Chapter 17

218 21 2
                                    


—Kau atau aku?—





Mingyu telah rapi dengan penampilannya. Sebelah kakinya mengetuk-ngetuk lantai, sementara mulutnya ia biarkan bersiul ria. Sesekali menengok ke samping, berjaga-jaga kalau-kalau Jisoo tiba-tiba datang, dan dia harus segera menampilkan sisi kerennya.

Definisi keren dalam kamus Mingyu sangat singkat, yaitu orang yang bisa menarik atensitas Jisoo secara sempurna. Meski faktanya tak semudah perinciannya. Mingyu bahkan harus menahan hiperbolisnya demi terlihat keren di depan Jisoo.

Jisoo pernah berkata, menurutnya lelaki keren itu orang yang memiliki sisi tenang, dapat berlaku bijak tanpa banyak suara. Dengan tampang dingin yang sering kali meluluh-lantahkan hati wanita di mana-mana. Layaknya karakter yang diperankan oleh Lee Minho atau pun Kim Woobin yang hanya terealisasikan dalam drama-drama. Mingyu pun dibuat kesal dengan kelancaran Jisoo mengungkapkan kriteria keren seperti gadis-gadis pemuja. Namun, Jisoo melanjutkan bila dia dilahirkan kembali dia ingin menjadi demikian hingga seluruh perempuan di seantreo sekolah menggilainya.

Dengusan demi dengusan tercipta. Demi apa, Mingyu sangat kesal karena karakter yang dia miliki berbanding balik dengan apa yang Jisoo puja. Mengejek kegemaran Jisoo menjadi imbas kekesalannya. Namun, dia ingin membuktikan kalau ia juga bisa berlaku demikian. Menjadi keren versi sahabatnya? Itu terlalu mudah, bahkan pepatah yang gemar mendengungkan kalimat semudah membalikkan telapak tangan pun menyerah—kendati faktanya sekadar bualan belaka.

Mingyu menyengir. Tidak hanya sekadar membuat Jisoo terkagum-kagum, lebih dari itu ia akan merampas penuh hati sahabatnya itu. Memang manusia mana yang bisa menolak pancaran pesona yang dia miliki? Laki-laki sekalipun? Mingyu tidak yakin.

"Gyu—Mingyu?"

Mingyu reflek menoleh setelah beberapa kali mengerjap mencari kesadaran.

"Aish  ... dari tadi aku memanggilmu, tetapi kau hanya melamun seperti orang bodoh?"

Ayolah, pikirkan perasaan Mingyu saat ini. Dia bahkan sudah lama berjaga-jaga menunggu Jisoo datang, tetapi mengapa datangnya di waktu yang sangat tidak tepat sekali?

Mingyu menggaruk tengkuknya yang tak gatal, lantas membenarkan letak jaket bisboll-nya yang sama sekali tak terlihat berantakan.

"Sejak kapan kau di sana?" tanya Mingyu, berusaha mengontrol diri dengan tenang.

"Hei, daripada kau bertanya sejak kapan aku di sini, lebih baik kau jelaskan padaku, mengapa kau duduk seperti tamu di situ?"

Jisoo berkacak pinggang, memandang sengit ke arah Mingyu. Sejak ia membukakan pintu dia sudah melipat banyak kerutan. Awalnya ia ingin sekali mengutuk sembari membenturkan kepala orang yang berani bertamu di pagi-pagi buta. Sudah cukup tidur nyenyaknya semalam diganggu oleh sahabat bongsornya itu hanya untuk mengajaknya jalan-jalan pagi ini. Nyatanya tidak lain beda, pelakunya tetap orang yang sama, bahkan rona di luar masih samar-samar terlihat. Semburan bak bisa ular kobra sudah mau ia semburkan dengan brutal kala itu. Namun, urung, energinya di pagi hari ternyata tidak memiliki kapasitas setinggi itu, dia malas. Pun mengenai Mingyu yang tak biasanya mengetuk pintu rumah pakai etika permisi.

Namun, tidak berlanjut usai Jisoo membereskan kamar dan berbenah, nyatanya kejanggalan makin menjadi-jadi. Sahabatnya itu sejak tadi hanya menunggu di ruang tamu. Bahkan ia tak bergeming dari tempat duduknya sama sekali. Bersikap seperti tamu dari luar kota saja. Jisoo geram, lama-lama merasa kesal sendiri. Sikap Mingyu semakin lama tidak bisa ia toleransi. Hendak protes, tetapi juga malas—membayangakan banyaknya argumen yang harus ia perkirakan. Sesuatu yang merepotkan selalu ia benci, apa lagi sampai membuat dirinya kepalang lelah. Abai memang selalu menjadi pilihan terbaik.

BEst FRIEND | Minshua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang