Jisoo mengayuh kencang sepeda miliknya menyusuri hamparan perkebunan yang begitu luas dan hijau. Dirinya berniat mencari objek baru untuk dia lukis, dan sedikit menyegarkan kepala yang akhir-akhir ini terasa berat.
Di sepanjang perjalanan matanya terasa sangat dimanjakan oleh indahnya pemandangan alam. Bahkan, bibirnya tak pernah lelah mengucapkan kata pujian untuk keindahan milik tuhan ini.
Sampai di salah satu pintu masuk bukit yang menutupi suatu desa, dirinya turun menyenderkan sepedanya pada kayu penyangga gubuk yang kosong. Berjalan mengamati sekitar mencari objek apa yang cocok untuk memenuhi kanvas miliknya yang masih terlihat bersih. Pandangan matanya menemukan sekumpulan pekerja di bawah sana, yang sedang istirahat bersender di sebuah batu sembari menikmati semilir angin.
"Sepertinya seseorang telah menemukan tempat rahasiaku."
Jisoo yang sedang menarikan tangan di atas kanvas menoleh ketika mendengar suara seseorang. Matanya menemukan seorang pria berkemeja putih dengan tas biola yang di sampirkan di bahu kirinya.
"Oh, m-maaf, Tuan. Aku telah menggunakan tempatmu tanpa ijin," ucap Jisoo sambil membereskan peralatan lukisnya.
Pria itu tersenyum. "Tidak usah berkemas. tak apa gubuk ini kan, tempat umum, lagian aku juga hanya basa basi."
Keduanya terdiam sejenak, Jisoo memperhatikan pria itu yang terlihat mengeluarkan biola serta beberapa buku berukuran tebal
"Bagaimana bisa kau sampai ke sini?" tanya pria itu.
"Hanya iseng mengikuti jalur yang ada. Apakah kau selalu berada di gubuk ini?"
"Tidak juga. Ketika aku sedang kehabisan ide menulis sebuah lagu aku akan kemari."
Pria itu lantas duduk menghadap samping kanan Jisoo, lalu mulai mencoba beberapa nada di biola miliknya. "Ngomong-ngomong aku Lee Taeyong. Siapa namamu?"
"Kim Jisoo,kau seorang musisi?"
Taeyong tertawa pelan. Netra tajamnya melirik Jisoo. "Mungkin bisa dibilang seperti itu, tapi aku hanya membuat lagu untuk didengarkan oleh diriku sendiri."
"Oh... begitu"
﹏
Tidak ada kalimat lagi yang keluar setelahnya. Keduanya sibuk dengan kegiatan masing-masing. Suara burung dan gesekan biola milik Taeyong serta semilir angin yang hanya terdengar.
Jisoo yang telah menyelesaikan lukisan, menoleh menatap wajah Taeyong yang tampak begitu serius memejamkan mata, menggesekan beberapa nada ke biolanya.
Terpanah sesaat mengetauhi wajah pria yang dikenalnya beberapa saat lalu sangat sempurna, garis rahang yang tegas, bulu mata yang lentik—Oh, Tuhan, dan lihatlah hidung runcingnya itu.
Seakan sadar dirinya ditatap, Taeyong menoleh. Mengulas senyuman tulus yang membuat Jisoo membeku sesaat hatinya merasa seperti terisi bom atom yang siap meledak. Lalu mengalihkan pandangannya, berpura-pura sibuk merapikan alat lukisnya.
Dengan hati yang masih berdebar, Jisoo meraih tas miliknya, kemudian mengucap kata pamit tanpa berani menoleh ke arah Taeyong.
"Senang mengenalmu Taeyong, aku pamit pergi matahari sudah akan tenggelam."
Taeyong mendongak menatap Jisoo, lalu mengulas senyum sekali lagi. "Mau kuantar?"
"T-Tidak perlu. Aku membawa s-sepeda."
"Baiklah. Hati-hati di perjalanan. Kuharap besok kau mengunjungi gubuk ini lagi, mari lebih saling mengenal."
"Tidak janji."
"Tak apa, akan ku.tunggu."
Tak menghiraukan lagi balasan Taeyong yang lain, Jisoo berjalan dengan cepat mengambil sepedanya lalu menuntunnya sambil sedikit berlari.
"Sialan! Begini ya, rasanya sesuatu yang sering kudengar dari Doyoung," gumam Jisoo
Sedangkan di sisi lain, Taeyong tersenyum tipis memandang Jisoo yang berlalu dengan tatapan mata teduh penuh arti.
"Walaupun singkat tak apa, selangkah lebih maju."
KAMU SEDANG MEMBACA
Papillon | Taesoo
FanfictionI feel butterfly when I'm with you ©2021 | taesoo-short story area.