chapter lima

21.6K 3K 173
                                    

Jeno menyerahkan beberapa kertas yang berisi tulisan tangannya.

"Materi kemarin,"

Jeno membuatkannya? Sungguh?!

"Terima kasih."

Keduanya kini tengah berjalan menuju fakultasnya dengan Jaemin yang menggendong Yuli. Sebenarnya dia malu, tapi apa boleh buat. Tidak mungkin kan jika dia meninggalkannya sendiri di kamar?

"Titipin Seulgi,"

"Apanya?"

"Yuli."

"Apa ngga papa? Takut ngerepotin nanti,"

"Ngga papa."

Ya, Jeno memang sudah menghubungi Seulgi tadi. Hanya mengatakan jika dia akan menitipkan seorang bayi. Tanpa menjelaskan bayi siapa ataupun dari mana.

Ah, Seulgi sudah datang. Dia berada di depan fakultas Seni, tentunya fakultas Seulgi berbeda dengan fakultas Jeno dan Jaemin.

"Hai Seulgi," Sapa Jaemin.

"Hai Jaemin!"

Seulgi melihat seorang bayi yang ada di gendongan Jaemin. Dan memekik keras.

"Ini bayi kalian?! Astaga sejak kapan kalian nikah? Ternyata gosip itu benar!"

Jaemin menganga. Apa Jeno tidak memberi tahu asal usul Yuli? Dia malu, seluruh mahasiswa yang ada disana menoleh ke arah mereka! Jeno hanya memutar bola matanya malas. Sudah tau reaksi Seulgi akan luar biasa.

Jaemin gelagapan. "Bu-bukan Seulgi. Aku ngga bisa jelasin sekarang. Bentar lagi mau masuk jam kuliah, aku mau titip Yuli, ngga papa? Ngga ada yang bisa jagain soalnya."

Seulgi mengangguk semangat. Segera mengambil Yuli dari gendongan Jaemin dan membawa serta hipseat nya dan berlalu dari sana.

Jaemin menolehkan kepala nya pada Jeno dengan kesal.

"Apa?" Tanya nya tanpa rasa bersalah.

"Kamu ngga ngasih tau asal-usul Yuli sama Seulgi?" Jeno menggeleng, membuat Jaemin mendesah kesal.

"Kan jadi salah paham, Jeno. Gimana sih?"

"Terus?" Jaemin memijat keningnya; lelah menghadapi Jeno!

"Semuanya jadi ngira kita udah nikah, Jen!"

"Ya udah, terus?" Jaemin menganga dan kembali mendesah frustasi.

Jeno mendorong Jaemin masuk ke kelas nya. Jaemin masih menganga, tidak percaya dengan tanggapan Jeno yang sangat santai.

🕳️°•Nomin•°🕳️
©Vvusr_

Jeno dan Jaemin sedang berada di fakultas Seulgi. Jam nya sudah berakhir tadi dan akan kembali menjemput Yuli.

Seorang mahasiswa yang ia ketahui bernama Yuta menghampiri keduanya.

"Ah, saya tadi di tugaskan untuk memberi tahu kalian, kalian berdua di panggil dekan. Katanya disuruh menghadap dan menjelaskan rumor. Saya ngga tau rumor apa, saya hanya ditugaskan. Kalau begitu permisi,"

Jantung Jaemin berdegup kencang mendengar pembicaraan Yuta. Berbeda dengan Jeno yang santai.

"Jenoo...." Jeno menaikan alisnya.

"Takut, pasti dekan denger tentang Yuli. Gimana kalo kita di keluarin? Jeno~" Rengek nya tanpa sadar. Bahkan tangannya bergelayutan di lengan pemuda itu.

"Ngga akan, ayo." Jeno menggandeng Jaemin entah sadar atau sengaja.

Ruang dekan tak jauh dari mereka berdiri tadi. Jeno mengetuk ruang dekan dan keduanya masuk setelah di beri izin.

"Permisi, dekan memanggil kami?" Tanya Jaemin.

"Ah iya, duduk dulu. Mau minum apa?"

Jaemin mengernyit, minum?

"Ahaha, hanya bercanda. Duduk ayo, jangan tegang saya ngga makan daging manusia kok." Jawab dekan santai. Dekan yang satu ini memang terkenal ramah. Tapi Jaemin tetap gugup, tentu saja!

Jeno dan Jaemin duduk di hadapan sang dekan.

"Ada apa," tanya Jeno. Tidak ada takut-takutnya memang.

"Jadi kalian sepasang suami istri?"

Jaemin sudah hampir menjawab bahkan mulut nya sudah terbuka tapi sebelum dia berhasil menjawab dekan kembali menginterupsi.

"Tidak masalah, saya akan bilang kepada dosen-dosen agar mengizinkan kalian membawa anak. Saya mengerti. Mengurus anak itu kewajiban orang tuanya, bukan kakek-neneknya. Saya mengizinkan, asalkan kalian tetap mengikuti dan tetap mengerjakan tugas yang dosen berikan." Jaemin kembali menganga. Bagaimana bisa dekan nya menyimpulkan jika dia sepasang suami istri dan mempunyai anak! Bahkan dia tidak diberi izin menjelaskan. Astaga, tolong tenggelamkan Jaemin sekarang juga.

"Ah dekan, itu—"

"Saya mengerti, kalian tidak perlu khawatir. Saya bangga pada kalian yang berani membawa anak ke kampus. Kalian sangat bertanggung jawab. Hanya itu yang ingin saya sampaikan, kalian boleh kembali jangan lupa bawa anak kalian. Saya sudah melihat anak kalian, sangat lucu. Baiklah kalian boleh keluar." Jaemin menghela nafas frustasi. Bagaimana bisa! Ah rasanya Jaemin ingin—ah sudahlah.

Akhirnya Jeno dan Jaemin kembali keluar dari ruangan itu.

"Jeno~ gimana sekarang, dekan aja percaya sama rumor itu! Terus gimana lagi? Masa aku ngga di kasih kesempatan buat jelasin sih, aduh aku pusing!" Jaemin memegang kepalanya dengan kedua tangannya. Jika ada kamera, Jaemin akan melambaikan tangan tanda tak mampu lagi.

"Bagaimanapun udah terjadi, ngga usah dipikirin." Sahut Jeno lagi-lagi dengan nada santai.

"Jen ko kamu ngga marah? Kamu ngga pusing sama rumor itu? Ngga ada niat buat klarifikasi?" Tanya Jaemin, kepalanya sudah sangat penuh dan mungkin akan meledak beberapa saat lagi.

"Ngga, kalau dipikir-pikir jadi suamimu tidak ada salahnya juga." Ujarnya dan berlalu meninggalkan Jaemin dengan mulut terbuka.

Apa katanya tadi? Suami? Jeno?

"Hah?"

To Be Continued

𝐎𝐮𝐫 𝐁𝐚𝐛𝐲✓【ɴᴏᴍɪɴ】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang