Nabastala di Bulan Oktober begitu indah, dengan warna biru yang dihiasi awan tipis. Meski sang bagaskara bersinar tepat di atas kepala, teriknya tak terasa di bumi ini. Dunia seakan tersenyum, mewakili hati pria gagah itu setiap bertemu gadis pujaan hatinya.
Bukan sesuatu yang mahal, hal sederhana saja sudah cukup membuat mereka bahagia. Hanya naik becak berdua, berjalan kaki di kota, mengambil foto berdua, pun menikmati sejuknya udara di taman ini.
Beberapa waktu yang lalu kekasihnya tiba-tiba meminta untuk berfoto berdua di salah satu studio foto yang ditemui saat berjalan-jalan. Satu foto yang akan sangat dikenang, dengan raut muka yang menyiratkan kebahagiaan. Seakan mereka akan bersama selamanya, tak ada yang mampu memisahkan mereka.
Matahari sudah mulai berjalan untuk kembali, dihiasi langit yang berwarna jingga. Jarum jam sudah menunjukkan pukul empat sore, pertanda mereka harus menyudahi pertemuan ini.
"Luna, hari sudah mulai gelap. Ayo pulang." Pria itu menggandeng gadis di sampingnya. Namun gadis itu tetap berada di tempat, enggan beranjak pulang.
"Grady, kamu ngga bisa temani aku sampai besok? Bawa aku kemana pun agar tak bisa ditemukan keluargaku."
Sesak, itulah yang dirasakannya. Ia hanya melupakan kalut dalam hatinya sejenak saat bersama dengan Grady. Tersenyum dan tertawa sepanjang hari.
"Sstt .... Besok kan masih bisa ketemu lagi." Pria yang dipanggil Grady itu menenangkan Luna.
Luna hanya menunduk, tak bergerak sedikit pun. Sarayu menerpa baju dan rambutnya lembut. Bunga di taman ini tak ada yang mekar dengan sempurna, mewakili kalutnya hati gadis ini. Ia mulai menangis.
"Kamu kenapa?" Luna hanya menggeleng menanggapi kekasihnya itu.
"Jangan nangis, Sayang." Grady memeluk Luna lembut.
Isakan Luna semakin terdengar di dalam pelukan Grady. Ia sama sekali tak tahu mengapa hati gadisnya ini begitu kalut. Grady hanya bisa mengelus kepala gadis yang sangat ia cintai itu, membuatnya tenang dan bisa bercerita kepadanya.
Akhirnya Luna mulai berbicara, menceritakan apa yang terjadi. Bagai disambar petir, air muka Grady berubah masam. Ia menunduk, mendengar semua penuturan kekasihnya itu.
ꪶ ཻུ۪۪ꦽꦼ̷⸙ ━ ━ ━ ━ ꪶ ཻུ۪۪ꦽꦼ̷⸙
Swastamitha mulai menampakkan sosoknya. Dua sejoli itu terlihat berjalan pelan, menyusuri jalan di tengah hutan. Entah mengapa sudah tidak ada angkutan umum yang berjalan, padahal waktu masih menunjukkan pukul lima sore.
Tak ada sepatah kata pun yang terlontar, namun detak jantung yang saling bersahutan memberitahu bumi bahwa mereka saling mencintai. Mata yang sesekali saling menatap mengatakan pada langit bahwa mereka enggan berpisah. Langkah kaki yang begitu pelan berbisik pada waktu agar jangan cepat berlalu. Namun dunia masih berada dalam aturannya. Mereka tak mampu merubah sistem yang telah berjalan jutaan tahun ini. Mereka harus siap menghadapi hari ini. Mereka harus siap merasakan pedihnya retisalya yang akan selalu melekat di hati.
Sebuah mobil datang dari kejauhan. Luna menatap Grady sendu, air matanya kembali jatuh. Namun Grady hanya bisa diam, berusaha tersenyum agar Luna bisa tenang. Luna menyadari bahwa tubuh Grady makin menghilang. Mobil tadi semakin mendekat dan berhenti di dekat mereka berdua. Tangis Luna pecah. Keluarganya itu bingung dan berusaha menenangkannya, membawanya masuk ke dalam mobil. Sekali lagi Luna menatap ke arah Grady tadi berada, yang kini sudah tak terlihat oleh matanya. Suara tangisnya beriringan dengan deru mobil pada hari itu.
Masih di tempat yang sama, dengan wujud yang tak dapat dilihat oleh manusia, Grady terisak. Menangis sejadi-jadinya. Ia sadar tak bisa selamanya memiliki gadis yang sangat dicintainya itu. Ia sadar itu menentang kehendakNya, menentang peraturan sang buana. Ia sadar, bahwa gadis yang dicintainya itu berhak menjadi milik orang lain yang sedimensi dengannya. Namun masih saja ia mencoba mendekati Luna, dan merasakan kehilangan yang amat menyakitkan.
17 Oktober 1976, cuaca yang cerah dan ditemani sejuknya sarayu mengantarkan retisalya yang akan selalu mengakar dalam hati. Membawa sejuta kepedihan yang tak dapat diutarakan dengan kata-kata.
ꪶ ཻུ۪۪ꦽꦼ̷⸙ ━ ━ ━ ━ ꪶ ཻུ۪۪ꦽꦼ̷⸙
Wanita paruh baya itu menangis, berlutut di depan Grady.
"Grady, sungguh. Aku minta maaf." Isakannya terdengar jelas namun Grady masih bergeming di tempatnya. "Tidak ada yang bisa disalahkan atas kisah kita yang berakhir begitu saja. Inilah takdir tolong terima itu. Bahkan saat aku sudah mati seperti sekarang pun, kita tetap tak bisa bersatu."
Di sisi lain, Grady memalingkan wajahnya. Ia tampak berusaha membendung air matanya, tak ingin terlihat lemah jika air matanya menetes.
Ada apa ini? Ada apa dengan nenek? Olivia semakin bingung dengan situasi yang dihadapinya ini.
"Dia nenekmu?" Farell mencoba mengajak bicara kekasihnya itu. Olive hanya menanggapinya dengan anggukan. "Dia yang memintaku untuk tidak menyakiti Grady."
"Apa?"
"Hmm. Sepertinya ada sesuatu dengan mereka berdua. Entahlah, tak ada yang tahu."
Olive menatap neneknya dan Grady bergantian. Ia kaget. Wujud Grady perlahan berubah, seperti pria yang ia lihat menangis di jalan tengah hutan saat ia camping dulu.
Apa mungkin itu mereka? Inikah cinta terlarang antara manusia dan makhluk immortal? Olive mulai menyadari situasi yang terjadi. Terus, alasan dia nyelakain gue berkaitan sama kisah masa lalu mereka kah?
Pikiran Olive masih mencerna semuanya dan kini Grady telah sepenuhnya berubah ke wujud seperti pria biasa.
"Wujudmu berubah-" Luna menatap Grady dengan binar matanya.
"Kau bisa ke sini?" Grady memotong apa yang ingin dikatakan Luna padanya.
"Aku memohon pada dewa."
"Dewa tak mengabulkan permohonanku untuk bisa ke tempatmu."
"Hilangkan dendam dalam hatimu."
"Mana bisa? Mereka membuatmu menderita."
"Tida-"
Belum selesai Luna berbicara, tubuh Grady kembali berubah seperti monster mengerikan seperti sebelumnya.
"Tidak, jangan Grady. Jangaan." Luna menangis lagi. "Jangan pelihara dendam dalam hatimu, dan membuatmu semakin menjadi monster. Kita bisa bersama jika bersabar sedikit saja."
"Tidak! Dewa itu kejam! Ia tak akan mendengarkan kita! Kau akan segera reinkarnasi dan aku akan tetap di sini! Tak bisa bersama denganmu!"
Udara yang tadinya sudah tenang mulai berputar lagi, mengangkat debu yang belum sepenuhnya jatuh di tanah.
"Grady hentikan! Kumohon, Grady! Jangan lakukan ini pada cucuku, keluargaku akan bersedih!" Luna berteriak dalam isakannya. Ia terlihat benar-benar putus asa. Namun Grady masih berada dalam amarahnya.
"Keluarga?! Haha! Itu yang kau sebut keluarga?! Mereka mengambilmu dariku, namun melupakanmu saat perempuan ini lahir! Itu yang kau sebut keluarga?! Aku bisa menerima takdir kita tapi aku tak bisa menahan perlakuannya padamu. Bahkan saat kepergianmu mereka hanya menganggapnya seperti angin lalu! Hanya aku yang merasa kehilangan!"
Sarayu semakin meningkatkan tempo tariannya. Berputar di udara dan mengangkat batang pohon yang telah jatuh, mengikuti perintah sang pemilik tempat ini.
"Harusnya aku membuatnya menghilang selamanya! Harusnya aku datang lebih awal sebelum arwah suamimu itu pergi ke tempat itu! Andai aku bisa melintasi batas tempatku ini dengan tempat itu, sudah kuhancurkan dia menjadi abu!"
Luna masih saja terisak, sedangkan sarayu semakin mengamuk. Olive ketakutan dan tangisnya kembali pecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Shadow [TAMAT]
HorrorKeterlambatan di awal masuk sekolah membuat Olivia Adney bertemu dengan sosok yang selalu muncul di pikirannya. Sosok itu tidak pernah terlihat di kemudian hari, melainkan kejadian-kejadian janggal selalu berdatangan. Siapa kah sosok misterius itu...