Bab 4

9.4K 717 55
                                    

Pdf Wedding disaster sudah ready yaaa...
Harga 40k saja.. bisa di order via wa di 089633021705 (klik link wa di bio agar langsung terhubung)

Promo 50k bonus 3 pdf bebas pilih judul... yang mau ikutan bisa langsung WA

Tersedia versi ebook di playstore dan ada versi kbm aplikasi juga

Happy reading :)
***

Rika menuruti perintah Nisa untuk menyirami tanaman di halaman sore itu. Dengan riang bocah berusia 6 tahun tersebut menjalankan permintaan orang yang dia sebut Bunda.

Tidak ada keterpaksaan, karena biasanya di kampung pun Rika sering membantu pekerjaan rumah bersama ibunya.

Suara deru mesin mobil memasuki halaman rumah itu, Bagas segera turun ketika melihat putrinya sedang bermain air dengan selang di tangannya.

"Loh, Rika ngapain main air?" Bagas mendekati putrinya yang terlonjak kaget.

"Ayah udah pulang?"

"Kamu ngapain main air?" Tanya Bagas lagi.

"Aku lagi siram tanaman, Yah. Bukan main air. Mas Raka juga bantu buang sampah."

"Oiyaa? Bunda yang suruh?"

Rika mengangguk. "Di kampung juga aku suka bantuin Ibu siram tanaman pakai ember. Bawanya sedikit-sedikit."

"Woah, anak pintar," ucap Bagas sambil mengusap puncak kepala putrinya. "Ya sudah, Ayah masuk ke dalam, ya. Kalau udah selesai, kamu biarkan saja selangnya disana setelah matiin kerannya."

"Iya, Yah!"

Bagas memasuki rumahnya, mencari Nisa yang sedang berkutat di dapur untuk menyiapkan makan malam mereka.
Di rumah itu, Nisa memang memakai jasa pembantu untuk membantunya membersihkan rumah. Tapi jika memasak, Nisa menghandle sendiri pekerjaan itu. Sesekali membantu jika itu perlu, karena pekerjaan rumah tangga tidak begitu sulit untuknya.

"Kamu suruh Rika siram tanaman?"

"Iya," jawab Nisa tanpa menoleh.

"Dia masih kecil, Bun. Nggak seharusnya kamu menyuruhnya melakukan itu," tegur Bagas marah. Dia tidak suka jika Nisa bersikap semena-mena terhadap anaknya. Lagipula, Rika masih terlalu kecil untuk menerima perlakuan tidak adil seperti itu.

Nisa menoleh dengan ekspresi kesal yang tidak ia tutup-tutupi. "Dia diam di kamar sepanjang hari, akan lebih baik jika dia melakukan kegiatan yang bermanfaat. Lagian nyirami tanaman bukan pekerjaan yang berat menurutku. Lagi pula, aku lihat dia suka bunga dan menikmati apa yang aku perintahkan. Kamu lihat sendiri kan, apa ada raut terpaksa dari wajahnya? Raka juga melakukan tugas yang aku berikan, membuang sampah dan menyapu teras depan. Anak-anak harus di ajari tentang pekerjaan rumah sejak dini, hanya itu yang akan aku terapkan di rumah ini."

Ucapan panjang lebar itu hanya semakin membuat kepalanya berdenyut sakit.

"Aku cuma nggak suka kamu bersikap nggak adil sama Rika, Bun. Nggak ada maksud apapun."

"Yang nggak adil disini itu kamu, bukan aku," kata Nisa ketus. "Apa salahnya mengajari anak tentang pekerjaan rumah, apalagi dia perempuan!"

"Iya oke, aku nggak masalah jika itu yang kamu mau. Aku ke atas dulu, kepalaku sakit. Panggil saat makan malam tiba..."

Nisa mengabaikan ucapan suaminya yang berlalu pergi. Menatap gamang punggung sang suami yang menjauh, wanita itu meremas daster yang ia kenakan. Kenapa sih Mas Bagas berpikiran sepicik itu?

Apa dia pikir, dirinya akan bersikap tidak adil pada Rika? Meski melihat wajah bocah itu membuat hatinya sakit, Nisa masih waras untuk tidak berbuat jahat pada anak selingkuhan suaminya!

***

"Jadi itu anak Bagas?" Bisik tante Fatma ketika Rika di ajak ke acara ulang tahun Layla. Terpaksa Bagas membawa putrinya ke acara tersebut, disembunyikan sampai kapan pun nggak akan merubah apa yang sudah terjadi, Rika akan tetap menjadi putrinya.

Nisa mengangguk. Alih-alih menghindari pertanyaan tersebut, wanita itu meski—kesal dan marah, Rika tidak akan pernah bisa di jauhkan dari keluarga ini.

"Suamimu pasti sudah gila, Nis!" Ucap Tante Fatma lagi. "Kok bisa sih, dia bawa anak selingkuhan ke rumahmu? Pikirannya pasti sudah nggak waras."

Semua orang pasti memiliki pemikiran yang sama. Tapi mau gimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Tadinya Nisa tidak akan ikut dalam acara makan malam yang di adakan oleh ibu mertuanya, namun karena Bagas yang memaksa—mau tidak mau dia ikut serta dalam acara tersebut meski pada akhirnya dia juga jadi trending topik pembicaraan malam itu.

"Aku nggak bisa berbuat apa-apa, Tan. Itu sudah jadi kemauan Mas Bagas!"

"Minta cerai saja, Nis. Jangan mau kamu di injak harga dirinya seperti itu! Kalau tante ada di posisi kamu, sudah tante usir anak pelakor itu. Nggak tahu malu banget nyuruh Bagas bawa anaknya ke rumah kalian! Bagas juga, otaknya sudah di cuci barang kali sampai tega seperti itu... Ya Allah, Nis. Tante ikut prihatin. Yang kuat ya, Nduk. Andai orang tua kamu masih ada, pasti mama sama papahmu udah nggak ngizinin kamu tinggal di rumah itu."

Nisa meringis mendengar penuturan tante Fatma. Jika saja orang tuanya masih hidup, Nisa mungkin sudah mengambil keputusan itu. Tapi, sebagai anak tunggal—Nisa tidak mempunyai siapa-siapa untuk di jadikan tumpuan hidup, karena nyatanya orang yang ia jadikan pelindung dalam hidupnya menjadi salah satu orang yang juga menghancurkan hati serta perasaannya.

Mata-mata yang ada disana menatap perihatin nasib Nisa yang berakhir di selingkuhi oleh Bagas. Apalagi pria itu sampai tega membawa putri hasil perselingkuhannya menginjakkan kaki di rumah mereka, hal yang tentu saja jarang terjadi.

"Kamu makan yang banyak." Bagas tetap berada di samping putrinya, karena bagaimana pun—tidak ada yang Rika kenali selain dirinya.

Ibu juga masih bersikap acuh, dan memilih mengajak Raka saat acara potong kue berlangsung. Menyisakan Rika yang berdiri jauh sendirian.

Ayah masih bersikap biasa, menunjukan sikap tidak ada di pihak manapun, termasuk tidak berpihak padanya. Tapi Bagas tahu, ayah jauh lebih memiliki nurani.

"Rika mau kue ulang tahun nya?"

Gadis itu mengangguk. "Rika mau, Yah. Kan Rika nggak pernah potong kue kaya Oma."

Bagas bisa melihat kejujuran dari ucapan Rika. Selama ini Rika dan Sekar memang hidup sederhana, jadi dia tahu jika putrinya belum pernah merayakan hari ulang tahunnya.

Setelah membawa sepiring kecil kue ulang tahun, Bagas memberikan piring itu pada putrinya. Dengan telaten juga Bagas menyuapi Rika.

"Rika kangen sama Ibu, Yah. Kira-kira boleh nggak ya, kalau Ibu kesini?"

Tangan Bagas beehenti di udara ketika siap menyuapi Rika. Pria itu terdiam sebentar sebelum tersenyum lembut. "Nanti kita telpon ibu ya. Dan coba Rika tanya, Ibu mau nggak ya ikut kesini?!"

Rika mengangguk antusias. "Nanti Rika mau cerita banyak sama Ibu."

"Memangnya Rika mau cerita apa?"

"Pokoknya rahasia," jawab Rika sambil membuka mulutnya menerima suapan terakhir dari Bagas. 

Di sisi lain, Nisa mendengar pembicaraan keduanya di balik dinding yang menghubungkan antara ruang tamu dan tengah—meremas gelas yang ia pegang alih-alih menghampiri suami dan anak tirinya, wanita itu justru mencuri dengar hal yang membuat hatinya kembali terluka. Jadi Mas Bagas diam-diam masih menghubungi Sekar di belakangnya?

Rasa cemburu Nisa kembali membakar hati wanita itu. Bagaimana pun juga, Nisa juga perempuan yang tidak bisa mengendalikan rasa yang disebut dengan cemburu.

***

Balik lagi nih😁

Semoga suka ya... kalo lagi mood aku up cepet ya.

Terima kasih atas dukungan vote dan komennya. Aku bacain loh... seneng bangeet😋😍

Boleh dong share ceritanya dan ajak temen2 buat baca cerita ini kalau kalian suka

Lafyu😊😊😊

Wedding DisasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang