14. T E R B U K A

1.7K 236 33
                                    

.
.
.

Purim mengamati layar monitor informasi, sesekali melirik jam tangan dan Nanon kelihatan mulai cemas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Purim mengamati layar monitor informasi, sesekali melirik jam tangan dan Nanon kelihatan mulai cemas. Ayah bilang kalau tidak delay, kemungkinan akan sampai pukul 4 sore tapi Nanon terus mendesak, bertanya kenapa Papa belum sampai juga padahal sudah hampir jam 5. Purim tidak tahu dan Frank tidak bersusah payah membujuk si adik, malahan ngemper dilantai sambil main game.

Sejak insiden beberapa hari yang lalu, komunikasi duo krucil memang tidak membaik. Kalau bertemu akan saling menghindar sementara bicara juga hanya seperlunya. Sebuah hubungan kaku yang Purim yakini punya itikad baik namun kedua nya enggan untuk berterus terang. Terlampau gengsi kalau harus jadi yang pertama minta maaf, ego setinggi gunung everest dan harga diri seluas samudera, siapa yang mampu?

"Ayah masih rolling belt." Celetuk Frank, sebentar melirik Nanon yang menunggu di pintu keluar penerbangan domestik, kemudian fokus lagi main mobile legend. "Memang pesawat landing jam 4 tapi proses setelahnya juga terhitung lama, jalan dari terminal A ke Z, check in bagasi belum kalau ada masalah lain."

Purim mengangguk, mencoba menenangkan si adik, "Bentar lagi Ayah sama Papa keluar kok, kamu tenang dulu."

Frank mungkin kelihatan acuh soal Nanon, tapi sebagai saudara yang hidup di atap Vihokratana belasan tahun, ia akan mengerti sumber kecemasan adiknya. Berita lokal mengenai kecelakaan pesawat tentu adalah pukulan besar, apalagi bagi keluarga yang ditinggal mengudara.

Tidak ada yang akan memahami Nanon sebaik Frank, juga tidak ada yang mampu membela Frank selayaknya Nanon. Purim tersenyum, meski ia memiliki kewenangan untuk membuka hati dan pikiran keduanya tapi ia lebih memilih diam. Proses akan menjadikan Frank dan Nanon menghargai hubungan, omongan pedih dan kecewa adalah pembelajaran penting di masa depan. Perasaan jadi bagian tersulit untuk dipahami bahkan untuk Purim sendiri.

Ayah dan Papa menghampiri ketika Nanon berteriak heboh, satu koper dialihkan pada Frank yang tersenyum menyambut kepulangan, "Tadi delay ya Pa?"

Papa kelihatan kikuk dan Ayah menjawab lantang, "Bukan, tadi Papamu nyangkut di toko oleh-oleh. Niatnya mau Ayah tinggal aja tapi dompet ayah kan disimpen Papa." Ayah tertawa pelan dan melanjuti, "Papamu ini kalau belanja nggak di awasi nanti bisa-bisa kartu Ayah limit."

Sore itu mobil range rover Ayah kembali ramai setelah nganggur beberapa hari di garasi rumah. Pelukan jadi pemutus jarak untuk Vihokratana dan cerita Ayah mengalir soal bagaimana panen buah disana dan kondisi terkini eyang. Ayah terlampau senang, tapi justru kerut samar hadir menghiasi dahi ketika Frank hanya menatap jendela mobil dengan putus asa dan menyedihkan.

Mungkin anak-anak tidak pernah tahu, tapi insting  orang tua akan selalu pekat, meski sibuk bekerja dan kadang tidak sejalan, orang tua akan selalu menyadari perubahan. Ikatan paling tinggi dalam rumah adalah menerima. 

H O M E S A T I O NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang