Dhaka frustrasi berat ketika dia mencoba menelepon Rei lagi dan mendapati ponsel cewek itu sudah dimatikan.
Wah, ini kalau Jenar betulan main gila, Dhaka mau saja meladeni. Tapi masalah paling urgent di sini sekarang itu soal Regina. Gimana kalau Jenar gelap mata terus ngapa-ngapain cewek itu? Pikiran-pikiran negatif menyesaki otak Dhaka, membuatnya nyaris saja nekat mendatangi apartemen Jenar—setidaknya, tempat itu adalah titik pertama yang bisa dia pilih kalau dia mau mencari Jenar—ketika Tigra muncul dari ujung tangga. Sepertinya, cowok itu baru pulang.
"Kenapa dah lo, mondar-mandir nggak jelas kayak setrikaan gitu? Mending sambil ngepel, biar ada hasilnya."
"Regina."
Ekspresi wajah Tigra langsung berubah. "Kenapa sama Regina?"
"Lo tau kan, perkara dia part-time dan nge-joki tugas segala macam itu?"
Tigra mengangguk.
"She still struggles. A lot. Logikanya, emang nggak mungkin juga bisa hidup dengan standar gaya hidup kayak kita gini cuma dari part-time. Dia datang kesini, niatnya mau ngomong sama gue, sekalian menimbang solusi apa yang mungkin bisa—"
"Wait. Her mother still refuses?"
"Yap."
"Even ketika beliau tau kalau Rei struggles karena dia keras kepala?"
"Yap."
"Both of her parents don't deserve her at all." Tigra berdecak.
"Well, kebanyakan orang sering bilang untuk bersyukur dan berterimakasih pada orang tua karena diurusin, dibiayai dan dibesarkan, ketika sebetulnya, itu kewajiban mereka sebab mereka yang memutuskan untuk punya anak dan menjadikan anak itu ada, ketika di saat yang sama, si anak nggak punya pilihan buat menentukan dia terlahir dari orang tua yang kayak gimana. Membesarkan dan membiayai nggak lantas bikin seseorang bisa disebut orang tua yang baik, apalagi nggak membiayai sama sekali." Dhaka mengedikkan bahu. "Dua-duanya terlalu egois dan sibuk dengan masalah mereka sendiri. She's the victim in this situation."
"Terus?"
"Rei bohong ke Jenar."
"As expected. Kalau sama gue aja dia nggak cerita, apalagi ke Jenar."
"Jenar tau."
"Kok bisa?"
"My bet? Kalau nggak dari Yuta, pasti dari Milan."
"As expected." Tigra mengulang, kali ini dengan nada berbeda, yang terkesan lelah dan separuh mengeluh. "Lantas gimana?"
"Jenar datang ke sini. Jemput Rei. Kayaknya Jenar marah banget. Gue coba telepon Rei, yang jawab Jenar. Terus teleponnya dimatiin dan—" Dhaka nyaris mengacak-acak rambutnya sendiri. "Kalau dia ngapa-ngapain Rei gimana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Teknik ✅
Fiksi Umum(Completed) what's the difference between "ooh!" and "aah!"? about three inches.