Aku berjalan dengan langkah gontai menuju kelas, dengan tas yang disampirkan dibahu sebelah kanan yang membuat semua orang yang lewat dengan mudahnya dapat menyenggol tasku. Aku mengikuti jam pelajaran pertama tanpa adanya semangat sama sekali, dan itu membuatku tidak fokus dalam belajar.
Bel istirahat pun berbunyi, kami menyebutnya dengan sang penyelamat. Karena hanya bel itulah yang bisa membuat kami terbebas dari pembelajaran. Tidak semua mata pelajaran aku ikuti dengan tidak bersemangat, karena ada beberapa mata pelajaran yang membuatku semangat untuk mempelajarinya. Dan itu semua tergantung kepada pendidik yang menyampaikan materi.
Seperti biasa istirahat ini aku habiskan untuk berkumpul bersama teman-temanku. Ya, aku dan mereka memang berteman tetapi kami semua berasal dari kelas yang berbeda. Kami bertemu pada seleksi untuk olimpiade perwakilan sekolah, dan pertemuan itu berakhir dengan pertemanan. Kali ini kami berkumpul di kantin sekolah dengan ditemani sepiring batagor untuk sekedar mengganjal perut.
“Eh, kalian sudah di kasih pengumuman belum sama Pak Sapto?” tanya Kinar memulai percakapan.
Rara menjawab dengan mulut masih mengunyah batagor, “ Behlum Nar, kwlas kahmu udah?”
“Ra, kunyah dulu itu batagornya. Jorok tahu!” sahutku dan dia hanya memamerkan gigi lima jarinya.
“Sama, kelas aku juga belum. Tapi kelas sebelah udah di kasih tahu”, ujar Kinar sambil menyeruput minumannya.
“Nanti juga dikasih tahu, mungkin Pak Sapto nya lagi sibuk.” aku menjawab, sambil membayar batagor lalu kembali lagi ke meja kantin. Ketika kami sedang mengobrol sambil sesekali tertawa karena lelucon yang dilontarkan oleh Rara, tiba-tiba ada suara yang ikut bergabung.
“Bukannya ini meja kita ya? kenapa kalian duduk disini?”, orang itu berbicara dengan nada yang bisa dibilang ketus, dan aku bisa menebaknya kalo ia salahsatu kakak kelas yang masih menjunjung tinggi nilai senioritas. Walaupun di sekolah ini senioritas tidak diperbolehkan, tetapi tetap saja masih banyak kakak kelas yang melakukannya.
“Maaf kak, tadi meja ini kosong makanya kami duduk disini.” Kinar menjawab dengan sopan.
“Harusnya kalian tahu kalau meja ini udah langganan jadi tempat duduk kita.” Jawab kakak kelas yang berdiri disampingku.
“Iya, maaf kak. Kami sudah selesai, dan kakak semua bisa duduk disini.”Masih Kinar yang menjawab, tapi kali ini ia menjawab dengan nada yang sedikit ketus.
Tanpa di suruh pun kami sudah meninggalkan kantin, karena kami tahu jika masih saja diam di sana maka akan terjadi perang mulut yang mengakibatkan kami masuk kedalam ruangan yang sangat kami hindari yaitu ruang BK.
Keesokan harinya, kami berkumpul kembali di kantin untuk membahas mengenai class meeting yang akan diadakan minggu depan.
“Class meeting kan minggu depan, kalian ikutan lomba apa aja?”, tanyaku yang kali ini memulai pembicaraan.
“Aku ikutan lomba catur, ya itupun aku dipaksa sama ketua kelas, si Wenda”. Jawab Kinar yang tampak tidak terima dengan lomba yang akan dia ikuti. Lain halnya dengan Rara ia begitu antusias dengan diadakannya class meeting ini.
“Kalau aku ikutan lomba tarik tambang, soalnya tahun kemarin aku ikutan catur tapinya kalah. Kamu sendiri ikutan lomba apa?”, Rara bertanya padaku.
“Tahun sekarang aku dapat bagian lomba LCC sama ketua kelas, lumayan kan bisa buat belajar juga.”Jawabku sambil mengangkat sebelas alis, karena ada yang meyentuh pundakku.
Dan yang menyentuhnya adalah kakak kelas yang kemarin mempersalahkan tempat duduk, kak Anggi namanya.
“Eh kalian lagi, sudah saya bilang bukan kalau meja ini adalah meja langganan kita. Kenapa kalian masih duduk disini.”Ujarnya sambil membawa semangkuk bakso.

KAMU SEDANG MEMBACA
KERANGKA HIDUP - Kumpulan Cerita Pendek
Cerita PendekCerita tidak lepas dari kehidupan, karena dari kehidupanlah tercipta sebuah cerita. Semua ilusi dan imaji terangkum disini serta hiruk pikuk kehidupan pun menjadi inti dari konflik yang ada pada setiap cerita.