Biasakan vote terlebih dahulu sebelum membaca.
Happy Reading!
Di dalam sebuah ruangan, terlihat tiga orang cowok yang sedang memainkan alat musik. Bukan, mereka bukan sedang latihan seperti yang sering mereka lakukan di sekolah pada setiap hari kamis di luar jam pelajaran, namun mereka hanya ingin menghilangkan rasa kegabutan mereka.
Angga dan Darren menatap heran ke arah Gallen yang sepertinya tak pernah bisa fokus memainkan alat musik drum yang sedang dimainkan oleh lelaki itu.
"Dari tadi gue perhatiin, lo kayaknya nggak fokus main deh! Lo kenapa? Kayak orang yang lagi nanggung beban pikiran berat aja. Ada masalah?" tanya Angga.
"Oma jodohin gue," jawab Gallen to the point.
"Hah?! Oma lo jodohin lo, Len?! Sama siapa?" pekik Darren cukup keras.
Gallen menghembuskan napas pelan. "Lo berdua juga kenal sama orangnya."
Angga memutar bola matanya jengah. "Iya, siapa? Orang yang kita kenal itu banyak! Bukan cuma satu! Ada si Mela, Elsa, Nina, Sari, Jubaedah. Pokoknya banyak dah! Siapa orangnya? Apa salah satu dari deretan nama yang gue sebut barusan?"
Gallen berdecak. "Ck! Gak!"
"Ya, terus siapa?!" tanya Darren mulai kesal.
"Selin."
"Se-selin? Selin anak Ips satu?!"
"Kok bisa?!"
"Tau tuh Oma gue. Katanya dia punya perjanjian sama sahabatnya sejak dulu. Dan sahabatnya itu, Neneknya si Selin. Kalo mereka punya cucu yang berlawanan jenis, mereka bakalan jodohin cucu mereka. Dan ternyata, semuanya terkabul. Mereka jodohin gue sama tu cewek," jelas Gallen panjang lebar. Sebenarnya ia orangnya tak suka banyak bicara, tapi karena ini adalah sebuah penjelasan, jadi ia harus menjelaskannya secara rinci meskipun singkat. Yang penting, mereka paham dengan apa yang ia jelaskan.
"Terus lo terima perjodohan itu?" Gallen mengangguk.
"Kenapa?" tanya Angga heran.
"Gue gak mau bikin Oma gue sedih hanya karena gue menolak keinginannya yang satu ini." Darren dan Angga hanya menganggukkan kepalanya mengerti seraya ber-oh ria.
"Len? Gue heran deh sama lo, lo kenapa sih? Setiap kali si Siska dateng samperin lo, lo selalu aja bersikap kayak nggak peduli. Apa salahnya sih, lo peduli dikit gitu sama dia. Gue kasihan aja sama dia, bro," ujar Angga.
"Gue nggak suka sama dia. Kalau lo suka, ambil aja sana."
"Iya, kalo seandainya dia mau. Dia kan cintanya cuma sama lo dari kelas sebelas. Tapi, lo yang dicintainya malah gak peduli sama perasaan dia."
Gallen memutar bola matanya jengah. "Terserah," ujar Gallen.
Gallen mulai beranjak dari duduknya. Ia sudah mulai jengah dengan perkataan salah satu sahabatnya itu.
"Lo mau ke mana?" tanya Darren.
"Cabut."
"Tungguin gue elah! Ga, gue juga mau balik deh. Nih, gitar lo! Thank's, ya!" ujar Darren buru-buru. Kemudian, ia pun bergegas pergi dari ruangan musik milik Angga dan menyusul Gallen yang sudah jalan lebih dulu.
"Len! Tungguin gue woy!" teriak Darren sambil berlari mengejar kawannya itu.
Saat Gallen tiba di bagian ruang tengah rumah Angga, ia tiba-tiba menghentikan langkahnya karena seseorang memanggilnya.
"Gallen."
Gallen membalikkan tubuhnya. "Iya, Tan?" tanyanya.
"Kamu mau ke mana?" tanya Erika, mamanya Angga.
"Aku mau pulang, Tan. Mainnya juga udah selesai kok," jawab Gallen.
"Tumben, kok cepet banget?"
"Iya, soalnya tadi Mama udah nelpon Gallen untuk cepat pulang," jawabnya berbohong.
"Oh gitu. Ya udah, hati-hati ya." Gallen menganggukkan kepalanya seraya tersenyum tipis.
"Hallo, Tan! Darren juga mau pulang sekarang. Darren pamit ya, Tan," ujar Darren yang baru saja tiba di sana.
"Ya udah. Kamu juga hati-hati," jawab Erika.
"Kalo gitu, kita berdua pamit, Tan. Assalamualaikum," ujar Gallen berpamitan seraya mencium punggung tangan wanita paruh baya itu.
"Waalaikumsalam."
Setelahnya, mereka berdua pun pergi meninggalkan kediaman keluarga Angga. Mengingat, jika malam kini sudah semakin larut.
* * *
Gallen memberhentikan motor ninja merahnya di garasi rumah miliknya. Lalu, ia turun dari motornya itu dan langsung berjalan memasuki rumah.
Ia menutup pintu utama yang baru saja ia buka. Untung saja pintunya belum dikunci. Kemudian, ia melangkahkan kakinya untuk langsung pergi ke kamarnya. Namun, saat ia sedang menaiki anak-anak tangga untuk menuju ke arah kamarnya, tiba-tiba saja Bunda memanggilnya.
"Gallen, kamu baru pulang?" tanya Indira, Mamanya.
"Iya, Bun."
"Tumben-tumbenan jam segini sudah pulang? Terus, itu muka kamu kenapa kusut kayak gitu, Len?"
"Gapapa, Bun. Gallen cuma lagi banyak pikiran aja," jawab Gallen mencoba menyangkal. Indira pun hanya mengangguk paham.
"Kalo gitu, Gallen pamit ke kamar ya, Bun."
"Ya udah, sana! Eh, tapi jangan lupa! Besok setelah pulang sekolah, kamu harus pergi ke butik ya! Kita harus mempersiapkannya dari sekarang. Jangan lupa ajak Selin juga! Kita bakalan pilih baju pengantin buat pernikahan kalian nanti."
Gallen menghela napas lelah. "Iya."
Setelah itu, ia pun langsung beranjak pergi ke kamarnya yang memang berada di lantai dua.Sesampainya di dalam kamar, ia pun menjatuhkan dirinya ke atas tempat tidurnya dengan cukup kasar.
Gallen menghembuskan napasnya lelah. "Apa gue bisa lewatin ini semua? Pernikahan itu bukan cuma untuk sehari dua hari. Tapi, untuk selamanya." Gallen bergumam seraya menatap langit-langit kamarnya.
Tanpa terasa, kini rasa katuk mulai menyerangnya. Hingga akhirnya, matanya pun mulai terpejam secara perlahan dan ia pun mulai masuk ke alam mimpi.
•••
TbcIya, aku tau kok part ini pendek dan gaje banget😫 tapi ini kan baru awal² ya.. Jadi mungkin kan belum timbul konfliknya, kalian waiting aja ya.. Siapa tau mungkin ke sana nya bakalan seru wkwk (meski aku sendiri juga gak yakin sih, hehe)
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI RAHASIA
Fiksi Remaja(𝐂𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐥𝐞𝐧𝐠𝐤𝐚𝐩 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐞𝐝𝐢𝐚 𝐝𝐢 𝐊𝐚𝐫𝐲𝐚𝐊𝐚𝐫𝐬𝐚) Cover mentahan from Pinterest • "Apapun yang sudah jadi takdir lo, lo nggak akan bisa menghindarinya. Dan apapun yang memang bukan takdir lo, maka lo harus merelakannya." Seli...