Tadi malam, Jeongin mengabaikan panggilan Hyunjin demi menonton serial netflix favoritnya.
Tadi pagi, dia menunda sarapan karena salad buatan koki di rumah tak sesuai seleranya.
Tadi siang, Jeongin sempatkan untuk mengacungkan jari tengah pada pengemudi lain yang ia salip di jalanan.
Seandainya Jeongin tahu kalau hari ini adalah hari terakhirnya hidup di dunia, pastilah dia tidak akan melalui hari ini dengan cara seperti itu. Pasti dia tidak akan mengabaikan panggilan Hyunjin, dia akan menikmati sarapannya dengan rasa syukur.
Seandainya...
Bruk
Sialan! Jeongin mengumpat karena dirinya sekarang berakhir tersungkur ke lantai setelah tersandung kakinya sendiri, hanya berselang lima detik Chan berhasil menyusulnya.
Dengan sigap Jeongin bangkit dari posisinya, tapi jelas dia tidak akan bisa melarikan diri lagi.
Chan berusaha mengatur napas seraya melepaskan jas dokternya, sedetik kemudian benda putih itu telah terlempar ke atas lantai. “Jelaskan,” kata Chan singkat, padat, dan terdengar seperti bencana.
Dari belakang Chan, munculah Minho yang juga sudah banjir keringat. Masih menjadi misteri mengapa rambut pemuda Lee itu bisa seberantakan itu.
“Gue bunuh lo bangsat!” kata Minho tanpa repot mengatur napasnya.
Jeongin mundur, Chan mendekat.
“Sumpah bukan gue bokapnya! gila aja gue ngehamili saudara sendiri.”
Masih tidak berhasil, baik Chan dan Minho masih tetap terlihat ingin menjadikannya toping pizza.
“Kata orang nih ya, bayi akan mirip seseorang yang dibenci sama ibunya sewaktu hamil.”
Minho tertawa mendengarnya, sementara Chan. Dia terlihat seribu persen tidak percaya akan kalimat yang baru saja Jeongin ucapkan.
“K-kan...” Jeongin berdeham untuk meredakan gugup, “Gue pamannya, wajar lah kalau baby mirip gue.”
“...”
“Hehe, hehe.” Jeongin tertawa garing, sumpahlah. Situasinya sekarang sangat menakutkan.
Sret
Kerah baju Jeongin diangkat, di depannya Chan memandang wajah meringis Jeongin dengan raut tenang yang membuat merinding. “Mau lo pamannya, moyangnya, atau tetangganya, yang jelas kita tes DNA dulu sekarang juga.”
Setelah itu Jeongin diseret pada kerahnya oleh Chan, “Minho! kan dia yang jelas-jelas pernah tidur sama Hyunjin woy! kenapa gue yang kena!” seru Jeongin tak terima.
“Dia juga akan tes DNA,” Chan berkata sembari menunjukkan sejumput rambut di tangannya lalu menyeringai.
Sekarang perkara rambut Minho yang acak-acakan sudah bukan misteri lagi kan?
Terima kasih Dad dan Mom, yang sudah melahirkanku dengan tampan ke dunia, terima kasih lebah baik hati yang dengan ikhlas biarin gue minum madu lo meskipun gue sering benci ke bangsa serangga, terima kasih Hyunjin, terima kasih matahari, terima kasih udara. Batin Jeongin yang pasrah menerima kematian.
KAMU SEDANG MEMBACA
(√) Dr Chris and the Heir (Chanjin)
HumorKarena tumbuh dan berkembang di keluarga kaya raya, Hyunjin jadi terbiasa hidup tanpa usaha, toh rumah sakit yang termasuk tiga besar di negara adalah milik ayahnya, sudah pasti dia adalah pewarisnya. Tapi nyatanya, warisan Hyunjin jatuh ke tangan B...