Tekad

11 2 0
                                    

Disinilah aku, berada di sebuah rumah yang sangat luas nan mewah. Bukan, ini bukan rumahku. Ini adalah rumah dimana ibuku mencari pundi pundi rupiah. Ya, ibuku seorang asisten rumah tangga atau bahasa kasarnya ‘pembantu’, beliau sudah lama mengabdi pada keluarga ini. Dulu waktu aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar saja ibu sudah bekerja disini dan sekarang aku sudah memasuki masa seragam putih abu, dimana biasanya ini adalah jenjang pendidikan terakhir yang dialami oleh orang sepertiku. Dan aku akan menghilangkan kata ‘biasanya’ itu, aku akan melanjutkan pendidikan hingga masuk ke Perguruan Tinggi. Oh ayolah, jangan meledekku hanya karena aku seorang gadis miskin yang mempunyai mimpi yang sangat tinggi.

Diseberang sana aku melihat ibuku sedang membawa kantong plastik hitam yang sangat besar, sudah dipastikan isinya sampah rumah tangga. Hatiku sungguh terenyuh melihat malaikat tanpa sayapku harus banting tulang untuk memenuhi segala kebutuhan kami dan menggantikan sosok ayah yang bahkan pergi sebelum aku dilahirkan kedunia. Dengan segera aku melangkahkan kaki menuju ibuku berada.

“ Ibu ! sini biar Nana bantu.” Belum saja aku memegang kantong plastik itu, ibu sudah mencegahnya seperti biasa.

“ Aduh nak, kamu ada apa kemari? Ibu kan sudah bilang, tunggu saja ibu dirumah. Pulang sekolah kamu pasti capek, mending istirahat atau mengerjakan tugas.” Ucapnya sambil menatapku sayang.

“ Tidak apa-apa bu, lagian pasti lebih capek ibu. Nana kan sekolah hanya sampai jam setengah tiga. Nah ibu dari subuh sampai jam delapan malam, hayo lamaan siapa?” ucapku dengan tangan yang sudah mengelus punggung tangan ibuku.

“ Kamu ini, kalau dibilangin pasti saja ngejawab.” Ucap ibuku sambil menepuk pelan bokongku.

Setelah membuang sampah, aku mengikuti ibu kedalam rumah. Meskipun ini bukan kali pertama aku masuk, namun tetap saja aku selalu dibuat terhenyak. Bagaimana tidak? Rumah sebesar ini yang membersihkan hanya ibu aku seorang diri. Maka dari itu, aku tidak tega untuk meminta sesuatu demi mengikuti trend belaka.

Tepat pukul 20:00 WIB, kami sampai dirumah. Aku yang memang sudah lelah, segera masuk ke dalam kamar. Sedangkan ibu menuju dapur untuk menyimpan bahan makanan sisa yang diberikan oleh majikannya. ‘Aku pasti akan membuat ibu bahagia dimasa senja nanti’ gumamku dalam hati, sebelum akhirnya aku terlelap dalam mimpi.

Matahari masih malu-malu menampakkan sinarnya, tetapi aku sudah bersiap-siap untuk berangkat kesekolah. Ibu? Ia sudah berangkat sejak aku mandi tadi dan seperti biasa ibu selalu membuatkanku sarapan terlebih dahulu. Sungguh aku sangat menyayanginya. Setelah mengisi perut, kulanjutkan niat awalku yang ingin berangkat sekolah.

Sudah dua minggu aku berangkat kesekolah dengan berjalan kaki, tenang ibuku tidak mengetahuinya. Jika ketahuan bisa habis aku dimarahi olehnya, dikarenakan jarak dari rumah ke sekolah itu bisa mencapai 2 km. Lalu mengapa aku berjalan kaki? Itu mudah, aku hanya ingin menghemat dan menabung untuk masuk ke Perguruan Tinggi.

Sesampainya disekolah aku langsung menuju kelas dan mempelajari materi yang akan disampaikan hari ini, bisa dibilang ini semacam pemanasan sebelum guru masuk.

“ Aduuh, yang calon dokter rajin banget pagi-pagi udah mesra-mesraan aja sama buku. Hehehe...” awalnya  aku tidak tahu bahwa Gia, teman sebangku ku mengetahui cita-cita yang selama ini aku sembunyikan. Bukan apa-apa aku takut jika teman-temanku mengetahui mereka akan meledekku, kalian tahu sendiri bagaimana keadaan ekonomi keluargaku.

“ Ish! Kamu ini kalau bicara jangan keras-keras, malu lah.” Ucapku sambil menariknya untuk duduk.

“ Oke oke santai dong. Ngomong-ngomong kamu mau lanjut ke Universitas mana?” Ini adalah pertanyaan yang ingin sekali aku hindari, bukan aku tidak mau melanjutkan ke jenjang berikutnya justru aku ingin sekali. Namun, lagi-lagi aku harus berpikir berulangkali.

“ Belum tahu Gi, gimana nanti aja.” Ucapku sambil kembali fokus ke buku pelajaran

“ Kamu harus tuntasin mimpi kamu, Na. Aku yakin kamu pasti bisa jadi seorang dokter, kamu kan pintar. Tapi awas, nanti kalau sudah jadi dokter jangan sombong.” Iya, dia seorang teman sekaligus seseorang yang selalu mendukung apapun keinginanku.

Hari ini aku pulang lebih awal, dan seperti biasa aku menyempatkan diri untuk membantu pekerjaan ibu dan ada sesuatu juga yang harus aku sampaikan padanya. Dan kulihat ada mobil yang terparkir di halaman rumah itu, ternyata majikan ibuku sudah berada di rumahnya. Aku masuk dengan melewati pintu belakang yang pasti ibu berada disana.

“ Assalamu’alaikum.” Dan sepertinya ucapan salamku cukup membuat ibu terkejut, karena memang aku berada dibelakang tubuhnya yang sedang asyik memasak.

“ Wa’alaikumusalam. Astagfirullah Nana! Ibu kan udah sering bilang kalo dateng itu ketuk pintu dulu, tahu sendiri kan ibu orangnya kagetan.” Ucapnya dan lansung kembali ke kegiatannya itu.

“ Maaf bu, lagian pintunya terbuka makanya aku langsung masuk.”

“ Yasudah, sana kamu istirahat dulu. Eh, kenapa jam segini kamu sudah pulang? Kamu tidak bolos, kan?” aku terkekeh begitu mendengar pertanyaan terakhir yang dilontarkan oleh ibuku.

“ Ya tidaklah bu, aku pulang jam segini tuh karena semua guru mau menjenguk kepala sekolah.” Jelasku

“ Oalah, ibu kira kamu bolos.”
Suasana menjadi hening, dan aku memutuskan untuk kembali bersuara.

“ Bu, aku kan sudah melaksanakan Ujian Nasional. Nah, kata pihak sekolah bagi yang belum melunasi administrasi ijazahnya tidak akan dikasih sebelum membayar lunas. Batas pembayarannya sampai akhir minggu ini” Ucapku dengan suara yang lebih pelan dari sebelumnya.

“ Kenapa kamu baru bilang sekarang? Gajian ibu masih lama nak, memang apa yang belum lunas?” kini ibu sudah ikut duduk disampingku.

“ SPP bu, 4 bulan lagi. Selebihnya sudah lunas.” Sebenarnya bukan 4 bulan, tetapi 5 bulan. Tidak apa, aku hanya ingin mengurangi beban ibu. Aku punya tabungan dari hasil berhematku, sepertinya cukup untuk membayar yang satu bulan itu.

“ Ibu usahakan sebelum akhir bulan ini ya.”

“ Terus aku lolos SNMPTN bu, apa aku boleh lanjut kuliah?” tanyaku hati-hati.

“ Alhamdulillah... tapi apakah biayanya mahal, nak? Ibu takut kamu berhenti di tengah jalan.” Ekonomi satu-satunya penghambat bagiku. Tapi,
“ Alhamdulillah bu, ibu tidak usah khawatir masalah biaya. Aku dapat bantuan dari pemerintah, jadi bisa dibilang ini gratis.” Ucapku sambil berkaca-kaca. Allah memang Maha Pengasih, Allah memang Maha Adil.

“ Masya Allah, selamat nak! Ibu pasti mengizinkan, terimakasih Ya Allah, terimakasih nak sudah membuat ibu bangga.” Ibu memelukku sambil berderai air mata. Dan seperti melupakan pembicaraan sebelumnya.

Pagi ini tidak seperti pagi sebelumnya. Mengapa? Karena ibu masih berada di rumah, apa ia tidak akan bekerja? Ah sudahlah.

“ Ibu tidak bekerja?” tanyaku sambil duduk untuk sarapan.

“ Nanti agak siangan ibu berangkat. Sekarang kita sarapan dulu, kamu harus makan banyak biar terus sehat apalagi sebentar lagi kamu akan menjadi mahasiswi.” Setelah selesai sarapan ibu langsung bergegas ke kamarnya. Entah, aku pun tidak tahu.

“ Ini, nak. Bayar tunggakan SPP mu hari ini. Dan ini berangkatlah naik ojeg atau angkot, jangan kira ibu tidak tahu selama ini kamu berangkat jalan kaki.” Ujarnya sambil menyodorkan uang ratusan ribu.

“ Ibu dapat uang dari mana? Terus kenapa ibu juga tahu kalo aku sering berangkat jalan kaki?” jujur aku cukup terkejut dengan apa yang ibuku katakan.

“ Sudah kamu tidak perlu tahu, sana berangkat.” Setelah berpamitan aku langsung berangkat ke sekolah dengan perasaan yang tentu sangat baik.

Dan kini aku sudah menjadi seorang Dokter, aku telah merubah keadaan ekonomi keluarga. Meski begitu, aku tetap tidak melupakan siapa diri aku sebenarnya. Benar, kita hanya perlu menikmati susah atau mudahnya proses yang selama ini kita jalani. Sehingga kita akan selalu merasakan kemudahan disetiap langkah yang kita ambil. Dan yang paling penting adalah selalu meminta pertolongan kepada-Nya dan jangan lupa bersyukur.

🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋🦋
Tetap bersyukur dan selalu berusaha untuk lebih baik lagi adalah evaluasi diri yang terbaik....

KERANGKA HIDUP - Kumpulan Cerita Pendek Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang