4. SAYAP PELINDUNG

23 6 0
                                    

Dia yang datang dengan senyuman untuk pertama kalinya.

-Kiara
💔💔

Kiara terlihat bersemangat pagi ini. Tersenyum pada semua orang yang ia temui, menyapa beberapa orang yang ia baru ia kenali. Ini adalah hari yang ia tunggu setelah dua hari ditinggalkan Ana karena menjalani skorsing.

Kehidupan baru yang harus ia jalani dengan rasa bersyukur.

Namun, matanya menangkap sosok Gilang yang sedang tersenyum menggoda seorang gadis yang nampak lesu dihadapannya. Kiara tebak, itu Kania.

"Jangan sedih, nanti cantiknya hilang!" Jelasnya.

Kiara mendengar sedikit percakapan itu. Ternyata, selain peduli pada anak tunawisma, ia juga peduli pada perasaan sahabatnya.

Kiara hanya tersenyum, berniat melewati kakak kelasnya itu.

"Permisi kak," ujarnya.

Namun, tangannya di cekal pelan.

"Hi, lo Kiara ya?" Tanya gadis itu.

Kiara menoleh seraya tersenyum, "Iya kak, kenapa?" Jawabnya ramah.

"Kenalin, gue Kania Putri Atmaja. Lo bisa panggil, Kania atau apalah," ujarnya mengajak Kiara berjabat tangan.

Tentu saja Kiara yang ramah menerima dengan baik uluran tangan itu,"Kiara Zahra Aulia. Kakak bisa panggil Kia,"

"Oh gitu, lo pindahan dari SMA Cendikia ya?"

Kiara mengangguk,"Iya kak, kok tahu?"

"Dulu sempat sekolah disana tapi cuman kelas sepuluh aja, kelas sebelas pindah ke SMA penabur tapi gak lama cuman dua bulan, lalu pindah kesini,"jelasnya

Kiara mengangguk, Kania sosok gadis yang terbuka.

"Oh gitu kak, ya udah. Aku pamit duluan ke kelas ya. Salam kenal,"

"Ya, salam kenal juga Kia," jawabnya ramah.

Kania menoleh pada Gilang, "Baik juga ya anaknya. Ramah, cantik lagi. Pantas aja banyak yang suka," lirihnya.

"Hi, lo juga baik dan cantik. Jangan insecure kayak gitu,"

Kania menunduk, ia harus meminta bantuan penuh Gilang untuk permasalahannya kali ini.

💔💔

"Makan bakso enak kali ya?" Tanya Ana.

Kiara mengangguk, "Ya! Apalagi disini murah,"

"Emang, di sekolah Lo dulu harganya berapa?"

"Tergantung sih, dari tiga puluh ribu sampai lima puluh. Kalau disini 'kan, dari tujuh ribu sampai sepuluh. Hemat jajan disini," jelasnya antusias.

"Gila, baso beranak tuh? Gila banget sih, mahal pajak sewa tempat kali ya di sekolah elite?"

"Mungkin, ya udahlah. Yuk kita makan bakso," ajak Kiara.

Ana mengangguk, mereka menyelusuri kantin yang tak begitu ramai kali ini. Jelas saja, toh kelas mereka yang keluar terlebih dahulu karena baru saja mengadakan ulangan harian.

"Bakso dua ya pak. Satu sayur yang satu lagi mie," pesan Ana.

Mereka menempati tempat duduk paling pojok. Siapa lagi jika bukan Ana pencetus ide nya.

Perfect LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang