6

1.2K 66 0
                                    

Ningsih menatap semuanya dari kejauhan. Di depan rumah kontrakannya terlihat dua orang yang letaknya berjauhan. Ada Naning yang tengah duduk di sebuah bangku-sepertinya tengah menunggunya dengan ekspresi masam. Sementara Ningsih menatap pria yang satu lagi-Haris Prayoga. Mantan suaminya itu tengah berdiri di muka rumah dengan pakaian kantor. Sepertinya dia baru pulang kerja.

Namun Ningsih seolah tak peduli. Buat apa mantan suaminya kesini? Apa lagi yang diharapkan Haris padanya? Segala urusan mereka sudah lama berakhir. Dan kini hati Ningsih sudah hancur berkeping-keping karena ulahnya. Dan Ningsih sudah tidak mau lagi berurusan dengannya.

Ningsih sudah berada di depan keduanya. Dengan cepat ia merogoh sakunya untuk mengeluarkan kunci rumah.

"Ning," sapa Haris lebih dulu. Suaranya lembut dan teduh. Ningsih menatap wajah mantan suaminya.

"Sudah lama Mas?" tanyanya kemudian. Tanpa menanyakan Naning yang masih duduk di bangku tak jauh dari Ningsih berdiri.

"Baru saja. Tadi aku lihat adikmu sudah duluan menunggu kamu."

Ucapan itu tak pelak membuat Ningsih menoleh pada sang adik yang mukanya seperti jeruk purut.

Ningsih tahu semua ini bukan karena Naning kesal karena lama menunggu dirinya. Namun Naning pasti benci dengan kedatangan Haris. Sejak Ningsih bercerita manakala dia diminta menggugat cerai Haris dulu, Naning kecewa dan ujug-ujugnya Naning membenci mantan kakak iparnya. Kakak iparnya lah yang membuat Ningsih akhirnya jadi janda.

"Naning, ayo masuk!" sergah Ningsih. Pintu sudah terbuka lebar.

Naning yang duduk di bangku mulai berdiri dan mendekati kakaknya.

"Aku nggak bawa apa-apa Kak. Aku kesini hanya untuk menengokmu. Kenapa nggak pernah main ke rumah?"

"Sibuk kerja Ning, maaf," kata Ningsih. Dia menerima bungkusan dari Naning yang dilihat Ningsih berupa berbagai macam roti.

"Yuk, masuk mas," katanya pula pada mantan suaminya. Haris lalu masuk, hampir berbarengan dengan Naning. Naning langsung ke belakang, sementara Ningsih membiarkan Haris yang sudah duduk di ruang tamu. Haris menatap sekeliling ruang tamu. Dia sudah maklum dengan keadaan mantan istrinya. Dia pun sudah beberapa kali kesini. Dan pemandangan yang dilihatnya di rumah kontrakan Ningsih hanya begitu-begitu saja. Tak ada barang berharga, kecuali TV berukuran kecil yang masih setia bertengger di ruang tamu rumah.

"Ngapain dia kemari kak? Kakak punya urusan dengan dia...atau jangan-jangan Kakak sudah terlibat lagi urusan asmara sama dia." Naning sudah mencerocos pada Ningsih. Ucapan yang sungguh mengintimidasi Ningsih.

"Kamu ngomong apa," kata Ningsih. "Aku saja bahkan nggak tahu dia akan kemari."

"Baguslah. Kak, jangan ulangi kesalahan yang sama."

"Ning, walaupun aku begini, aku selalu berpikir jika mau bertindak," kata Ningsih. Keduanya memang sudah berada di dapur, dan nada bicara pun sudah dipelankan. Semata-mata agar Haris tak mendengar.

Ningsih tengah membuka roti yang dibawa Naning, yang rencananya mau ia suguhkan pada mantan suaminya.

"Kabar suamimu gimana, Amir bagaimana?"

"Baik-baik saja kak, si kecil itu justru malah nanyain kamu."

"Sibuk Ning, kadang ketika baru pulang kerja, aku langsung beres-beres rumah. Mencuci baju."

"Nggak dibawa ke laundry saja, kayak biasa."

"Nggak lagi Ning. Nyuci sendiri. Kalau pas lagi badan sakit iya. Sekarang harus berhemat, kalau nggak pengeluaran bakal membengkak."

Dikejar Mantan Suami(Ada Di KBM App) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang