(Season 2) Prolog

1.3K 147 40
                                    

Dentuman musik yang berisik, orang-orang berlalu-lalang dan sibuk menari, lirikan genit para gadis, semua itu tidak membuat Richard bisa berhenti sedetik saja mikirkan hal yang sejak siang tadi bersarang di kepalanya.

"Nick!"

Namanya Nick. Anak laki-laki yang tadi berada dalam gendongannya itu bernama Nick. Anak laki-laki yang wajahnya tampak tidak asing itu.

Nick. Namanya adalah Nick.

Putranya.

Richard menuangkan minuman ke dalam gelasnya. Sekali lagi menghabiskan dalam satu kali tegukan. Matanya terpejam, dahinya mengernyit. Tapi bayang wajah anak laki-laki itu tak pernah mau beranjak dalam benaknya.

Richard menggenggam gelasnya kuat. Matanya menajam lurus ke depan ketika bayang wajah Olivia yang dia jumpai siang tadi kembali membayangi.

Olivia masih terlihat sama. Dia... tetap cantik. Hanya saja terlihat lebih bahagia. Aneh. Kenapa Richard merasa sakit hati melihat Olivia bahagia? Apa lagi saat siang tadi Olivia memalingkan muka, seakan tak pernah mengenal Richard.

"Oke. Sekarang kita pulang. Ayah pasti sudah menunggu dengan wajah kesalnya di rumah."

Ayah...

Ayah katanya?

Itu artinya... Olivia sudah menikah. Menikah dengan entah siapa. Namun yang pastu lelaki itu lah yang Nick sebut sebagai Ayah.

Ayah...

Entah mengapa, namun Richard merasa emosi sedang bergejolak di hatinya. Wajah Nick dan tatapan matanya, sikap dingin Olivia, lelaki yang mereka sebut sebagai Ayah, semua itu membuat amarah Richard terbakar.

Hingga genggamannya pada gelas itu semakin mengerat. Sangat erat kemudian pecah berkeping-keping.

Gerald yang selalu berdiri di dekatnya terhenyak. Dia hendak mendekat tapi api kemarahan di kedua mata Richard membuatnya mengurungkan niat.

Percayalah. Ketika Richard sedang dikuasai amarah, maka sebaiknya jangan bersuara apa lagi mendekat. Lakukan apa yang dia pinta dan jangan melalukan apa yang tidak dia pinta. Atau dia akan mengamuk dengan cara yang mengerikan.

"Gerald!"

Panggilan Richard dengan nada tegas nan tajam membuat Gerald melangkah cepat menghampiri. "Ya, Mr. William."

"Lakukan sesuatu untukku." Ucap Richard. Matanya tak memandang Gerald, tetap menatap lurus ke depan dengan tatapan dingin menusuk tajam.

Sejujurnya, tanpa bertanya pun Gerald tahu apa yang sedang dipikirkan Richard saat ini. Gerald pun alasan apa yang membuat Richard akhirnya mencari keramaian setelah selama ini lebih senang mengurung diri di rumahnya.

Dan Gerald pun bisa menebak apa yang sebentar lagi akan Richard katakan.

"Olivia." Cetus Richard.

Nah, aku benar kan, gumam Gerald di dalam hati.

Karena sejak siang tadi. Sejak bertemu dengan Olivia dan putranya, Richard memang berubah menjadi pendiam kemudian marah seperti ini.

"Cari tau dimana dan dengan siapa dia tinggal. Aku mau semua itu ada di mejaku besok pagi."

"Ya, Mr. William."

Richard mengulurkan telapak tangannya dan Gerald dengan cepat mengeluarkan sapu tangan dari saku jas kemudian menyerahkannya pada Richard.

Richard membersihkan noda darah di tangannya, meninggalkan sapu tangan itu di atas meja, kemudian beranjak pergi.

Ada banyak wanita yang menghampirinya silih berganti. Namun jangankan tergoda, melirik pun Richard tidak. Wajahnya yang sedingin es, tatapannya yang menusuk tajam tak kunjung hilang.

Karena satu-satunya yang bersarang di kepalanya saat ini hanyalah mengembalikan Olivia dalam pelukannya.

Olivia milikku. Selamanya akan menjadi milikku.

***

Prolog dulu yaaaaaa 🤭

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 20, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Black SuitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang