Keheningan melingkupi apartemen Sunghoon. Jake sudah pulang sedari tadi. Saat ini sudah pukul 15.00 sore. Sunghoon, Heeseung, dan Heera ada dikamarnya masing-masing. Apalagi Sunghoon dan Heeseung yang masih memikirkan kejadian tadi.
"Gue harus bilang apa anjir ke mas Heeseung. Masa bilang kalau tadi itu cuma becanda. Nggak nggak. Lo gak boleh pengecut Sunghoon. Tapi gue maluuu." Monolog Sunghoon sambil memukul-mukul bantal yang ada di depannya. Dia masih bingung harus bersikap bagaimana jika nanti bertemu Heeseung.
Sedangkan di kamar Heeseung tidak jauh berbeda. Heeseung duduk di depan meja belajarnya sambil mengetuk jarinya di meja.
"Tadi Sunghoon beneran apa cuma becanda yaa. Aaarrgghhh pusing."
Mungkin ini adalah pertama kali dalam hidupnya Heeseung panik. Bahkan ketika menghadapi ujian-ujian pun dia selalu tenang karena sudah mempersiapkan dengan baik. Tapi ini.. benar-benar diluar kendalinya."Laper. Mau makan aja dulu. Siapa tau kalau kenyang dapat pencerahan." Kata Heeseung kepada dirinya sendiri. Memang tadi mereka sarapan pukul 11.00. Tidak bisa dibilang sarapan juga. Makanya sekarang dia lapar.
Ketika dia kedapur, Sunghoon sedang mengambil air dingin di lemari es.
"Eh mas." Kata Sunghoon sedikit salah tingkah.
"Kamu lapar hoon?" Heeseung berusaha bersikap biasa saja. Padahal dia ingin kabur dari sana.
"Sedikit."
"Mas mau masak. Nasi goreng aja kayanya. Sudah laper. Kamu mau." Sunghoon mengangguk semangat. Nasi goreng buatan Heeseung adalah salah satu yang terbaik.
Akhirnya Heeseung memasak nasi gorengnya sementara Sunghoon memperhatikan di meja makan.
"Keren banget sih kalau masak. Coba aja Mas jadi suami aku ya." Ucap Sunghoon dalam hati.
Tidak lama kemudian nasi gorengnya matang dan Heeseung segera membaginya di tiga piring. Dia juga membuat untuk adiknya. Heeseung meletakkan dua piring di meja makan dan 1 piring dia antar ke Kamar Heera. Setelah itu dia balik lagi ke meja makan.
"Ayo makan Hoon." Sunghoon mengangguk. Dia memang sengaja menunggu Heeseung.
Mereka pun makan dalam diam. Hanya suara dentingan sendok dan piring yang ada. Hingga makanan dipiring masing-masing tandas mereka masih tetap diam.
"Haahh.. aku nggak kuat kita diam-diaman gini." Omel Sunghoon. "Kita harus meluruskan semuanya." Heeseung mengangguk.
"Kamu bener Hoon. Kita memang harus bicara. Mas cuci piring dulu kamu tunggu depan TV."
"Nggak. Aku mau lihat mas cuci piring. Sama bantuin. Bantuin doa maksudnya." Heeseung terkekeh mendengar jawaban Sunghoon. Dia menuju ke arah Sunghoon dan mengacak rambut Sunghoon. Lalu mengangkat piringnya dan piring Sunghoon.
"Mas jangan sering-sering ngacak rambut gitu. Nanti aku tambah baper."
Heeseung shock dengan perkataan Sunghoon yang frontal. Dia hanya menggelengkan kepalanya. Tapi bibirnya tersenyum.
Setelah Heeseung selesai mencuci piring, mereka menuju sofa depan TV. Awal duduk mereka masih sama-sama diam. Bingung harus berbicara apa.
"Mas. Mas tadi dengar kan yang aku bicarain ke Jake?" Tanya Sunghoon memastikan. Walaupun dia 90% yakin jika Heeseung mendengarnya.
"Dengar. Yang kamu bilang suka sama mas."
"Aku serius mas soal itu. Mungkin kedengerannya terlalu cepat. Aku juga belum bisa memastikan perasaanku ini cinta atau hanya sebatas kagum. Cuma yang aku tahu aku mau selalu didekat Mas." Heeseung diam. Banyak fikiran yang berlarian di otaknya.
"Hoon. Mas gak punya apa-apa." Jawabnya singkat.
"Gak punya apa-apa? Mas punya otak yang pintar, tanggung jawab yang tinggi, sikap yang baik ke orang lain, rajin. Bisanya mas bilang gak punya apa-apa."
"Bukan itu maksud mas. Tapi--"
"Masalah harta? Kalau itu aku juga gak punya mas. Semua ini harta orangtuaku." Kata Sunghoon tidak mau kalah. Heeseung masih terdiam. Lalu dia tersenyum hangat.
"Makasih ya Hoon." Ucapnya tulus. Sunghoon bingung kenapa Heeseung tiba-tiba berterima kasih. Padahal dia habis ngomel.
"Makasih buat apa?"
"Makasih buat punya pemikiran seperti itu. Selama ini mas gak pernah punya hal lain yang dilakukan selain kuliah dan mencari uang. Nggak pernah berfikir untuk memulai suatu hubungan dengan orang lain. Karena mas fikir orang tersebut layak mendapatkan yang lebih baik dari mas. Layak buat makan di restoran mewah, layak untuk dibelikan hadiah dan lain-lain. Sementara Mas nggak bisa memberikan itu semua."
Sunghoon terdiam. Entah mengapa hatinya ikutan sakit. Dia tiba-tiba memeluk Heeseung sampai Heeseung hampir jatuh kebelakang. Untung dia bisa menahannya. Sunghoon menangis yang membuat Heeseung panik.
"Loh kok nangis."
"Mas.. diam.. dulu... Aku... cuma..sedih" ucapnya terbata-bata. Heeseung menuruti untuk diam.
"Mas mau lanjut ceritain tentang keluarga mas. Kamu mau dengar nggak." Sunghoon langsung melepaskan pelukannya.
"Mau mau." Sunghoon melepaskan pelukannya dan bersiap mendengarkan cerita Heeseung.
"Jadi seperti yang kamu tau kalau Mas ini dua saudara sama Heera. Orang tua Mas meninggal ketika Mas kelas 12 SMA karena kecelakaan. Untung saja mas dapat beasiswa full jadi bisa kuliah. Ditambah karena Ayah PNS jadi kami masih dapat uang pensiunan. Tapi mengandalkan itu aja nggak cukup makanya mas kerja sambilan. Karena mas sudah tinggal dirumah mas dari kecil, jadi tetangga disana juga baik. Kami sering diberi makanan kalau mereka masak agak banyak. Awalnya mas ngerasa nggak enak, tapi mereka bilang dulu orang tua mas baik sama mereka jadi ini sebagai balas jasa orang tua mas dulu." Heeseung berhenti sebentar sebelum melanjutkan ceritanya.
"Mungkin kamu penasaran kemana keluarga mas yang lain, jadi sebenarnya ibu sama ayah itu kawin lari. Orang tua dari ibu nggak setuju ibu mas nikah sama ayah. Akhirnya mereka pergi dari rumah. Sementara keluarga dari ayah sudah nggak ada karena ayah anak tunggal. Bahkan ketika mereka meninggal keluarga ibu tidak datang, Mas juga bingung mau menghubungi kemana karena dari kecil nggak pernah diperkenalkan. Yang mas tahu kalau ibu itu sebenarnya dari keluarga berada. Makanya nggak setuju waktu Ibu nikah sama ayah yang hanya dari keluarga biasa."
"Mas ingin ketemu keluarga mas?" Tanya Sunghoon dengan nada ragu-ragu. Takut Heeseung merasa tersinggung.
"Bohong kalau Mas bilang nggak mau. Tapi dari mereka memutuskan ikatan dengan Ibu dan ayah, Mas rasa nggak mereka gak akan mau menemui Mas."
"Mas gak mau untuk mencoba. Setidaknya biar mereka tahu kalau ibu mas sudah nggak ada. Dan mereka punya dua cucu." Heeseung terlihat berfikir. Kemudian dia menggeleng.
"Mas takut sakit hati. Mas pengecut banget ya." Sunghoon langsung menggeleng.
"Nggak mas. Aku juga mungkin bakal takut. Itu keputusan mas sih. Yang penting mas ngerasa bahagia sekarang sama Heera."
"iya mas bahagia kok. Jadi...." Ucapan Heeseung terputus membuat Sunghoon bingung.
"Jadi?"
"Jadi masih suka sama mas? Mas banyak kurangnya." Tanya Heeseung yang langsung dibalas senyuman oleh Sunghoon.
"Aku jadi makin suka. Gimana dong?"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
My Housemate
Fiksi Penggemar(END) Sunghoon, mahasiswa kedokteran semester 1. Seorang anak tunggal dari keluarga kaya yang merantau sendirian. Namun karena hidup sendiri tidak ada yang mengingatkannya akan hal-hal penting. Seperti membangunkannya ketika ada kuliah pagi, menging...