CHAPTER 12

1.2K 154 30
                                    

Prilly mencari kesibukan berbincang dengan Stephanie salah satu tetangganya, tentu saja alasannya untuk menghindari Ali yang sedari tadi mencuri pandang padanya. Ali sendiri terlihat sedang asik mengobrol dengan para pria di sana. Berbeda dengan para wanita yang membahas soal film tadi. Para pria justru membahas Liga Eropa.

Sadar bahwa Prilly menghindarinya, Ali menghampiri gadis itu.

"Prill, bisa minta waktunya sebentar?"
Prilly menoleh ke arah Ali. Bersikap senormal mungkin agar orang-orang di sana tidak curiga.

"Oke, saya pamitan dulu sama mereka, lagian udah malem banget, kamu juga harus pulang kan"

Prilly dan Ali akhirnya berpamitan pada mereka semua, meninggalkan rooftop yang masih ramai. Prilly berjalan di depan Ali, mengarahkan pria itu ke depan pintu rumahnya.

"Kita ngomong di sini aja" ucap Prilly sedikit dingin.
"Prill"
"Kalau kamu mau bahas soal ciuman tadi, sorry, kayanya saya cuma terbawa suasana aja"

Ali sedikit kecewa dengan pernyataan Prilly barusan. Ia menghela nafas berat, rasanya akan sulit berbicara dengan Prilly yang sedang tidak mood.

"Bisa kita ngomong di dalem?"
"Mau ngomong apa sih?"
"Please"Ali memelas.

Prilly terpaksa membuka pintu dan membiarkan Ali masuk bersamanya. Ia mengambil segelas air dingin, berusaha meredakan emosinya yang sedang tidak stabil. Entah karena emosi Ali seperti mempermainkannya, atau emosi pada diri sendiri yang begitu lemah pada Ali.

Ali menarik tangannya dan menuntun Prilly untuk duduk di sofa.

"Aku akan jawab semua pertanyaan kamu, kamu boleh marah, boleh pukul aku, bebas, aku pantes untuk itu"

Prilly tak butuh waktu lama untuk berpikir, sebuah tamparan keras mendarat di pipi Ali. Belum puas dengan tamparan, kali ini Prilly memukul kesal dada Ali dengan tangan kanannya.

"Kamu tuh jahat banget tau ga, aku tuh benci banget sama kamu, tiba-tiba ngilang,  10 tahun ga ada kabar, tiba-tiba muncul di Paris, tanpa ada niat ngejelasin apa-apa,  trus selalu ganggu aku, sekarang kamu malah cium aku di saat kamu udah punya pacar, mau kamu apa?" Serunya kesal.

Ali hanya memegangi tangan Prilly, tapi tidak melawan.

"Aku minta maaf ya Prill, aku tau, tindakanku sangat pengecut, wajar kamu benci sama aku, aku pun benci sama diri aku sendiri Prill, aku ga punya power untuk melawan Kakek, semua aksesku ke Indonesia ditutup. Bahkan untuk nyelesain High School aja aku di home schooling"

Prilly berhenti meronta ketika mendengar penjelasan Ali.

"Aku tuh cuma mau pulang ke Indonesia, mau ketemu mama, ketemu kamu, tapi aku cuma anak SMA yang belum punya apa-apa. Untuk kuliah aja aku harus ditemenin body guard dan supir, internet dan segala akses di batasi, aku cuma berharap kamu juga bisa bertahan" lanjut Ali.

Setelah memastikan Prilly tenang, Ali melepaskan pegangannya pada tangan Prilly.

"Prill, asal kamu tahu, saat ini pun aku ga bisa menentukan pilihan untuk hidup aku sendiri. Semua sudah diatur Kakek, aku bisa ke Paris karena pilihannya adalah jalanin bisnis kakek di Paris atau di Finlandia, aku pilih Paris karena aku inget kamu mau kuliah di sini, berharap bisa cari kamu"

"Dan ternyata, Tuhan kasih jalan yang mulus, salah satu restoran yang di akuisisi kakek ternyata tempat kamu kerja, awalnya aku ragu, apa Chef Prilly yang tertulis di laporan itu kamu atau bukan, tapi aku nekat, yang penting, aku bisa keluar dari pengawasan Kakek dulu"

Prilly menyimak, memang ini yang ia butuhkan, penjelasan dari Ali. Ada apa dengannya selama 10 tahun ini.  Dan bagaimana dia bisa sampai di Paris. Awalnya Prilly mengira Ali benar-benar meninggalkannya. Tapi ternyata Ali mengalami hal yang sama dengan dirinya. Sama-sama tersiksa, bahkan saat ini rasa iba muncul karena tahu Ali kehilangan kemerdekaannya.  Ia masih lebih beruntung karena bisa menentukan hidupnya sendiri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 15, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aile en Forme Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang