"Halo."
"Halo Dad, nggak lagi sibuk kan?"
"Enggak, ada apa?"
Jeongin mendudukkan dirinya di atas sofa yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat tidur dimana Hyunjin terlelap.
"Nggak ada apa-apa kok, cuma mau nanya sesuatu."
"..."
Di atas tempat tidur, Hyunjin masih terlelap dengan pulas.
"Ini tentang Chan."
"Dia kenapa?"
"Dad percaya sama dia?" Jeongin balas bertanya.
"Tentu saja."
Sakit kepala yang kerap menyerangnya akhir-akhir ini tiba-tiba datang lagi, pelipisnya ia pijat untuk sedikit mengurangi sakitnya.
"Percaya yang kumaksud bukan percaya mewariskan rumah sakit utama pada menantumu karena salah satu putramu tidak kompeten dan satunya lagi belum selesai sekolah Dad—"
Jeongin menghempas napas keras-keras "—tapi tentang kenapa Dad memercayakan putramu pada Chan, dia hanya orang asing bagi Hyunjin sebelum pernikahan mereka."
Ayahnya tidak segera menjawab, mungkin lelaki itu sedang memikirkan tentang pertanyaan tiba-tiba putra bungsunya.
"Chan sama sekali bukan orang asing Son, setidaknya untukku."
Jeongin diam mendengarkan.
"Dad yang membiayai hidupnya, sejak dia masih di Korea sampai dia ke Australia, Dad yang memilihkan sekolahnya, jurusan yang ia ambil di universitas, Dad lah yang memilih semuanya."
"Dia tetap orang asing bagi Hyunjin."
"Itu bukan masalah, Dad lah yang memilih Chan untuk Hyunjin, tidak mungkin Dad menikahkan mereka jika Chan orang yang tidak bisa dipercaya, apa masalahmu Son?"
"Tidak ada."
"Rumah sakit keluarga kita dulunya dirintis oleh Dad dan Ayahnya Chan, lelaki itu tidak pernah menikahi Ibunya Chan, itulah mengapa saat dia meninggal akulah yang mengurus Chan."
"Dad, aku udah denger kisah ini sebanyak enam kali, tolong jangan membuatnya jadi tujuh kali."
Ayahnya terkekeh, "Hanya ingin mengingatkanmu tentang asal usul kakak iparmu Jeongin-ah."
Jeongin berdecih, "Kalau Dad tau semuanya tentang Chan, lalu tentang Jinsol, Dad tau siapa dia?"
"Siapa itu Jinsol?"
Pip.
Panggilan diputuskan secara sepihak oleh Jeongin karena sudah tidak ada yang perlu ia bicarakan dengan Sang Ayah.
Diceknya jam tangan yang ia pakai dan mendapati kalau sudah waktunya makan siang, dihampirinya Hyunjin yang mulai bergerak-gerak kecil dalam tidurnya, tanda awal kalau ia akan segera bangun.
Gerakan kecil itu diakhiri dengan Hyunjin yang menguap malas, lalu perlahan membuka mata.
Matanya terlihat bengkak, sepertinya dia menangis diam-diam saat Jeongin tidak ada.
"Ugh, laper Jeong."
"Enak banget kerjaan lo, makan sama tidur doang."
"Pengen burger," Jeongin diabaikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
(√) Dr Chris and the Heir (Chanjin)
HumorKarena tumbuh dan berkembang di keluarga kaya raya, Hyunjin jadi terbiasa hidup tanpa usaha, toh rumah sakit yang termasuk tiga besar di negara adalah milik ayahnya, sudah pasti dia adalah pewarisnya. Tapi nyatanya, warisan Hyunjin jatuh ke tangan B...