11

934 52 2
                                    

Haris sudah memarkirkan mobilnya tepat di depan toko sederhana milik istrinya.

Terlihat istrinya tengah berbicara dengan seorang laki-laki. Haris mengenalinya sebagai Randi. Pemilik toko baju di sebelah toko istrinya. Melihat kedatangan Haris, Kamila langsung menyudahi obrolannya dengan pria itu. Randi terlihat menyingkir dari sana dan kembali ke tokonya. Sementara Kamila terlihat membawa barang-barang untuk dimasukkan ke dalam mobil Haris.

"Mbok, dibantuin sayanya mas. Masak istri dibiarkan ngangkat sendiri barang-barangnya."

Haris menghela napas saat mendengar ucapan istrinya. Ia diam dan mengikuti istrinya membawa barang-barang keperluan jualan ke dalam mobilnya.

Begitu selesai, Haris menunggu di depan. Dua pegawai yang dipekerjakan Kamila sudah membubarkan diri.

Terlihat Kamila yang tengah menutup rolling door, lalu menggembok ruko sewaan itu.

Haris langsung masuk mobil, diikuti Kamila Dewi yang masuk kemudian.

Mobil pun berjalan, masuk ke jalan besar.

Di dalam mobil, keduanya hanya saling diam. Sudah lumrah keduanya seperti ini. Terlebih selama dua mingguan Kamila selalu menunjukkan wajah yang kesal pada Haris.

"Masnya kemana tadi? Perasaan tiap malam nggak pernah ada di rumah."

"Keluar," jawab Haris.

"Keluar terus. Mending ke toko, bantuin istrinya gitu yang kadang repot."

"Kalau aku juga ngikut jualan. Ngapain coba kamu punya dua pegawai."

"Mas, seenggaknya kalau kamu di toko, biar kamu lihat betapa capeknya istri cari duit."

"Lha, emang aku ini apa? Nganggur dan santai-santai di rumah."

Kamila Dewi menghela napas.

"Kita belum punya anak. Kamunya malah keluyuran terus. Gimana kalau sudah punya anak." ujar Kamila. "Lagipula aku sanksi jika kita bakalan punya anak. Sudah 2 tahun mas. Kok kita begini-begini saja. Ayahku malah udah nanya. Kenapa sih aku nggak hamil juga. Apa yang salah."

Kamila sudah berkeluh-kesah. Di balik kemudi, Haris hanya diam.

"Kalau Tuhan memang belum menginginkan kita punya anak, aku berusaha sabar. Namun ini...adakah penyebab lain, " Kamila melirik wajah suaminya. "Atau... jangan-jangan..."

"Jangan apa?" sentak Haris. "Anak adalah titipan. Itu tandanya Tuhan belum mau nitip ke kita."

Lagi-lagi Kamila hanya diam, tanpa mau memprotes lagi.

Sepanjang perjalanan pulang, hanya kesunyianlah yang tercipta. Kamila juga sudah malas bicara dengan Haris. Semuanya terlihat dari raut wajahnya yang sudah sangat lelah.

Kamila masuk rumah, lalu masuk kamar tanpa bicara apa-apa. Dia membiarkan Haris sendirian memasukkan barang-barang yang dari mobil tadi ke dalam rumah.

Haris tahu istrinya nampak kesal. Namun tahukah istrinya kalau ia pun sama kesalnya? Belum lagi saat teringat kedatangannya ke rumah Ningsih tadi.

Dia berharap masih dapat meraih Ningsih kembali. Namun lihatlah. Bahkan Ningsih pun sudah jauh berubah. Apa mungkin cinta memang dapat pudar seiring waktu?

Haris lalu masuk ke dalam kamar mereka. Terdengar bunyi kecipak air dari kamar mandi. Haris tahu istrinya sedang mandi.

***

Sudah pukul satu dini hari. Haris melihat samping kanannya, Kamila Dewi tengah tertidur pulas. Haris bangkit dari tempat tidur, lalu mengendap-endap menuju ke arah lemari pakaiannya.

Bodoh!

Ia melakukan itu seperti maling di rumah sendiri saja. Haris kembali menoleh pada istrinya sebelum dia membuka lemari itu.

Setelah dipastikan Kamila nggak akan bangun, Haris lalu cepat-cepat membuka lemari pakaian itu. Lalu mengambil berkas penting berupa amplop. Benar, itu adalah amplop penting yang dicarinya. Ia lalu keluar dari kamarnya, lalu menuju ke arah ruang keluarga.

Sesampainya disana, Haris lalu menyalakan lampu, lalu sibuk terpekur menatapi amplop itu. Ia kembali membaca catatan penting di balik amplop itu, lalu terdengar ia mengeluh pendek.

Tidak ada yang boleh membaca isi amplop itu. Tidak ada yang boleh menemukannya. Amplop itu adalah hasil pemeriksaan kesuburan yang ia lakukan setahun lalu.

Terbayang wajah dokter Fuadi, dokter tempat ia memeriksakan diri di rumah sakit kota ini.

"Setelah mengikuti serangkaian tes. Sperma yang dihasilkan tidak bekerja sama sekali. Bisa dikatakan, kamu tidak subur."

Haris diam. Kenyataan menyakitkan ini sudah membungkam mulutnya. Ia sudah menduganya, bahwa mungkin ia mandul.

Hanya, saat mendengar dari mulut sumbernya, katakanlah saat dokter berkata seperti ini padanya, itu terasa begitu menyakitkan.

"Jadi, dokter?"

"Ya, itu kenyataan yang harus kamu hadapi. Jadi bagaimana dengan keluargamu. Istrimu? sudah diberitahu soal ini."

"Aku bahkan tidak bilang apa-apa padanya dokter. Bahkan, saat pemeriksaan ini pun aku melakukannya secara diam-diam."

"Pasangan yang baik itu adalah pasangan yang bisa menerima keadaan pasangannya yang lain. Dalam artian istri yang baik itu, harus dapat menerima keadaan suaminya. Bagaimana istrimu bisa dikatakan baik juga jika kamu tak menceritakan semua ini padanya. Singkirkan rasa malu dan jelaskan baik-baik bahwa kamu-"

"Saya tidak sanggup untuk mengatakannya dokter."

"Walaupun spermamu tidak berfungsi, kalian tentunya bisa mempunyai anak dengan jalan yang lain. Tapi tentu saja masih harus dikonfirmasikan dengan pasangan kita."

Haris diam. Dia tak mau menceritakan apa-apa. Ini aib. Dan ibu kandungnya salah. Dirinyalah yang mandul. Bukan Ningsih. Haris jadi menyesal mengapa dia mau saja saat ibu meminta ia menceraikan Ningsih. Harusnya sekarang ia menjelaskan semuanya pada ibunya, bahwa ialah yang mandul. Agar Ningsih-meski telah menjadi mantan istrinya-setidaknya ibunya bisa mengerti bahwa Ningsih tak salah apa-apa.

Lalu, untuk kemudian, Haris menyembunyikan apa yang terjadi padanya rapat-rapat. Bahkan, istrinya pun tidak tahu soal ini hingga sekarang. Dan amplop itu...amplop yang tengah digenggamnya sekarang, ia menyimpannya di tempat yang tersembunyi. Yang hanya dia yang bisa menemukannya.

"Mas, ngapain kamu disitu," sekonyong-konyong Kamila muncul di hadapan Haris.

"Nggak...nggak pap...pa..." Haris sampai tergagap melihat Kamila yang datang tiba-tiba.

"Ayo masuk ke dalam. Istirahat. Nanti suami sakit, karena kurang istirahat, istri juga yang disalahkan. Besok kan kamu juga harus kerja." Kamila Dewi sudah mengomel, sampai akhirnya Haris cepat-cepat menyembunyikan ampop di tangannya.

Istrinya terlihat ke dapur, dan membuka kulkas. Haris cepat menuju ke dalam kamarnya, dan cepat meletakkan kembali amplop itu ke tempat rahasia, yang hanya dia sendiri yang tahu.

***

Dikejar Mantan Suami(Ada Di KBM App) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang