4 | Luka yang Kamu Tidak Akan Paham

5.3K 994 759
                                    

Gara kira semua yang terjadi belakangan ini hanya akan berlalu begitu saja. Ia kira ia benar tentang keyakinan bahwa di tempat ini, semua orang sama, hanya mendekat untuk mengambil keuntungan darinya lalu pergi saat tujuan mereka telah terlaksana. Maka ia tidak butuh siapa-siapa selain keluarganya.

Namun, ternyata ada satu yang tidak bisa beranjak dari pikiran Gara, yang kemudian merobek tembok pertahanannya yang semula tenang dan mematahkan satu per satu keyakinan. Nyatanya, Gara tidak bisa melupakan hari di mana Laksa tiba-tiba datang. Bagaimana wajah menyebalkan anak itu menjadi sering muncul di depan Gara setelahnya serta bagaimana tangan anak itu terulur untuk membantunya keluar dari bahaya masih terekam sesempurna kenangan yang dibekukan.

Tapi ... setelahnya Laksa menghilang.

Hal terakhir yang Gara ingat adalah ketika Raja datang lalu membentak dengan suara kasar. Melimpahkan seluruh kesalahan kepada Laksa yang sebenarnya tidak pernah melakukan kejahatan. Saat itu, Gara tidak punya kesempatan untuk menjelaskan. Ia tidak pernah suka keramaian dan berada di sana lama-lama membuat fokusnya buyar. Maka ia membiarkan Raja membawanya pergi dari sana dan meninggalkan Laksa sendirian. Padahal Gara tahu, anak itu juga kesakitan.

Ketika semua perlahan membaik, baru Gara mencoba meredakan amarah Raja yang masih membara. Tetapi percuma. Usahanya sia-sia. Seharusnya Gara tidak lupa bahwa Raja tidak pernah mendengar siapa-siapa.

"Gue nggak mau lihat anak itu ada di sekitar lo lagi, dan bikin lo dalam bahaya lagi. Selama ini lo aman sendirian. Tapi giliran sama dia, lo langsung luka. Sekali lagi itu anak bikin lo kenapa-kenapa, gue beneran nggak akan kasih ampun."

Penegasan itu adalah yang terakhir Raja katakan sebelum pergi dengan pintu yang ia banting kasar. Seluruh kalimat Gara yang bahkan belum sempat tersampaikan pun patah, tertelan. Lalu ia hanya diam, membiarkan sampai amarah Raja teredam. Atau sampai esoknya ia mencari Laksa diam-diam untuk meminta maaf atas semua yang kakaknya lakukan.

Tetapi ternyata rencana Gara tidak ada yang berjalan lancar. Laksa absen hari itu, juga di dua hari berikutnya. Tanpa keterangan. Tanpa ada yang tahu ke mana anak itu menghilang.

Kemarin, kehadiran Laksa benar-benar menyebalkan. Gara bahkan sempat meminta agar anak itu berhenti muncul tiba-tiba di hadapannya dan menyapa seolah mereka sudah lama saling kenal. Gara juga sempat berpikir seandainya anak itu tidak pernah muncul lagi semua pasti terasa lebih menyenangkan.

Namun, hari ini semesta seolah memutar balik dunia Gara. Tiba-tiba ia merasa ada kekosongan besar yang menjerit di dalam sana. Gara merasa kehilangan seseorang yang bahkan bukan siapa-siapa.

"Sekolah kita menang!"

Pekik keras itu menggema disusul riuh tepuk tangan setelahnya. Seketika kesadaran Gara ditarik kembali ke tempat semula dan ia baru sadar di mana sekarang dirinya berada. Di selasar lengang yang membentang panjang menuju lapangan. Cowok itu ada di sana hanya untuk melihat Raja bertanding menggantikan Gaza yang masih cedera paska kecelakaan.

Namun, keramaian tidak pernah bersahabat dengan Gara. Melihat bagaimana punggung-punggung tegap itu berbaris mengelilingi lapangan dengan papan dukungan yang diukir beraneka ragam, sudah cukup membuat Gara kepayahan. Maka ia memutuskan berhenti di sini dan hanya merekam samar-samar sorakan penonton saat sekolah mereka mencatatkan angka di papan skor, atau desah kecewa mereka saat poin lawan berhasil mengejar.

Sampai akhirnya peluit panjang dibunyikan dan sekolah mereka berhasil keluar sebagai pemenang. Mengalahkan SMA Garuda yang kehilangan sebagian pemain inti karena harus menjalani skorsing akibat penyerangan kemarin.

Sebelum Senja Tenggelam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang