsih-2 April 2021 Rank #5 kategori Faiz-9 Mei 2021 Rank#4 kategori Faiz- 10 Mei 2021 Rank #4 kategori Faiz- 2 Agustus 2021 Rank #3 kategori suami- 3 Oktober 2021 Rank #6 katogeori Faiz-8 Jul...