[08] Yaka Coffee House

41 14 0
                                    

"Oi, Cha."

Suara yang begitu familiar tersebut membuat sang lelaki menegang. Tubuhnya membeku. Ia harap ia tidak salah dengar.

"ini di cafe bego, kalo gue treak treak dikira orang gila"

Suara itu terdengar kembali. Membuatnya mengerjapkan mata berkali kali sambil sesekali menybit lengan kirinya. Memastikan bahwa semuanya bukan mimpi.

Lelaki itu mengerjapkan matanya kembali saat merasakan lengannya terasa sakit saat telunjuk dan jempolnya mencubit sedikit keras. Ia melukiskan senyum kecil samar saat menyadari ini bukan mimpi.

Rasanya ada perasaan yang membuncah di hatinya. Ada keinginan besar untuk menghampiri meja diujung cafe disamping jendela kaca besar saat ia mendapati seorang gadis yang dikenalnya sedang terduduk manis disana. Ia benar benar akan beranjak dan menghampiri gadis itu lalu memeluknya erat meminta maaf atas asumsi asumsi buruk atau kalimatnya buruknya yang selama ini mampir jika akal sehatnya tidak menahan kedua kakinya untuk tetap berada di tempatnya. Untung akal sehat dan otaknya masih bekerja. Ia tidak boleh gegabah. Apa pandangan gadis itu jika ia tiba tiba merengsek masuk memeluknya? buruk. Sangat buruk.

"sotak, botak kotak lo, kagak ya, mana ada diet diet"

Lelaki itu masih diam di tempatnya. Menikmati lantunan suara gadis itu yang menyapa telinga. Ia sudah membereskan barang nya dan siap beranjak menuju meja disana, di pojok cafe. Hanya tinggal menunggu sang gadis menjeda percakapannya bersama temannya.

"gue stress bodoh!"

Kekehan kecil meluncur dari mulut sang lelaki ditengah cafe. Apa adik kelasnya itu benar benar merasa stress? mana mungkin otak cemerlang miliknya stress.

Lelaki itu terdiam sambil mengulum bibirnya. Ia tau betul betapa cemerlang otak si adik kelas itu. Bukan hanya dalam hal pelajaran tetapi juga tentang penyelesaian masalah. Terbukti dari saat gadis itu menjadi bagian kepanitiaan bersamanya semua maslah yang tiba tiba datang bisa diselesaikan dengan mudah menggunakan otak cerdas gadis itu yang seolah bisa melihat dunia dari sudut pandang lain. Sayangnya, adik kelasnya yang satu itu agak ceroboh dan cuek terhadap beberapa detail kecil. Contoh sederhananya, gadis itu sangat suka membaca soal setengah setengah, tidak tuntas. Berbeda dengan Array, sosok masa lalu lelaki tengah cafe itu, yang selalu membaca soal dari awal hingga titik akhir membaca setiap angka dan detailnya dan menghitung soal dengan teliti dan rapih di atas kertas coret coretan yang sudah di beri garis pembatas tiap soal.

Siapapun jika menjejerkan kertas coret coretan milik Array dan gadis itu pasti akan melihat perbedaan drastis yang diciptakan keduanya. Milik Array yang begitu rapih dan tertata disandingkan dengan milik sang gadis yang sangat berantakan dan awut awut an, tidak diberi nomor, semua perkalian pembagian dan rumus bertumpuk bahkan tak jarang gadis itu kekurangan lembar coret coret karena berantakan dan penuh.

Karena kecerobohannya, ketidaktelitiannya dan malasnya ia untuk membaca soal hingga akhir membuat semua orang memandang gadis pindahan bernama Array itu lebih jenius dan sempurna di tambah paras Array dan pesonanya yang tidak bisa ditolak bahkan para guru juga seolah tidak mengakui otak cerdas gadis ceria itu sejak kedatangan Array.

Bagaimana dengan lelaki yang kini duduk di tengah cafe?

Lelaki itu jelas mengakui otak sang gadis. Ia mengerti betapa hebatnya otak tersebut jika ia lebih teliti. Lelaki itu mengerti entah bagaimana. Tapi seolah tidak terima dengan gadis yang menaruh rasa padanya itu, ia mencari hal apapun untuk merendahkannya. Bagaimanapun caranya agar gadis itu menjauhinya dan tidak melakukan pdkt apapun padanya. Padahal faktanya sang gadis tidak melakukan pergerakan apapun, gadis itu tidak mencoba mendekatinya. Tetapi ia seolah terus mencari pembenaran agar dapat membandingkan Array dengan gadis itu.

(beauty) GOALS | KIM DOYOUNGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang