Kantin sangat ramai, dipenuhi oleh anak-anak remaja yang ingin mengisi perut mereka. Ada yang datang sendiri, berpasangan, dan ada juga yang bergerombol seperti akan tawuran.
Hal ini sangat wajar terjadi, apalagi saat ini pakaian mereka hampir sama. Memakai kaos merah dan celana panjang olahraga, ah ada juga yang memakai baju futsal dengan motif yang berbeda sesuai dengan kelasnya masing-masing.
Dena, gadis itu kini sedang mencari teman-temannya bersama dengan Utari. Mereka bagaikan Upin dan Ipin, di mana ada Dena maka ada Utari begitu sebaliknya. Hal yang wajib dilakukan sebelum ke kantin adalah berkunjung ke toilet, mereka tidak mau jika sedang menikmati makanan ada panggilan alam. Itu sangat menyebalkan.
“Ri, kayaknya mereka udah duluan ke kantin deh. Coba lo chat.” Ucap Dena yang memang sedari tadi tidak menemukan batang hidung teman-temannya.
“Iya kali ya, yuk cus kita ke kantin.” Balas Utari yang kini sudah menggandeng tangan Dena dan tangan satunya memegang gawai untuk memberitahu teman-temannya bahwa mereka akan ke kantin duluan.
Sepanjang perjalanan menuju kantin banyak sekali pemandangan-pemandangan yang sudah sering mereka lihat. Ada yang bermain gitar, membahas pelajaran, grup rumpi, ada yang kejar-kejaran, dan ada juga yang sedang kasmaran. Sangat bervariatif.
Netra Utari menemukan kumpulan perempuan yang sedang mengantri mie ayam Mang Iyan. Ia berlari dan langsung menepuk pundak salah seorang dari kumpulan tersebut.
“Ra, pesenin dua lagi ya. Buat gue sama si Dena.” Setelah mengucapkan itu, Utari hanya memasang cengiran dan tanda peace di samping wajahnya.
“Siap, lo beli minum sana. Si Tiwi sama Enzy lagi nyari tempat.” Balas Rara sambil menunjuk ke arah dua temannya yang tadi disebutkan.
Terlihat Tiwi dan Enzy sedang beradu pendapat. Tiwi yang keras kepala ingin memakan mie ayam di bawah pohon mangga dan Enzy yang ingin memakan mie ayam di dekat lapangan.
“Eh buah kiwi, kalo makan di bawah pohon mangga nanti topping mie-nya bukan pangsit tapi ulat. Lo mau?” ucap Enzy dengan wajah menengadah ke atas pohon.
“Gak ada ulatnya, liat tuh yang ada mangga muda. Lo mau pas lagi makan dicium bola futsal?” bela Tiwi dengan tetap mempertahankan keinginannya.
Dena dan Utari yang melihat itu hanya bisa terkekeh. Selalu saja, jika bukan menu ya tempat makan yang jadi perdebatan mereka. Dena dengan kresek hitamnya menghampiri kedua insan yang masing berdebat.
“Mulai lagi, makan tinggal makan aja sih.” ucap Dena mengemut permen rasa mint kesukaannya.
“Ya iya, tapi kan biar dapet view bagus gitu.” Balas Enzy dengan sudah menyabotase permen milik Dena.
Tangan Dena memukul tangan Enzy yang lancang merogoh saku bajunya, “Ambil satu aja, gue cuma beli seribu.”
Enzy merentangkan telapak tangannya membuktikan bahwa ia hanya mengambil satu buah permen. Setelah itu, ia kembali mempertanyakan tempat yang sebelumnya belum menemukan titik terang.
“Jadinya mau di mana ini? Tar, sono lo ke si Rara kasian anak orang sendirian.” Tanya sekaligus memberikan titah pada Utari yang saat itu tengah asik bermain gawai.
“Ck, giliran ambil makanan, gue aja.” Meskipun protes tapi tak urung Utari tetap melangkahkan kaki ke arah Rara.
Di sana terlihat Rara sedang menyebutkan menu beserta jumlah porsinya. Memang mie ayam Mang Iyan merupakan mie ayam terenak dan termurah tetapi mengenyangkan. Satu porsi hanya tujuh ribu kalau ditambah bakso kecil-kecil jadi delapan ribu. Sangat sesuai dengan kantong pelajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
KERANGKA HIDUP - Kumpulan Cerita Pendek
Short StoryCerita tidak lepas dari kehidupan, karena dari kehidupanlah tercipta sebuah cerita. Semua ilusi dan imaji terangkum disini serta hiruk pikuk kehidupan pun menjadi inti dari konflik yang ada pada setiap cerita.