Sudah enam bulan semenjak tulang punggung keluarga itu dirumahkan dari pekerjaannya, semenjak itu pula hubungan antar anggota keluarga sedikit merenggang. Wanita yang berstatus seorang istri sudah uring-uringan karena keadaan ekonomi yang semakin merosot sedangkan ada lima perut yang harus dikenyangkan.
“Dek, jangan dulu minta mainan ya. Mainan Adek kan udah banyak di rumah,” bujuk wanita yang usianya hampir mencapai setengah abad kepada seorang anak kecil yang duduk di tanah sambil menangis tersedu-sedu.
“Tapi Ardan belum punya mainan itu, Bu. Dani bilang mau beli mainan itu hari ini,” rengeknya kepada wanita tadi yang dia panggil Ibu.
“Tapi Dani tidak punya mainan yang kemarin Adek beli. Jadi, nanti mainnya gantian saja ya?”
“Apa Dani mau meminjamkan mainannya, Bu?” Anak itu berbalik bertanya kepada sang Ibu. Karena dalam hatinya, dia masih ingin memiliki mainan yang dipajang dengan indah di dalam etalase di depan toko itu.
Berat memang, ketika harus menahan keinginan buah hati. Namun, ini salah satu cara untuk bertahan hidup di kerasnya kondisi saat ini. Kalau saja kondisi ekonominya stabil, dia akan membelikan apapun untuk anak-anaknya tanpa harus berpikir panjang.
Sesampainya di rumah, wanita tersebut langsung bergegas menuju dapur. Dikeluarkannya dua bungkus tempe, satu bungkus tahu, setengah kilogram telur, satu bungkus cumi asin, dan tiga ikat kangkung. Dia harus pintar mengkombinasikan masakannya agar tidak bosan dan agar cukup untuk satu minggu ke depan. Cara ini sudah dia lakukan sebelumnya dan berhasil untuk menghemat pengeluaran kebutuhan rumah tangga.
Sebentar lagi matahari akan berada tepat di atas kepala. Wanita tadi yang awalnya berniat ingin memanjakan diri dengan menonton acara gosip pun mengurungkan niatnya. Dia segera memasak untuk makan siang, meskipun harus berhemat tapi keluarganya juga harus tetap sehat. Itulah prinsip yang dia pegang dan harus selalu seperti itu.
“Pak, anak-anak kemana?”, tanya sang istri kepada seorang pria yang berstatus sebagai kepala rumah tangga.
“Tadi Ardan lagi main di teras, Suci pergi ke rumah Hana, kalau Citra ada di kamar dari pagi belum keluar.” Jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari benda pipih kesayangannya.
“Mata Bapak masih sehat? Dari Ibu pergi ke pasar sampai selesai masak, handphone aja yang dipelototin.” Istrinya sudah geram melihat tingkah suaminya yang masih saja bisa bersantai disaat seperti ini.
“Bapak lihat handphone juga kan lagi nanya ke teman-teman Bapak, siapa tahu mereka punya informasi lowongan pekerjaan, Bu.” Kilah suaminya, padahal sedari tadi dia berselancar di aplikasi yang menaungi para youtuber di seluruh dunia.
Namun, sang istri pura-pura tidak mengetahui hal tersebut. Jika dipermasalahkan, dia sama saja seperti suaminya itu, kekanak-kanakan.
Dia berlalu melangkah menuju kamar anak keduanya, meninggalkan suami yang katanya sedang mencari pekerjaan.Bagaimana bisa, seorang gadis siang bolong begini masih berada di dunia mimpi. Dia pasti mewarisi sifat bapaknya, pemalas. Untung saja ibunya bukanlah seseorang yang ringan tangan dalam menasehati anak-anaknya.
“Citra, kamu belum bangun? Ini udah siang lho, nanti rezeki kamu di patok ayam.” Ruangan yang sempit, lampu kamar yang redup, ditambah banyak sekali komik yang tergeletak di lantai bercampur dengan sampah makanan, membuat ruangan ini tidak layak disebut kamar.
Tidak juga mendapat respon, akhirnya sang Ibu menyibak selimut yang dipakai anaknya bersembunyi. Lagi-lagi dirinya dibuat takjub, sang anak tengah bermain game dengan sebuah benda yang terpasang dikedua telinganya.
“CITRAAA! Kamu ini, bukannya bangun terus belajar, kenapa main game? Ini bukan hari libur, kenapa kamu malas-malasan? Kamu mau jadi seperti Bapak kamu, iya?!” Emosinya sudah tidak dapat dibendung lagi, entah kenapa hari ini semuanya terasa lebih berat.
“Ibu, kenapa bawa-bawa Bapak? Aku main game hanya untuk hiburan aja. Aku juga jenuh Bu terus-terusan belajar.” Dia tidak tahu bahwa anaknya ternyata pintar menjawab sekarang.
“Ibu bisa memaklumi kalau kamu main gamenya hanya sesekali, tapi selama belajar online kamu lebih sering main game online dibanding dengan belajarnya. Jangan kira Ibu tidak tahu ya, kamu juga sering tidak mengerjakan tugas dan hanya absen saja. Sia-sia selama ini Ibu memberikan uang untuk dibelikan kuota internet.”
“Ibu suka pilih kasih antara aku dengan Kak Suci. Setiap dia minta kuota atau uang, Ibu selalu memberinya tanpa harus diceramahi terlebih dahulu. Sedangkan aku, harus menunggu beberapa hari untuk mendapatkannya.” Ujar Citra kepada ibunya yang masih setia memolototi anak gadisnya itu. Ibunya tidak akan luluh dengan air mata yang sudah berjatuhan di pipi anaknya. Justru itu membuat hatinya semakin tersinggung.
“Bukannya Ibu pilih kasih, Kakakmu meminta uang hanya untuk kuota saja, sedangkan kamu hampir tiap minggu pergi bersama teman-teman dan apa Ibu tidak memberikan kamu uang jajan? Belum lagi, Kakakmu selalu mengerjakan pekerjaan rumah. Kamu, jangankan membantu Ibu, bangun saja selalu tengah hari. Apa itu bisa dibilang pilih kasih? Ibu hanya tidak ingin anak-anak Ibu menjadi seorang yang boros, kita harus bekerja sama agar bisa mencukupi kebutuhan hidup. Kalian anak Ibu, tidak ada Ibu yang pilih kasih kepada anak-anaknya.”
Meskipun kalimatnya berisi penjelasan, namun tetap saja nada suaranya seakan menghakimi sang anak.
Dan segala yang dia tahan hari ini meledak juga kepada anak keduanya. Wanita tersebut memijit kepalanya yang dirasa sangat pusing. Ingin dia memutar waktu ketika suaminya masih bekerja dan dia masih menjaga tokonya dengan bahagia. Namun, itu hanyalah keinginannya saja. Lihatlah apa yang terjadi sekarang, hal seperti ini kerap terjadi. Oleh sebab itu, anak pertamanya, Suci, lebih banyak menghabiskan waktu di rumah teman-temannya.
“Bu, sudah. Ibu harusnya bisa menahan emosi. Jangan segala kekesalan Ibu pada Bapak dilampiaskan kepada anak-anak. Mereka tidak berhak untuk kita marahi Bu, maafkan Bapak belum bisa menjadi tulang punggung keluarga yang baik.” Untung saja, suaminya bisa menahan amarah dengan baik. Kalau saja keduanya tersulut emosi, akan hancur keluarga ini.
-Selesai-
Kritik dan saran yang membangun pasti akan bermanfaat(^ω^)
KAMU SEDANG MEMBACA
KERANGKA HIDUP - Kumpulan Cerita Pendek
ContoCerita tidak lepas dari kehidupan, karena dari kehidupanlah tercipta sebuah cerita. Semua ilusi dan imaji terangkum disini serta hiruk pikuk kehidupan pun menjadi inti dari konflik yang ada pada setiap cerita.