15. H O M E S A T I O N - Final Chapter

1.1K 134 23
                                    

Rumah bagi manusia beruntung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rumah bagi manusia beruntung

.
.
.

"Tumben banget lo ngerokok." Frank tidak membalas, nikotin terasa hambar di lidah. Pawat tidak perlu retorik untuk hal seperti ini. Perth bahkan sudah diam sejak Frank menyimpan pemantik di saku celana. Jelas bukan masalah sepele.

Perth mengenal Frank sejak masa orientasi sekolah, ketika senior tingkat hampir menghajar Perth untuk masalah sepele dan Frank dengan sok heroiknya malah memukul balik. Perth tidak marah, justru tertawa bersama Frank menuju konseling. Hari itu, Perth menyadari bahwa Frank adalah berkawan yang sesungguhnya.

Kadang, meski mencari keributan adalah bakat Frank namun menghisap tembakau jadi pengecualian. Kebiasaan ini hanya muncul ketika Frank benar-benar terusik oleh sesuatu.

"Gue balik." Frank menekan puntung rokok diasbak, menyampir tas hitam dibahu dan berniat pergi. Tapi Pawat menahan langkahnya. Memukul pundak Frank sambil berkata lirih, 'dude, you have us on your side' Kemudian berbalik, bergabung lagi dengan komplotan pecinta bakwan bude jen.

Frank terdiam sejenak namun beberapa detik setelahnya malah tertawa geli, memberi gestur mual dan bergumam, "Anjing, sok keren."

Pawat bukan tidak memahami Frank. Ada saat dimana Pawat pura-pura bodoh dengan perubahan sikap Frank. Tapi ada kalanya ia juga berusaha untuk menggapai Frank yang hampir jatuh oleh lubang pikirannya sendiri. Pawat cuma terlampau paham kalau Frank ingin waktunya. Kadang bicara tidak selalu harus jadi pilihan.

Frank menghidupkan mesin motornya, tadi Papa mengabari untuk menjemput Nanon di sekolah karena Ayah tidak sempat dan Bang Purim susah dihubungi. Harusnya Frank menolak tapi naluri sebagai kakak masih terasa berat untuk abai, terlebih Nanon punya penyakit lupa arah yang bikin Frank harus menekan ego. Tanggung jawab milik si kakak lebih besar ketimbang sakit hatinya.

"Tumben kesini" Chimon menepuk pundak Frank pelan, tidak jadi menghampiri mobil jemputan malah menyusul motor Frank yang parkir di depan pagar sekolah. "Mau jemput gebetan ya, ngaku?"

"Iya." Pelan bibirnya menjawab, memberi binar penasaran pada netra Chimon. "Pulang sama gue mau chim?"

Siang terik ketika Chimon menatap bisu pada belah bibir Frank yang berucap gampang seolah cerita lama belum pantas selesai, "Jangan dibahas lagi ya."

Frank mengacak pelan surai hitam milik Chimon, masih terasa gelenyar sakit dari masa lalu tapi dia sudah lama ingin lupa. "Nanon ada?"

"Ada. Gue samperin mau?"

Vihokratana tengah mengangguk, "Bilangin kakaknya yang paling ganteng udah jemput ya manis."

Chimon memutar bola matanya malas, mengakui lidah Frank adalah racun untuk beberapa hal termasuk memuja. Chimon hampir melangkah pergi ketika ingat tentang hari ini, "Frank, did Nanon okay?"

H O M E S A T I O NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang