Di dalam kamar, Olivia duduk merenung memikirkan masalah teror yang menimpanya. Belum selesai dengan rasa paniknya, kini nama Liam yang disebut sebagai pelaku teror itu membuat Olivia mereka semakin gelisah. Liam... lelaki yang selalu berusaha menghubunginya dan meyakinkan Olivia jika Helena bersalah atas berakhirnya hubungan mereka kini seolah masuk dan mengusik kehidupannya.
Seharusnya Olivia merasa tenang jika memang Liam pelakunya, karena Richard pasti tidak akan melepaskan Liam dengan mudah. Tapi sayangnya Olivia malah merasa semakin takut.
Liam dan Helena memiliki keterkaitan, dimana Liam selalu menyebut Helena berusaha mengganggu Olivia dan Richard. Sungguh, Olivia tidak menginginkan kedua nama itu dalam masalah ini.
Entah kenapa, Olivia benar-benar memiliki firasat buruk pada masalah teror yang menimpanya. Seolah-olah ada masalah besar yang sedang menunggunya.
Olivia mengusap wajahnya gusar.
Liam...
Kemarin lelaki itu mengatakan memiliki bukti mengenai Helena. Olivia terkesiap. Bukti... benar, Olivia membutuhkan bukti yang Liam katakan.
Hari ini Helena bersikeras mengatakan jika lelaki yang mengirimkan kotak itu adalah Liam, sedangkan kemarin Liam mengatakan jika Helena sengaja menjebaknya demi mendapatkan Richard kembali.
Diantara mereka berdua... pasti ada yang sedang berbohong.
Untuk itu, Olivia harus memastikannya. Ya, dia harus menemui Liam dan melihat bukti yang Liam katakan.
Tapi bagaimana caranya? Richard sudah memperketat penjagaan untuk Olivia. Dia bahkan tidak membiarkan Olivia keluar dari rumah tanpa seizinnya. Orang yang datang ke rumah pun juga harus mendapat izin Richard.
Ini akan sulit... pikir Olivia.
Lalu pintu kamar mereka terbuka, Richard masuk dengan wajah dingin yang menandakan lelaki itu masih marah karena sikap Olivia yang tadi sangat meledak-ledak.
"Besok aku ingin menemui An." Cetus Olivia hingga membuat gerakan Richard meletakkan ponselnya ke atas meja terhenti.
Lelaki itu menolah pada Olivia dengan rahang mengeras. "Apa lagi ini Olivia? Setelah tadi kau marah tanpa alasan, sekarang kau berusaha membuat aku marah dengan alasan ingin menemui Angela?"
Olivia berdiri dari duduknya, "Aku ingin menenangkan diriku, Rich. Di sini... aku semakin merasa gelisah."
"Tapi di sini adalah tempat teraman untukmu!"
Sial, Richard benar. Tapi Olivia tetap harus memiliki celah untuk keluar dari rumah ini dan menemui Liam.
Mengabaikan kemarahan Richard yang mulai terpancing, Olivia berusaha memertahankan keras kepalanya. "Tidak! Aku jauh merasa tenang jika berada di rumahku sendiri."
Melangkah cepat, Richard mencengkram lengan Olivia dan membuatnya meringis tertahan. "Apa kau tidak dengar apa yang kukatakan tadi? Kau... akan tetap berada di rumah ini dan jangan coba-coba keluar dari rumah ini tanpa seizinku, mengerti?"
Olivia meneguk ludahnya berat. Wajah Richard memerah menandakan jika dia benar-benar marah. Percuma, batin Olivia. Jika dia tetap membantah Richard maka mereka hanya akan berakhir dengan saling bertengkar dan besok, entah apa yang akan Richard lakukan demi mengurung Olivia.
Richard William tidak pernah main-main dengan ucapannya.
Maka Olivia mengangguk berat dan cekalan di lengannya perlahan-lahana terlepas. Olivia meringis pelan sambil mengusap lengannya yang memerah, dan Richard menatap ke arah sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Suit
General FictionRichard kira mencintai Olivia dan calon bayi mereka saja sudah cukup. Tapi ternyata tidak. Desakan pernikahan dari orang-orang disekitar mereka membuatnya frustasi. Mungkin bisa kembali mencintai orang lain mudah untuk dia lakukan. Tapi untuk berkom...