You Were Beautiful
.
.
.Purim selalu menyempatkan sarapan bila tidak dikejar deadline pagi. Kadang mengobrol sebentar dengan Ayah kalau ada waktu. Paling tidak Ayah suka bertukar pikiran seputaran isu politik atau kalau sedang random thought malah gosipin keluarga sendiri.
'Liat tuh bang, Nanon gendut banget ya kayak Papa. hahaha'
Sementara kalau sedang iseng beliau suka ngumpetin kunci motor Frank. Katanya biar cuti keluyuran dulu. Kalau Frank sudah mulai kelihatan panik, Ayah justru bakal ikut-ikutan. Biasalah, drama keluarga.
'Tadi kakak taruh mana? Cari dikantong celana coba? Diatas nakas? Atau mungkin masuk kolong. Cari yang bener, coba diinget-inget lagi.'
Beliau kadang memang suka overacting, bisa jadi pengalihan supaya tidak ketahuan atau biar tidak tertawa karena muka frustasi Frank yang batal jalan-jalan itu beneran jelek banget.
Tapi pagi ini jelas berbeda. Sebelum mengantar Nanon, Ayah sempat berpesan, "Frank diajak bicara ya bang."
Frank mungkin dikendalikan emosi. Ia tidak lekas menyudahi perkara malah menghindar untuk bicara. Kalau ada yang hendak datang, ia justru memilih pergi. Purim seperti kehabisan akal. Ingin memperbaiki namun adiknya sudah lantang memberi jarak. Purim kira memberi waktu akan membuat Frank berpikir. Bocah itu masih tanggung. Nakal mutlak hal biasa namun untuk itu Purim tidak mau sepele. Ia perlu memperjelas keadaan bersama Frank.
"Hari ini kuliah?" Purim menoleh pada Papa dan bekas semangkuk sereal hangat. Frank enggan sarapan dan Papa belum mau repot membujuk.
"Iya." Purim menjawab. "Mata kuliah sedimentologi. Sorenya ada jam ganti Mekanika Teknik Dasar. Abang izin pulang telat ya Pa." Sambungnya. Meski sudah dibebaskan ia tetap menjadikan izin sebagai prinsip.
"Iya." Papa menyahut pelan. Masih repot memindahkan piring-piring bekas sarapan ke westafel, "Masuk jam 8 kan?"
Purim mengangguk, "Papa enggak kerja?"
"Kerja. Hari ini cuma briefing. Telat juga gakpapa." Jawab beliau dan Purim tidak menyahuti lagi. "Inget ya bang, gak boleh skip makan apapun alasannya."
"Iya Pa. Abang berangkat sekarang ya, takut macet." Purim berpamitan. Menyalim tangan kanan Papa sambil dinasehati agar berhati-hati ketika berkendara. Juga dikecup kening seperti yang sudah-sudah.
Kalau Frank memilih motor supaya kelihatan lebih macho maka Purim dibelikan mobil oleh Ayah. BMW seri M4 Coupe warna putih. Katanya sekalian hadiah karena sudah bikin bangga.
Jam tujuh lewat lima, Purim melajukan mobil perlahan, membelah jalanan ibukota yang sudah padat diburu waktu. Pergi ke kampus seperti biasa namun dengan pikiran kusut atas nama Frank Thanatsaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
H O M E S A T I O N
FanficHOMESATION; Rumah publikasi atas dedikasi TayNew membangun rumah. Tidak ada pihak yang boleh dihakimi. Hanya bagian dari yang sedang bersalah dan ingin berubah. . . . Warn! bxb- Start (20200816) Finish (20220125)